Kuliner

Kreativitas PKK Palembang & Bikcik Moya, dari Mie Gabus Kelor hingga Sambal Kulit Nangka

ist

KALAU ada pepatah “dari dapur dunia bisa berubah,” mungkin itu khusus dititipkan buat Bikcik Moya. Perempuan paruh baya yang hobinya nongkrong di dapur dari pagi sampai sore, bukan untuk ngerumpi sama panci, tapi untuk mengutak-atik resep. Katanya, bau bawang goreng lebih romantis dari parfum mahal.

Nah, ketika mendengar kabar ada Lomba Pangan Lokal B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, Aman) dan Gerakan Pangan Murah (GPM) 2025) di Palembang, Bikcik Moya langsung heboh.

“Haisshh… masa ibu-ibu PKK bisa bikin mie gabus kelor? Srikaya mengkudu? Adooh, itu kan bahan yang kadang orang liatnya aja udah manyun, eh kok bisa jadi juara,” gerutunya sambil menutup buku resep tebal yang sudah kusam kayak kitab warisan.

Maka berangkatlah Bikcik Moya ke halaman Kantor Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Palembang, tempat lomba berlangsung. Sesampainya di sana, dia langsung disambut aroma sedap yang bikin perutnya nyanyi lagu dangdut.

Assalamualaikum, Bu! Lagi masak apo? Wangi nian!” sapa Bikcik dengan logat Palembang sembari menyorongkan hidung ke arah meja PKK Ilir Barat II.

Ketua PKK IB II, Inora Hambali, hanya nyengir. “Ini, Bik. Mie gabus kelor sama srikaya mengkudu, baru semalam kepikiran, langsung dieksekusi, Alhamdulillah jadi juara pertama”

“Wuihh… kalau kayak gini mah bukan eksekusi, tapi mukjizat. Bahan seadanya bisa jadi makanan juara. Lain kali kalau ada lomba Internasional, bikinkan aku tiket ke Italia, aku bawa menu ini, bisa-bisa chef Michelin tepok jidat!” jawab Bikcik Moya sambil cekikikan.

Tak mau kalah, Bikcik Moya lalu berjalan ke meja Kecamatan Gandus, di sana ada dendeng daun ubi dan keripik kelor.

“Daun ubi ini biasanya kawan nasi sehari-hari, kok bisa-bisanya disulap jadi dendeng? Hebat! Di tangan ibu PKK, daun ubi bukan lagi teman kos-kosan, tapi naik kasta jadi menu kondangan,” katanya sambil melirik Ketua PKK Gandus, Pradita Jufri.

Pradita pun tertawa. “Betul, Bik. Daun ubi itu murah meriah, tapi kalau diolah dengan cinta, bisa lebih gurih dari dendeng sapi.”

Bikcik Moya manggut-manggut. Dalam hatinya ia berfilsafat kadang-kadang yang dianggap remeh justru menyimpan kejutan, sama kayak mantan yang tiba-tiba sukses jualan bakso online.

Sambil jalan, Bikcik Moya sempat nyeletuk ke panitia, “Kalau ada kategori sambal unik, tolong catat namaku. Aku punya resep Sambal Wi-Fi sekali dicocol langsung bikin koneksi hati lancar, tanpa kuota.”

Semua orang tertawa, tapi dalam hati mereka sepakat: beginilah Bikcik, selalu bikin suasana riuh tapi hangat. Acara makin semarak ketika Ketua TP PKK Kota Palembang, Dewi Sastrani, memberikan sambutan.

“PKK adalah ujung tombak keluarga sehat, dengan menu B2SA, kita bisa cegah stunting dan menjaga anak-anak tetap sehat,” ujarnya.

Bikcik Moya nyeletuk pelan, “Betul nian, Bu, kalau anak sehat, emak-emaknya juga tenang. Soalnya kalau anak sakit, emak bisa lebih remuk dari kerupuk kena kuah”

Dewi hanya tersenyum, lalu menambahkan, “Kreativitas ibu-ibu hari ini luar biasa. Ada puding ikan gabus, ada dendeng daun ubi, semuanya patut diapresiasi”.

Tak ketinggalan, Ricky Fernandi, Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, menegaskan bahwa lomba ini bagian dari program nasional penganekaragaman pangan.

“Tujuannya agar ibu PKK punya keterampilan mengolah pangan lokal menjadi menu sehat, berkelanjutan, dan mendukung ketahanan pangan,” jelasnya.

Bikcik Moya menimpali lagi, “Lah itu cocok! Kalau ibu PKK pintar masak, bapak-bapak di rumah pasti rajin pulang. Perut kenyang, hati pun tenang.”

Menjelang sore, Bikcik duduk di pojokan sambil mengunyah keripik kelor. Ia termenung, tapi bukan karena galau cinta, melainkan karena kagum.

“Lihatlah, daun yang dulu dianggap cuma pengganti lauk, kini bisa mendunia. Begitulah hidup, jangan pernah remehkan hal kecil, karena bisa jadi itu tiket menuju juara,” gumamnya.

Ia lalu menutup refleksinya dengan pepatah kocak hidup itu seperti sambal -kadang pedas, kadang manis, tapi kalau diracik pas, bikin nagih.

Acara Lomba Pangan Lokal B2SA dan GPM 2025 di Palembang bukan hanya soal juara atau hadiah, tapi tentang semangat ibu-ibu PKK yang membuktikan bahwa dapur adalah laboratorium paling kreatif.

Bikcik Moya pulang dengan hati puas, bukan karena kenyang icip-icip, tapi karena ia menyadari makanan lokal kalau diolah dengan cinta dan kreativitas, bisa mengalahkan fast food mana pun.

“Pokoknyo kalau ibu-ibu PKK ini buka restoran, aku yang pertama jadi pelanggan tetap. Gratis atau tidak, aku tetap datang,” katanya sambil terkekeh.

Dan begitulah, dari dapur sederhana, lahirlah kreasi besar yang bisa menjaga ketahanan pangan, menyehatkan keluarga, dan tentu sajamembuat lidah bergoyang ria.[***]

Catatan redakis : tulisan ini menghadirkan tokoh fiksi Bikcik Moya sebagai bumbu cerita. Kehadirannya sekadar untuk memberi warna humor dan gaya narasi, tanpa mengurangi esensi informasi utama dari kegiatan PKK Palembang.

Terpopuler

To Top