SEANDAINYA Sungai Tungkal Jaya bisa bicara, mungkin ia bakal ngeluh, “Eh, kalian mau bangun pabrik CPO segede gaban di pinggirku?, jangan sampai aku berubah jadi kuah kolak limbah sawit, ya!” Tapi, ya, sungai mana bisa protes hanya bisa mengalir pasrah, sambil berharap manusia jangan macam-macam. Inilah dilema yang sedang digulirkan oleh rencana pembangunan pabrik CPO dan Kernel oleh PT Perkasa Inti Tani (PIT) di Desa Simpang Tungkal, Kecamatan Tungkal Jaya, Kabupaten Musi Banyuasin.
Pabrik ini bakal memproduksi minyak sawit dan inti sawit sampai 40 ton per jam, bayangkan, kalau pabriknya sempat “lapar” bahan baku, bisa-bisa anak sungai jadi tempat pembuangan sampah cair sawit. Sekali waktu, sungai yang tenang bisa berubah jadi sungai berwarna coklat kemerahan, aroma khas pabrik. Ini bukan cuma cerita horor di beberapa wilayah Sumsel dan Riau, kasus limbah sawit merusak sungai sudah jadi kenyataan.
“Air sungai berubah bau, ikan mati, nelayan kecil garuk kepala,” begitu kata pepatah modern ikan mati di sungai, manusia yang rugi.
Namun, jangan salah sangka, pembangunan pabrik tidak selalu berarti bencana. Layaknya pepatah lama sambil menyelam minum air, sambil membangun tetap jaga sungai. Kuncinya ada di manajemen limbah dan kepatuhan terhadap regulasi, dalam hal ini PP Nomor 28 Tahun 2025 tentang persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR). Sekda Muba, Dr Apriyadi MSi, menegaskan pentingnya kepastian bahan baku. Tapi, kita bisa menambahkan catatan tambahan selain bahan baku, kepastian lingkungan pun tak kalah penting.
Bahan baku boleh banyak, tapi sungai dan anak-anaknya jangan sampai kelaparan atau keracunan limbah.
Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Arwin ST MSi menegaskan, secara tata ruang, lokasi pabrik sudah layak. Tapi di balik kertas dan peta, ada anak sungai yang tersenyum getir menunggu kajian lingkungan yang lebih serius.
Kepala Bidang Pengkajian Dampak dan Tata Lingkungan DLH Muba, Ilham ST MSi, mengingatkan bahwa ada beberapa anak sungai yang harus menjadi perhatian. Bayangkan, anak sungai ini seperti bayi-bayi sungai yang masih polos, kalau tersandung limbah sawit, bisa sakit, mati, atau mengganggu ekosistem sekitarnya.
Kalau kita ibaratkan, sungai adalah tulang punggung kehidupan. Limbah pabrik sawit tanpa pengelolaan bisa jadi batu sandungan. “Satu tetes limbah salah, bisa bikin ikan ngambek,” begitu kira-kira kata pepatah lokal yang entah kapan muncul.
Di beberapa daerah, pabrik sawit yang tak patuh membuat sungai jadi ‘kolam raksasa’ berwarna coklat, yang bikin warga hanya bisa tepuk jidat sambil bilang, “Ya ampun, ini sungai atau kuah opor lebaran?”
Tapi jangan putus asa dulu, karena ada banyak contoh daerah yang sukses membangun pabrik sawit tanpa menghancurkan lingkungan.
Di Sumsel sendiri, beberapa pabrik sudah menerapkan zero waste dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang canggih. Artinya, pabrik bisa tetap produktif, anak sungai tetap nyanyi, dan warga tetap bisa mancing lele tanpa rasa khawatir.
Kalau kita tarik perumpamaan, membangun pabrik sawit tanpa peduli lingkungan seperti menanam pohon rambutan di atas genteng bisa tumbuh sih, tapi buahnya jatuh kemana-mana, merusak atap dan genteng tetangga. Begitu pula pabrik produktif boleh, tapi kalau anak sungai dan ekosistem sekitarnya “kepleset” akibat limbah, rugi semua.
Pesan moralnya sederhana tapi keras sehatkan pabrik, sehatkan sungai, sehatkan manusia. Investasi besar boleh datang, tapi kalau lingkungan ikut jadi korban, nilai ekonominya bakal luntur. Selain itu, menjaga sungai juga menjaga keberlanjutan ekonomi lokal ikan tetap hidup, petani tetap bisa irigasi, warga tetap bisa cuci piring tanpa aroma sawit menyengat.
Kesimpulannya, rencana PT PIT harus berjalan seiring dengan komitmen pelestarian lingkungan. Tidak cukup hanya “clean and clear” di atas kertas anak sungai harus diperhitungkan, limbah harus dikelola, dan masyarakat sekitar harus dilibatkan. Seperti kata pepatah lama yang cocok untuk situasi ini Air jernih bikin hati tenang, sawit produktif tapi sungai tetap terjaga.
Pabrik boleh besar, mesin boleh canggih, tapi jika anak sungai marah dan ikan pergi, percuma juga. Jadi, sebelum palu pertama diketuk untuk pembangunan, mari kita pastikan sungai tersenyum, pabrik produktif, dan masyarakat bahagia. Karena sesungguhnya, pembangunan yang sukses adalah pembangunan yang tak meninggalkan jejak kesedihan di air, tanah, dan hati orang-orang sekitar.
Dan kalau Sungai Tungkal Jaya bisa menulis status di media sosial “Aku siap kerja sama, tapi jangan lupa respect ya!”, itulah semangat yang harus dipegang PT PIT. Sungai senang, pabrik lancar, masyarakat pun tertawa ngakak saking lega.[***]