– Dari Kopdes sampai sekolah, literasi keuangan jadi PR bersama, jangan sampai uang jajan anak dianggap dana darurat. Gubernur Sumsel, BI, dan 3.286 Kopdes siap melek uang dan Tobat dari gaya hidup cicilan.
SEANDAINYA jika mobil itu, bisa ngadat gara-gara telat ganti oli, maka ekonomi daerah pun bisa brebet-brebet kalau literasi keuangannya ngadat. Maka tak heran, di Palembang, Rabu (6/8) kemarin, suasana di Griya Agung bukan cuma penuh tamu penting, tapi juga penuh harapan penting.
Dalam acara resmi tapi aromanya santai, Gubernur Sumatera Selatan H. Herman Deru hadir untuk menyaksikan pengukuhan Bambang Pramono sebagai Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumsel, menggantikan Ricky P Ghozali yang kini boyongan ke Ibu Kota bukan buat ngamen, tapi jadi Kepala Kantor BI Wilayah DKI Jakarta.
“Sumsel ini ibarat dapur. Kalau api kompor ekonomi kecil, masak nasinya lama matengnya. Tapi kalau api terlalu besar, gosong pula!” kira-kira begitu analogi yang bisa diambil dari pidato Gubernur Deru. Ia menyambut Bambang Pramono bukan cuma dengan selamat datang, tapi juga daftar PR setebal daftar utang rakyat yang belum lunas sejak kredit motor pertama.
Gubernur minta agar literasi perbankan digencarkan, terutama menyasar akar rumput, alias dari kampung sampai ke kamar anak-anak. Menurutnya, dari 3.286 koperasi desa alias Kopdes di Sumsel, banyak yang masih bingung bedain antara saldo, sado, dan sado maso. Maka dari itu, BI diminta ikut turun ke sawah, bukan untuk mencangkul, tapi untuk menyiram benih pemahaman tentang duit dan dunia usaha.
“Masuklah ke sekolah-sekolah, jangan biarkan anak-anak cuma paham top-up game online tapi nggak ngerti cara nyimpen uang jajan,” ujar Deru, yang suaranya menggelegar tapi tetap ramah, seperti abang-abang penjual tekwan yang sudah langganan pelanggan.
Ia ingin BI, BPS, dan semua pemangku kepentingan turun tangan bukan cuma pas inflasi naik, tapi juga pas mindset masyarakat masih rebahan. Tujuannya? Supaya dari kecil, anak-anak Sumsel udah paham, kalau duit itu bukan cuma buat beli kuota dan boba, tapi bisa jadi modal masa depan.
Deputi Gubernur BI, Juda Agung, juga ikut nimbrung dalam acara. Ia memuji Ricky Ghozali yang sukses bikin hubungan BI dan pemerintah daerah seharmonis nasi uduk dan sambal kacang. Kepada Bambang, dia titip pesan jangan lupa terus menjaga kestabilan inflasi dan memastikan pasokan pangan tak sepi, seperti rak Indomaret waktu lebaran.
Menurut Juda, banyaknya pejabat yang hadir kemarin bukan karena ada nasi kotak gratis, tapi karena kuatnya sinergi antara BI dan instansi daerah. “Terus perkuat komunikasi, jangan kayak mantan yang ghosting pas kita lagi butuh pinjaman,” tambahnya, (tentu ini bukan kutipan asli, tapi pesan moralnya dapet, kan?).
Pergantian pimpinan BI Sumsel dari Ricky ke Bambang bukan cuma soal nama baru, tapi juga harapan baru. Di tengah zaman digital dan dompet digital yang sering kosong, penting bagi masyarakat Sumsel dari kota sampai dusun untuk ngerti soal duit—dari cara nyimpen, ngatur, sampai nggak gampang ngutang buat hal nggak penting.
Seperti kata pepatah, “Uang bukan segalanya, tapi kalau nggak punya, kita nggak bisa beli gorengan”. Maka tugas besar menanti Bambang Pramono dan kawan-kawan mengubah mindset konsumtif menjadi produktif, dan menjadikan Sumsel bukan cuma kaya sumber daya, tapi juga kaya akal sehat finansial.
Karena ekonomi sehat itu bukan hanya tentang neraca perdagangan, tapi juga isi dompet emak-emak di pasar kalangan.[***]