BULAN Agustus tinggal hitungan hari dan datang seperti undangan mantu penuh hiasan, semangat, dan… utang gotong royong.
Di kampung Tonggak Indah, Agustus bukan cuma soal bendera merah putih yang mendadak muncul dari tiang jemuran, tapi juga saatnya kompetisi paling merakyat, yakni Lomba Karaoke Antar RT.
Ibarat nasi tumpeng tanpa lauk, Agustusan tanpa lomba karaoke itu hambar.
Seperti pepatah lokal “Lebih baik suara fals yang jujur, daripada suara merdu hasil lipsync”
Maka kampung pun bersiap, bukan pasang strategi seperti debat capres, tapi cari peserta yang paling berani, bukan paling berbakat.
Warga RT 02 mengusung Mbah Saliman, pensiunan PNS yang nyanyinya mirip doa hujan serius tapi nadanya ngambang.
RT 03 menurunkan Bu Jumi, spesialis dangdut patah hati, dengan goyangan setara gempa 3,2 skala richter.
Sementara RT 01? Ya, lagi-lagi andalannya si MC kondang Dola Belut, yang tahun lalu bikin juri semaput gara-gara nyanyi “Titanic” pakai logat Ogan Ilir dan bawa kipas angin ke panggung karena katanya “suasana harus dramatis kayak badai”
Di tengah semangat nasionalisme, Dola Belut justru tampil bagaikan wartawan infotainment kampung.
Sambil pegang mic warisan pos ronda, dia nyeletuk
“Ini lomba karaoke antar RT, bukan audisi The Voice. Jadi kalau fals, ya fals bareng-bareng. Kita bukan cari penyanyi, tapi penyambung lidah rakyat!”
Warga tertawa, bocah-bocah ngakak, bahkan kucing masjid yang biasanya angkuh pun ikut menyimak dari atas tumpukan sandal.
Tak ketinggalan, Dola Belut menyelipkan kritik halus. “Jangan-jangan nanti pas upacara, semangatnya cuma di status WhatsApp. Yang penting selfie bendera, bukan semangat merdeka!”.
Acara meriah, namun Dola Belut selalu punya momen menggetarkan, biasanya setelah lampu panggung padam karena korsleting.
Dengan suara agak serak, karena kebanyakan nyeruput es sirup gratisan, dia bilang
“Saudara-saudaraku sekampung, ingat…
Merdeka itu bukan cuma lepas dari penjajah, tapi juga dari mental nyinyir dan malas gotong royong.
Kalau lomba karaoke bisa menyatukan RT, kenapa kita ribut soal bendera miring dan kursi plastik rebutan?”
Dia lalu menutup dengan pantun
Nyanyi dangdut suaranya serak,
Yang penting warga tetap kompak!
Kalau hidupmu cuma nyari panggung,
Ingat… kampung ini panggung pertama buat jadi orang sungguhan!
Lomba karaoke mungkin sederhana. Tapi dari situ, kampung belajar soal kebersamaan, kejujuran, dan keberanian tampil apa adanya.
Tak perlu pitch perfect, cukup pitch niat.
Karena dalam hidup, kadang suara paling sumbang bisa jadi melodi paling jujur kalau datang dari hati.
Ingat!, seperti kata Dola Belut”Kalau kamu belum bisa bikin orang terharu, bikin mereka ketawa dulu aja”
Soalnya, negara ini terlalu serius, sesekali perlu MC kampung yang bisa nyentil, bukan hanya nyanyi”.[***]
Catatan Redaksi:
Cerita ini fiksi, tapi inspirasinya nyata. Kampung, lomba, dan suara-suara fals itu mungkin rekaan, tapi pesan di baliknya adalah kenyataan yang sering kita lupa kebersamaan tidak selalu tercipta dalam ruang ber-AC dan mic mahal, kadang justru tumbuh dari tawa receh, panggung terpal, dan celetukan Dola Belut.