(Bilingual Article / Artikel Dua Bahasa: 🇮🇩 Indonesia – 🇬🇧 English Summary Below)
LANGIT punya jam kerja?, mungkin ia, ya,,, bahkan sekarang sudah over shift, dari tanggal 13 sampai 17 Juli 2025, awan-awan diangkut pakai pesawat dan disemprot garam, demi menurunkan hujan buatan.
Tujuannya bukan untuk menyiram bunga cinta yang layu, tapi lahan gambut yang sudah mulai keriting karena kepanasan.
BPBD Sumsel, lewat Kepala Pelaksananya, M. Iqbal Alisyahbana, mengajukan perpanjangan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC).
Karena, eh karena… karhutla sudah mulai ngebul lagi, Bos!, total 33 kejadian dengan 43,08 hektare yang terbakar, dan Ogan Ilir jadi juara satu lomba kebakaran dengan 26 kejadian, serasa ada kompetisi ‘Si Jago Merah Idol’.
“Kalau bisa diperpanjang, ya kita perpanjang. Tapi kita lihat juga cuaca dan rekomendasi BMKG,” ujar Pak Iqbal, yang tampaknya sudah mulai akrab dengan awan dan BMKG dibanding pacar sendiri.
Kebakaran hutan ini seperti orang main petasan di musim kemarau sengaja nyulut, padahal tahu bisa meledak. Celakanya, yang nyulut ngilang, yang repot malah langit dan rakyat!
Pepatah lama bilang “Api kecil jadi teman, kalau dibiarkan bisa jadi laporan BPBD”.
Negara seperti Thailand dan Vietnam sudah mulai investasi di sistem deteksi asap dini berbasis AI, sementara kita masih begini awan disuruh lembur, lalu kita ramai-ramai selfie di lokasi kebakaran, upload-nya dikasih caption “Stay safe ya ges”.
Bro, Sis…., kalau kalian suka bakar sampah di kebun pas siang bolong, itu bukan cuma bikin kucing tetangga pingsan, tapi bisa jadi bibit karhutla nasional.
Mulailah dari diri sendiri, jangan bakar lahan!, jangan nyalain api, kalau belum siap jadi pemadamnya, dan laporkan titik api, jangan cuma rekam dan bikin konten, karena kalau udah kebakaran besar, kita semua cuma bisa teriak “Mana hujan buatan?!”.
Sahabat langit, kalau hujan buatan terus-terusan dilakukan tanpa kesadaran masyarakat, itu seperti ngasih parasetamol ke orang yang tiap hari sengaja masuk angin.
Boleh, boleh saja hujan buatan jadi solusi, tapi akarnya ada di korek gas dan kesadaran kita, langit sudah lembur, sekarang giliran kita yang insaf.[***]
——————————————————————————————————-
“Rain on Demand, Sky on Overtime, and Humans with a Matchstick: The Karhutla Chronicles”
If the sky had working hours, it would be filing a labor complaint by now. From July 13–17, clouds were towed and sprayed with salt to create artificial rain—not to water dying love, but to dampen overheated peatlands.
M. Iqbal Alisyahbana, Head of BPBD South Sumatra, submitted a request to extend the Weather Modification Operation (WMO) because, well, the forest fires are heating up like someone left the stove on. Thirty-three incidents, 43.08 hectares burned, and Ogan Ilir is proudly leading with 26 cases—as if it’s competing in “Forest Fire Idol”.
:If possible, we’ll extend it,” said Mr. Iqbal, who by now might be more familiar with clouds and weather forecasts than his own family.
Forest fires are like lighting fireworks in dry season—you know it’s