Tekno

AI Bisa Tiru Suara & Tipu Warga, Sosialisasi Digital Harus Ngebut Sebelum Korban Bertambah

foto : ilustrasi/komdigi

ZAMAN sekarang, nelpon gak cukup cuma denger suara, soalnya, suara bisa ditiru. Teknologi AI makin canggih, bisa nyamar jadi siapa aja dari suara anak minta pulsa sampai gaya bicara Pak RT ngajak arisan. Masalahnya, banyak warga di pelosok belum tahu kalau teknologi itu bisa juga dipakai buat nipu. Mereka belum siap hadapi dunia digital yang makin licin kayak belut diminyakin.

Di kota, orang-orang mulai terbiasa sama istilah AI (Artificial Intelligence). Tapi di desa, AI masih terdengar seperti nama warung kopi baru. Padahal AI ini udah bisa bikin video palsu, tiru wajah orang, bahkan minta transfer dana pakai suara yang mirip banget sama anak sendiri.

Itulah kenapa sosialisasi soal AI jadi kebutuhan mendesak. Bukan hanya supaya rakyat melek digital, tapi supaya mereka gak jadi korban tipu-tipu teknologi.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, dalam gelaran Digital Transformation Indonesia Conference and Expo (DTI-CX) 2025, menyebut bahwa AI bisa ningkatin produktivitas nasional sampai 3,5 persen per tahun. Tapi di sisi lain, AI juga bisa jadi alat penipuan kalau tidak dibarengi literasi digital yang memadai.

“Teknologi tanpa pemahaman, kayak naik motor kenceng tapi gak tahu cara ngerem.”

Itulah pentingnya program digitalisasi tidak hanya fokus pada infrastruktur, tapi juga edukasi. BTS 4G boleh berdiri megah, Pusat Data Nasional boleh canggih, 10.000 Desa Digital boleh jadi target, tapi kalau Mbah Karti di pelosok belum tahu suara di video bisa palsu, maka AI jadi ancaman tersembunyi.

Presiden Prabowo punya visi besar tentang ekonomi digital, pertumbuhan 8 persen, dan Indonesia Emas 2045. Tapi agar visi itu gak cuma jadi slogan, pemerintah harus turun langsung ke lapangan bawa pemahaman, bukan hanya sinyal.

AI bukan sesuatu yang harus ditakuti, tapi juga bukan untuk ditertawakan. Ini alat, kalau diajarin dengan benar, bisa bantu petani atur jadwal tanam, bantu UMKM kelola stok, dan bantu siswa belajar lebih cepat. Tapi kalau dibiarkan tanpa edukasi, AI bisa berubah jadi penipu yang gak bisa ditangkap polisi karena gak punya KTP.

Sosialisasi AI ke daerah bukan soal ikut-ikutan tren, tapi soal perlindungan rakyat, karena korban AI palsu bukan hanya orang kota.

Warga desa yang belum pernah dengar istilah deepfake, bisa langsung percaya karena melihat wajah cucunya di video. Padahal itu editan AI.

Pesan moral”Makin canggih teknologi, makin penting literasi, karena suara bisa ditiru, wajah bisa dipalsukan, tapi pemahaman tak bisa dimanipulasi”

Kalau benar pemerintah ingin bangun Indonesia digital yang inklusif, jangan cuma bangun sinyal, tapi juga bangun nalar.
Biar rakyat tahu mana suara asli, mana AI bajakan, karena kadang, yang nelfon itu bukan anak kita.
Cuma AI yang lagi nyamar, nunggu kita lengah… dan transfer.[***]

Terpopuler

To Top