Haji & Umroh

KESEHATAN HAJI 2025 : Keringat Jadi Pahala, Klinik Jadi Kenangan

ist

JADI begini, om dan tante dan ente sekalian…….
Tanggal 10 Juli 2025 kemarin, Indonesia resmi “menarik pasukan putih” dari Tanah Suci. Kloter KJT 28 pulang ke tanah air dengan wajah bahagia, meski sebagian ada yang bawa batuk bonus, dan sebagian lagi cuma bawa air zamzam dan oleh-oleh buat mertua.

Dengan kepulangan kloter terakhir itu, maka berakhirlah juga tugas Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Arab Saudi. Iya, bro… kliniknya resmi tutup. Bukan karena bangkrut atau digusur, tapi karena jemaahnya udah pulang. Lagian, mau rawat siapa kalau pasiennya udah naik pesawat semua?

Dokter Imran, sang jenderal lapangan dengan stetoskop sakti, mengumumkan dengan elegan tapi tetap ada getar-getar kenangan “Hari ini KKHI Madinah tutup. Pelayanan kesehatan haji resmi selesai. Saatnya kami cuci tangan, bukan karena lepas tanggung jawab, tapi karena memang waktunya pulang”.

Sambil ngelap keringat yang aromanya udah campur aduk antara debu gurun dan aroma kebab, tenaga medis kita pamitan dengan hati lega. Kayak anak kost yang akhirnya bisa pulang kampung bawa nilai bagus dan laundry belum diambil.

Bayangin aja, 70 hari di tanah Arab, tim kesehatan ini udah ngurusin jemaah dari yang cuma flu ringan sampai yang paru-parunya minta dirayu. Penyakit yang paling sering mampir? Masih langganan pneumonia, hipertensi, dan diabetes. Tiga penyakit ini udah kayak trio cewek populer di sekolah nggak pernah absen, selalu tampil bareng, dan bikin repot semua orang.

Tapi yang keren…
Di tengah cuaca yang panasnya bisa bikin telur matang di aspal, tim KKHI tetap jalan terus. Meski izin operasional dari Kemenkes Arab Saudi kadang datangnya kayak utang nggak jelas kapan lunasnya, mereka tetap melayani dengan senyum. Kadang rawat jalan dibatasi, klinik sektor disidak, tapi petugas kita tetap tegar. Katanya “Kami ini bukan cuma pakai masker, tapi juga pakai iman”.

Program tanazul alias jemaah pulang lebih awal karena sakit pun berjalan mulus. Nggak ada yang berhenti di tengah jalan. Semua pasien sampai Indonesia dengan selamat, ada yang masih lanjut rawat inap, tapi yang penting nggak ada yang nyasar ke Bandara Bangladesh. Ini prestasi, bro!

Dan kabar baik lainnya angka kematian jemaah tahun ini turun!, dari 461 orang wafat tahun lalu jadi 446 tahun ini. Mungkin karena tim kesehatan kita udah kayak driver ojol veteran hafal medan, tahan macet, dan sabar ngadepin pelanggan yang bawel. Bahkan layanan kefarmasian menyentuh 12 ribuan, dengan obat paling laris tablet flu batuk kombinasi alias “obat andalan semua umat”.

Kalau ini sinetron, judulnya pasti “Cinta di Tengah Klinik Sektor”. Tapi ini bukan sinetron, bro. Ini kisah nyata. Kisah orang-orang yang rela ninggalin anak-istri, demi ngurusin jemaah yang manja tapi pengin sehat terus. Mereka nggak minta tepuk tangan. Mereka cuma pengin jemaah pulang sehat dan bisa cerita “Waktu saya sesak napas, ada dokter dari Palembang yang mijitin punggung sambil ngajakin ngaji. Saya jadi tenang, Mas”

Jadi begini, bro dan sis sekalian…
Tanggal 10 Juli 2025 kemarin, Indonesia resmi “menarik pasukan putih” dari Tanah Suci. Kloter KJT 28 pulang ke tanah air dengan wajah bahagia, meski sebagian ada yang bawa batuk bonus, dan sebagian lagi cuma bawa air zamzam dan oleh-oleh buat mertua.

Dengan kepulangan kloter terakhir itu, maka berakhirlah juga tugas Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Arab Saudi. Iya, bro… kliniknya resmi tutup. Bukan karena bangkrut atau digusur, tapi karena jemaahnya udah pulang. Lagian, mau rawat siapa kalau pasiennya udah naik pesawat semua?

Dokter Imran, sang jenderal lapangan dengan stetoskop sakti, mengumumkan dengan elegan tapi tetap ada getar-getar kenangan “Hari ini KKHI Madinah tutup. Pelayanan kesehatan haji resmi selesai. Saatnya kami cuci tangan, bukan karena lepas tanggung jawab, tapi karena memang waktunya pulang”.

