Peristiwa

“Zaman Saya Habis!” – Operasi Bersih-bersih ala Bupati Bursah Zarnubi di Lahat

Foto :lahatkab.go.id

KALAU anda pikir pekerjaan bupati itu cuma soal potong pita, bagi-bagi sembako, dan foto bareng warga sambil senyum manis, berarti anda belum kenal Bupati Lahat, Bursah Zarnubi atau yang di panggung politik lokal cukup dikenal dengan inisial BZ. Lelaki ini gaya memimpinnya mirip juragan pasar yang lagi bongkar gudang: semua yang busuk, langsung dibuang, nggak peduli siapa pemiliknya.

Belakangan, BZ bikin geger satu kabupaten lewat sebuah pernyataan yang keluar seperti meriam dari mulutnya “Nggak bisa di zaman saya ada itu! Habis! Zaman bupati yang akan datang silakan, tapi di zaman saya jangan!”.

Kalimat itu meluncur saat ia mengumumkan hasil tes urine massal yang digelar bareng Kejaksaan Negeri Lahat, Kamis (7/8/2025).

Tesnya bukan buat siswa sekolah, tapi untuk camat, lurah, dan seluruh kepala desa se-Kabupaten Lahat, dari acara yang awalnya dikira cuma formalitas ini, muncul hasil mengejutkan 14 kepala desa positif narkoba.

Seperti kata pepatah, Tak ada gading yang tak retak, tapi kalau retaknya sampai kropos, ya gadingnya nggak bisa dipajang lagi”. Maka, tanpa berlama-lama, BZ langsung mengambil keputusan ke-14 kades ini diberhentikan sementara, digantikan Penjabat (Pj) selama enam bulan masa pembinaan. Kalau selama itu mereka berubah, jabatan bisa kembali. Kalau tetap ngotot main “serbuk-serbukan”, siap-siap diberhentikan permanen.

Bayangkan suasana hari itu, semua pejabat desa berbaris, membawa wajah penuh percaya diri. Ada yang pasrah, ada yang gugup, ada yang pura-pura batuk biar nggak kelihatan deg-degan. Lalu, satu per satu masuk tenda tes urine.

Bagi yang “bersih”, pipisnya ibarat air sumur pegunungan jernih, aman, dan adem di hati. Tapi bagi 14 orang ini, hasilnya lebih mirip kuah bakso yang kemasukan zat misterius, warnanya mungkin sama, tapi isinya sudah bercampur racun.

Begitu hasil dibacakan, suasana berubah, wajah-wajah sumringah mendadak pucat seperti kain kelambu yang kelamaan dijemur. Dan di situlah BZ menunjukkan gaya kepemimpinannya, tegas, cepat, dan tanpa “tapi-tapi”.

Di podium, BZ bicara seperti orang yang sedang membangunkan tetangga yang kelamaan tidur siang. “Narkoba ini sudah di halaman rumah kita, tinggal tunggu saatnya masuk. Makanya, berantas dari sekarang!”

Analogi ini pas sekali, Kkalau maling sudah nongkrong di pagar rumah, masa kita cuma lihat dari balik jendela?. Sama halnya dengan narkoba, kalau sudah sampai ke desa, apalagi menggerogoti pejabat desa, itu tandanya benteng paling depan sudah ditembus.

Dalam ilmu pertanian, kalau ada hama wereng di batang padi, jangan tunggu panen baru dibersihkan. Begitu pula dengan narkoba, begitu tahu ada yang kena, harus cepat dicabut akarnya.

Uniknya, perang BZ bukan cuma melawan narkoba. Ia juga menyoroti “gubuk malam”, istilahnya untuk tempat hiburan malam yang menurutnya jadi markas segala penyakit sosial. “Disitulah pusat segala yang gila-gila itu, zaman saya habis, nggak ada itu!”

Gaya bicaranya, seperti orang tua di kampung yang sedang menasihati anak-anaknya, keras, tapi penuh niat baik. Dan memang, hiburan malam di desa kadang jadi pintu masuk berbagai masalah lain judi, perkelahian, minuman keras, dan ujung-ujungnya narkoba.

Langka

Di era politik yang serba penuh pencitraan, BZ ini langka, ia tidak takut kehilangan dukungan hanya karena bicara terlalu jujur. Baginya, lebih baik kehilangan popularitas ketimbang meninggalkan warisan masalah.

Ada pepatah kampung yang cocok buat gaya BZ “Lebih baik sakit di awal daripada busuk di ujung”

Dan memang, membersihkan Lahat dari narkoba dan hiburan malam bukan pekerjaan yang bikin semua orang senang. Tapi kalau mau generasi muda desa tumbuh sehat, keputusan ini justru jadi investasi jangka panjang.

Dari peristiwa ini, ada pelajaran penting yang bisa kita petik, dalam rumah tangga, kalau kepala keluarga memberi contoh buruk, anak-anaknya pasti ikut. Begitu juga di pemerintahan desa. Kalau kepala desa saja tersandung narkoba, bagaimana ia bisa memimpin warga untuk menjauhi barang haram itu?

Oleh sebab itu, membersihkan desa dari narkoba memang harus dimulai dari puncaknya, yakni para pemimpin desa itu sendiri, kalau pucuknya bersih, daunnya akan ikut sehat.

Bupati Bursah Zarnubi tahu, masa jabatannya tidak lama lagi, tapi ia juga tahu, warisan yang akan ia tinggalkan bukan gedung mewah atau jalan aspal mulus saja, melainkan benteng sosial yang kuat untuk melawan narkoba dan penyakit masyarakat.

Tindakannya memang keras bahkan kadang terdengar terlalu lugas, tapi seperti pepatah Jawa bilang, “Sing becik ketitik, sing olo ketoro” (yang baik akan terlihat, yang buruk akan ketahuan). Dengan gaya seperti ini, ia ingin memastikan  ketika “zaman saya habis”, Lahat masih berdiri tegak, tidak roboh dimakan racun.

Kalau suatu hari nanti bupati berikutnya melonggarkan aturan, setidaknya warga akan ingat, pernah ada masa di mana Lahat dibersihkan habis-habisan, sampai tikus di lumbung pun takut keluar malam.[***]

Terpopuler

To Top