Tekno

“Digital Bukan Cuma Kode & Server, Tapi Bisa jadi Penyelamat Desa”

ist/kemdiktisaintek.go.id

BANYAK orang masih berpikir digital itu cuma soal kode, server, dan layar biru yang bikin kepala pusing. Padahal, digital bisa jauh lebih heroik daripada superhero layar lebar, ia bisa menjadi penyelamat desa. Iya, serius! Digital bukan sekadar soal teknologi tinggi atau alat mahal, ia  bisa membuka peluang, memberdayakan masyarakat, dan menghubungkan yang jauh.

Kalau dibayangkan, digital itu ibarat sihir modern yang bikin semuanya lebih efisien, tapi tetap manusiawi. Kebanyakan orang kota membayangkan teknologi digital sebagai robot yang akan mengambil alih pekerjaan manusia, padahal sebenarnya, digital adalah teman yang cerdas tapi nggak usil. Ia hadir untuk membuat hidup lebih mudah, bukan menggantikan akal sehat dan kreativitas lokal.

Opini ini sekaligus ingin menekankan kedaulatan digital bukan cuma jargon pemerintah. Indonesia harus bergerak dari pengguna pasif menjadi pencipta teknologi. Digital adalah jalan untuk memastikan desa-desa tetap relevan di era modern, bukan sekadar “ikut-ikutan tren”. Dengan ekosistem yang mendukung kolaborasi pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas digital bisa menciptakan peluang ekonomi, pendidikan, dan inovasi lintas sektor.

Tapi mari kita bicara dagelan sedikit, banyak orang takut digital bakal bikin desa “kedinginan” karena nggak ada kabel internet atau server canggih. Padahal, filosofi digital itu sederhana alat canggih tanpa manusia cerdas ibarat kapak emas di tangan bayi cuma bikin repot dan lucu-lucuan. Intinya, teknologi harus diikuti talenta dan kebijakan yang adaptif, biar manfaatnya bisa dirasakan semua lapisan masyarakat.

Sejarah juga mengajarkan kita sesuatu anak bangsa bisa menguasai teknologi tinggi, dari pesawat N250 hingga satelit sendiri. Jadi, nggak ada alasan desa-desa harus ketinggalan.

Digital bisa membuat desa tetap mandiri, kreatif, dan kompetitif, tanpa kehilangan kearifan lokal. Kalau dulu teknologi terasa jauh, sekarang digital bisa “datang” ke desa kapan saja, tanpa harus diundang.

Filosofi lain yang menarik digital adalah jembatan antara tradisi dan modernitas. Ia memungkinkan inovasi sambil menjaga akar budaya. Bayangkan kalau teknologi cuma di kota besar, desa akan ketinggalan bukan karena malas, tapi karena akses terbatas.

Dengan digital, desa bisa menyesuaikan diri, belajar cepat, dan tetap relevan. Pepatah lama cocok “Tak kenal maka tak sayang”. Kalau tidak mengenal digital, jangan berharap bisa memanfaatkannya.

Digital juga mengajarkan kita soal adaptasi, kreativitas, dan kolaborasi. Inovasi tidak terjadi sendirian harus ada sinergi antara pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat.

Tanpa kolaborasi ini, digital cuma akan menjadi jargon keren yang dipakai di seminar atau pameran, tapi tidak memberikan manfaat nyata.

Ini jelas digital bukan ancaman, bukan barang mewah kota, bukan sekadar kode atau server. Digital adalah alat pemberdayaan, jembatan kreativitas, dan penyelamat masa depan. Ia bisa membuat desa tetap hidup, relevan, dan berdaya saing, meski berada jauh dari hiruk-pikuk kota besar.

Oleh sebab itu jangan takut sama digital, jangan menganggapnya sebagai hal sulit atau jauh dari kehidupan sehari-hari. Digital bisa menjadi penyelamat desa, penggerak inovasi, dan teman setia manusia, selama digunakan dengan cerdas dan kreatif. Kalau N250 bisa mengudara dan satelit menembus angkasa, digital bisa membawa desa terbang ke era modern.

Jadi, sambut era ini dengan sedikit banyolan dan optimisme “Jangan cuma ikut tren digital, pakai juga buat memberdayakan diri sendiri dan desa. Biar bukan cuma kota yang modern, tapi seluruh negeri ikut cerdas dan mandiri!”

Digital itu nyata, digital itu lucu, digital itu cerdas dan yang paling penting, digital bisa menyelamatkan desa tanpa harus ribet dengan kode dan server saja.[***]

Terpopuler

To Top