ADA pepatah bilang “tak kenal maka tak sayang”, maka panitia Piala Presiden 2025 ini kayaknya ngambil serius banget pepatah itu. Sosialisasi dibuat meriah, dari CFD di Sudirman sampai ngetik penalti di depan Garuda Store, GBK. Ini bukan lagi promosi, tapi sudah kayak arisan RT plus lomba 17-an, ada bagi-bagi tiket gratis nonton pembukaan, tinggal jagoin kaki kanan buat tendang penalti. Netizen bilang, “Lah, ini promosi bola apa promosi kaki saya?”.
Tapi ya sudahlah…., siapa juga yang nolak tiket gratis nonton bola di GBK?. Orang warung sebelah aja sampai rela ngerem dagangan, asal bisa ikutan “shoot bola dapet tiket”. Katanya, “Kalau enggak bisa jadi pemain timnas, ya minimal bisa golin di depan Garuda Store lah”
Tapi mari kita agak serius sedikit, walau cuma seupil.
Piala Presiden 2025 ini secara format, wah, keren bahkan sudah mantap banget, hadiahnya juga lumayan, Rp11,5 miliar itu cukup buat beli 3 apartemen studio di pinggiran Jakarta atau modal buka 10 cabang warung nasi padang.
Tim-tim Indonesia tampil, lalu ada Oxford United dari Inggris dan Port FC dari Thailand. Internasional vibes-nya terasa, meski masih setengah mateng. Tapi pertanyaan sederhana dari rakyat sambil makan mi rebus, kok, enggak sekalian aja undang tim nasional dari negara lain?
Biar greget, bro!, biar anak-anak kita nggak cuma nendang bola ke tiang gawang, tapi juga nendang rasa grogi dan minder pas lawan pemain asing.
Kalau takut ranking FIFA terganggu, ya tinggal bilang ini turnamen pramusim non-FIFA, buat pemanasan mental. Lha, wong mental pemain kita tuh kadang kalah bukan karena teknik, tapi karena keringat dingin ketemu lawan kulit putih dan tato penuh, bahkan tinggi-tinggi hampir 2 meteran..
Coba bayangin, Timnas U-23 Indonesia lawan Timnas Vietnam B, atau lawan Filipina campuran pemain Eropa-Asia. Itu baru ngeri-ngeri sedap. Kalau kalah, bisa bilang “buat pembelajaran”, kalau menang, bisa update status “Sudah saatnya Asia Tenggara mengakui kita” Minimal naik harga diri lah, meskipun ranking FIFA belum tembus 100.
Panitia udah niat, promosi udah jalan, bola juga pasti jalan. Tapi jangan sampai yang jalan cuma bola dan panitia, mental pemainnya juga harus diajak jalan… ke arah yang lebih tangguh.
Kalau cuma ngadain turnamen lalu menghibur publik lewat euforia GBK dan flashmob maskot di CFD, ya itu mah bonus. Tapi esensi turnamen pra-musim seharusnya bukan cuma gimmick dan hadiah, tapi pembuktian bahwa sepak bola kita naik kelas, bukan sekadar naik angkot ke stadion.
Dan buat para penggemar yang heboh di medsos tapi jarang ke stadion, ini saatnya kalian move on dari nonton highlight YouTube ke nonton langsung di tribun. Ingat pepatah kocak nenek saya, “Nonton bola itu kayak makan bakso, lebih nikmat kalau panas-panas dan di tempat, bukan delivery”.
Piala Presiden ini ibarat minuman isotonik, bikin segar, tapi belum tentu bikin kenyang. Tapi ya… sudahlah, kita tetap dukung, tetap semangat, dan tetap harap-harap cemas.
Siapa tahu tahun depan Piala Presiden bisa ngundang tim dari Planet luar sekalian, biar pemain kita belajar hadapi alien sebelum lawan Korea Selatan.
Piala Presiden 2025 sudah dekat, kalau kamu masih bingung pilih klub mana yang kamu dukung, ikuti kata hati, kalau kata hati kamu bilang dukung klub karena warna jersey-nya cocok sama warna sandal di rumah, itu artinya kamu belum siap jadi suporter, baru siap jadi model endorse kaos bola di e-commerce.
Jangan lupa nonton, jangan lupa beli tiket, dan yang paling penting… jangan lupa bawa mental, bukan cuma semangat dadakan.[***]