Properti

“Kunci Rumah Baru, Buka Pintu Rezeki, Tutup Aib Lama di Bantaran Sungai”

ist

(Dari gembok bocor ke kunci berkode, hidup warga Muba mulai bab baru)

ADA satu momen sakral yang mungkin tidak akan dilupakan Aji Jiad seumur hidup ketika sebuah kunci kecil berpindah dari tangan bupati ke tangannya, bukan kunci warung, bukan juga kunci lemari, tapi kunci rumah sebuah logam mungil yang nilainya lebih besar dari sepeda motor bekas atau cincin kawin berbatu akik.

Dan, seperti pepatah dari kampung sebelah “Kunci yang baik bisa membuka pintu harapan, tapi juga bisa menutup pintu kenangan pahit di rumah lama.”

Dulu, rumah Aji di pinggir Sungai Musi ibarat panggung sandiwara. Dindingnya dari papan bekas, atapnya berdoa tiap angin datang, dan jambannya… ya, kalau kita sebut ‘alam terbuka’, itu masih terlalu mewah.

Kalau hujan turun, rumahnya berubah jadi kapal Titanic versi darat. Tikus bisa berenang di bawah kolong ranjang, dan ember jadi langganan naruh air bocoran dari langit-langit.

Namun semua berubah ketika Bupati Toha dan Wakil Bupati Rohman datang dengan Program Relokasi, Bedah Rumah, dan Sanitasi Sehat, seperti host reality show, mereka menyerahkan “kunci rumah baru” lengkap dengan senyum dan sambutan warga yang udah masak kue lapis.

Kunci memang kecil, bahkan bisa nyelip di saku celana sebelah. Tapi jangan remehkan benda satu ini. Ia ibarat hidup kecil, berliku, tapi kalau pas, bisa membuka apa saja.

Dulu, hidup Aji dan warga lain seperti pintu rusak susah dibuka, susah ditutup, dan gampang dijebol tikus atau banjir. Tapi sekarang, mereka punya pintu yang bisa dikunci rapat-rapat, baik dari maling maupun kenangan buruk.

Kunci itu bukan cuma buka pintu rumah, tapi juga membuka rasa percaya diri. Anak-anak bisa belajar tanpa was-was, ibu-ibu bisa masak tanpa khawatir kompor jatuh karena lantai miring.

Babak Baru

Kita boleh saja bilang “rumah adalah tempat pulang”, tapi kalau rumahnya nyaris hanyut tiap seminggu sekali, pulang pun terasa seperti misi penyelamatan.

Program rumah relokasi Muba ini sejatinya bukan cuma soal bangun fisik, tapi bangun mental. Karena orang yang dulu merasa jadi ‘warga pinggiran’, kini merasa jadi bagian dari masyarakat yang diperhatikan.

Dan seperti kata kakek saya dulu “Orang bisa hidup seadanya, asal tidak tinggal seadanya”

Apa yang dilakukan Muba ini, walau skalanya belum selevel negara-negara besar, tapi aroma niat baiknya satu frekuensi dengan negara-negara yang lebih dulu sadar bahwa rumah bukan sekadar bangunan, tapi soal martabat.

Di Singapura, ada program HDB (Housing and Development Board), di mana pemerintah bangun apartemen rapi nan padat karya untuk warga menengah ke bawah. Rumah-rumah itu tak cuma tempat tinggal, tapi juga punya taman, sekolah, dan kadang tempat cari jodoh. Cicilan murah, kualitas bagus pemerintah turun tangan langsung.

Di Brasil, ada Favela Bairro Project, upaya serius pemerintah memindahkan warga dari kawasan kumuh ke permukiman lebih manusiawi. Mereka tidak hanya bangun rumah, tapi juga ruang terbuka, fasilitas olahraga, bahkan pelatihan keterampilan agar rumah baru juga membawa hidup baru.

Di India, mereka punya program Pradhan Mantri Awas Yojana, targetnya jutaan rumah untuk warga miskin, dengan fasilitas sanitasi, listrik, dan air bersih. Negara datang bukan sekadar sebagai pembangun, tapi juga sebagai pengasuh dan pendamping.

Jadi, kalau Muba hari ini membagikan kunci rumah ke warganya, artinya kita sedang ikut berdiri di barisan negara-negara yang paham rumah bukan hadiah, tapi hak dasar rakyat.

Kadang kita sibuk mencari pintu rezeki, pintu jodoh, atau pintu surga. Tapi lupa satu hal punya kunci yang cocok adalah langkah pertama.

Program ini menunjukkan bahwa pemerintah bisa jadi ‘tukang kunci’ rakyat membuka akses, mengunci risiko, dan memperbaiki gembok-gembok hidup yang berkarat.

Bagi warga Muba, menerima kunci rumah bukan akhir cerita, tapi justru awal dari hidup yang lebih terarah, lebih sehat, dan mungkin lebih romantis (karena tidur nggak perlu ditemani suara tikus lagi).

Membangun rumah memang bisa diselesaikan dalam hitungan bulan. Tapi membangun peradaban dari rumah baru butuh komitmen panjang dari pemerintah, dari warga, dan dari kita semua yang percaya bahwa hidup layak itu hak, bukan bonus.

Dan jangan lupa “Rumah boleh baru, tapi sikap jangan ikut jadi sombong, karena kadang, pintu paling kokoh pun bisa jebol kalau isinya cuma gaya-gayaan”

Selamat menempati rumah baru, warga Muba. Jaga kuncinya baik-baik, jangan sampai jatuh di got, karena hidup yang baik, kadang cukup dimulai dari sebuah pintu…yang bisa ditutup dengan tenang.[***]

Terpopuler

To Top