Sambil ngelap keringat yang aromanya udah campur aduk antara debu gurun dan aroma kebab, tenaga medis kita pamitan dengan hati lega. Kayak anak kost yang akhirnya bisa pulang kampung bawa nilai bagus dan laundry belum diambil.

Bayangin aja, 70 hari di tanah Arab, tim kesehatan ini udah ngurusin jemaah dari yang cuma flu ringan sampai yang paru-parunya minta dirayu. Penyakit yang paling sering mampir? Masih langganan pneumonia, hipertensi, dan diabetes. Tiga penyakit ini udah kayak trio cewek populer di sekolah nggak pernah absen, selalu tampil bareng, dan bikin repot semua orang.

Tapi yang keren…
Di tengah cuaca yang panasnya bisa bikin telur matang di aspal, tim KKHI tetap jalan terus. Meski izin operasional dari Kemenkes Arab Saudi kadang datangnya kayak utang nggak jelas kapan lunasnya, mereka tetap melayani dengan senyum. Kadang rawat jalan dibatasi, klinik sektor disidak, tapi petugas kita tetap tegar. Katanya “Kami ini bukan cuma pakai masker, tapi juga pakai iman”.

Program tanazul alias jemaah pulang lebih awal karena sakit pun berjalan mulus. Nggak ada yang berhenti di tengah jalan. Semua pasien sampai Indonesia dengan selamat, ada yang masih lanjut rawat inap, tapi yang penting nggak ada yang nyasar ke Bandara Bangladesh, ini prestasi, bro!

Dan kabar baik lainnya angka kematian jemaah tahun ini turun! Dari 461 orang wafat tahun lalu jadi 446 tahun ini. Mungkin karena tim kesehatan kita udah kayak driver ojol veteran hafal medan, tahan macet, dan sabar ngadepin pelanggan yang bawel. Bahkan layanan kefarmasian menyentuh 12 ribuan, dengan obat paling laris tablet flu batuk kombinasi alias obat andalan semua umat.

Kalau ini sinetron, judulnya pasti Cinta di Tengah Klinik Sektor. Tapi ini bukan sinetron, bro. Ini kisah nyata. Kisah orang-orang yang rela ninggalin anak-istri, demi ngurusin jemaah yang manja tapi pengin sehat terus. Mereka nggak minta tepuk tangan. Mereka cuma pengin jemaah pulang sehat dan bisa cerita “Waktu saya sesak napas, ada dokter dari Palembang yang mijitin punggung sambil ngajakin ngaji. Saya jadi tenang, Mas.”

Motivasi ala kita“Kerja itu jangan cuma cari gaji, cari juga berkah, karena kalau cuma ngejar duit, nanti capekmu nggak dapat pahala. Tapi kalau niatnya ibadah, keringatmu bisa jadi tiket ke surga. He…he…”

Di Jepang, sistem kesehatan itu efisien, presisi, dan petugasnya bisa senyum walau digaji UMR. Di Turki, klinik haji mereka kerjasama langsung dengan rumah sakit nasional dan sudah disupport teknologi canggih. Tapi Indonesia punya yang lebih ampuh doa emak dan semangat gotong royong. Petugas kita walau kadang tidur numpang di kursi bandara, tapi kalau ada pasien sakit, tetap sigap kayak ninja dapet notifikasi.

Klinik boleh tutup.
Koper boleh dikunci.
Tapi semangat melayani jemaah dan cerita lucu selama di Tanah Suci…
nggak akan pernah selesai ditulis.

Buat semua petugas KKHI, TPK, PPIH, dan seluruh tenaga medis haji 2025, kalian bukan cuma penyembuh luka fisik, tapi juga penenang hati.
Dan itu nggak bisa dibayar pakai uang, cuma bisa dibayar pakai…
“Terima kasih” dari langit.

Di Jepang, sistem kesehatan itu efisien, presisi, dan petugasnya bisa senyum walau digaji UMR. Di Turki, klinik haji mereka kerjasama langsung dengan rumah sakit nasional dan sudah disupport teknologi canggih. Tapi Indonesia punya yang lebih ampuh doa emak dan semangat gotong royong. Petugas kita walau kadang tidur numpang di kursi bandara, tapi kalau ada pasien sakit, tetap sigap kayak ninja dapet notifikasi.

Klinik boleh tutup.
Koper boleh dikunci.
Tapi semangat melayani jemaah dan cerita lucu selama di Tanah Suci…
nggak akan pernah selesai ditulis.

“Terima kasih” dari langit.[***]

Terpopuler

To Top