SUMSELGLOBAL

“Jangan Hanya Jadi Penonton Sumur Minyak, Saatnya Putra Muba Jadi Pemeran Utama!”

ist

(Bilingual Article / Artikel Dua Bahasa: 🇮🇩 Indonesia – 🇬🇧 English Summary Below)

ADA pepatah lama yang bilang “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Tapi di beberapa pelosok negeri, pepatah ini malah terbalik jadi justru di mana minyak ditambang, di situ warga lokal cuma melambai-lambai”.

Syukurlah, kabar dari Musi Banyuasin (Muba) kali ini bikin dada agak lapang, seperti celana training yang karet pinggangnya udah aus.

Pemerintah Kabupaten Muba akhirnya membuka gerbang karier buat putra daerah agar bisa nyemplung langsung ke kolam rezeki industri migas, dan bukan nyemplung buat foto-foto TikTok, tapi beneran kerja!

Lewat kolaborasi dengan PT Inti Brunel Teknindo dan KSO Karunia Pilar Nusantara, lowongan untuk tenaga teknik profesional dibuka lebar-lebar.Namun perlu diingat, kebijakan itu, bukan lomba panjat pinang, jadi yang daftar harus punya keahlian, bukan hanya punya mimpi dan niat.

“Kami tak mau anak-anak Muba cuma jadi penonton di kampung sendiri,” ujar Bupati Muba, H M Toha, yang pernyataannya bikin terenyuh sekaligus pengen berdiri nyanyi lagu “Indonesia Pusaka”.

Selama ini, kawasan kaya migas sering punya ironi ,sumur-sumur minyak berjajar gagah, tapi anak-anak mudanya malah antri di warung kopi, main domino sambil nunggu panggilan kerja dari entah siapa.

Coba tengok ke Norwegia, negara itu punya minyak juga, tapi mereka udah dari lama investasi besar-besaran di pendidikan vokasi, pelatihan industri, dan digitalisasi SDM-nya.

Warga lokal dilatih biar bisa ngoprek teknologi bor, bukan sekadar scroll TikTok. Hasilnya? Pendapatan per kapita melejit, dan warga lokal jadi bos di ladangnya sendiri.

Nah, Muba mulai sadar,  industri migas harus jadi panggung buat anak-anak lokal bersinar, bukan sekadar nonton dari kursi plastik sambil nyemil kerupuk.

Kalau kita hanya membuka lowongan, tapi tidak menyiapkan warganya dengan pelatihan, sertifikasi, dan bimbingan teknis, itu seperti ngajak orang masuk restoran mewah tapi gak punya uang buat bayar. Akhirnya cuma bisa nelen ludah sambil liatin orang makan steak.

Disinilah pentingnya peran Disnakertrans, bukan cuma jadi broker lowongan, tapi juga jadi koki yang nyiapin menu kompetensi. Kalau perlu, bikin program crash course teknik migas buat pemuda-pemudi Muba yang semangatnya masih menyala kayak obor Asian Games.

Mungkin bisa tiru Vietnam, mereka punya pusat pelatihan tenaga kerja industri minyak dan gas yang dilengkapi dengan simulator pengeboran. Bayangkan, latihan kerja migasnya udah kayak main gim, tapi hasilnya nyata pemuda-pemudinya banyak direkrut di Asia dan Timur Tengah.

Tentu kita apresiasi inisiatif ini, tapi jangan berhenti di opening ceremony, jangan sampai proyek ini cuma event tahunan buat numpang pamflet dan backdrop.

Ada baiknya Pemkab bikin monitoring & evaluasi berkala berapa warga yang diterima? dan berapa yang lanjut kerja? Berapa yang malah pindah jadi selebgram migas?

Juga disiasati supaya tidak hanya “yang punya orang dalam” yang bisa masuk, jangan sampai lowongan ini hanya milik kelompok The Untouchables of Muba, alias keluarga elite yang udah punya kartu nama dari lahir.

Program ini bagus, ibarat nasi padang lengkap, berisi, tinggal disantap, tapi jangan sampai cuma jadi etalase. Warga Muba udah cukup lama ngiler liat kue pembangunan. Sekarang saatnya mereka makan juga, bahkan kalau bisa, jadi kokinya sekalian.

Kalau program ini konsisten dan berkelanjutan, Muba bisa jadi contoh nasional  bahwa sumber daya alam bisa menjadi pendorong SDM unggul, bukan pemalas lokal yang hanya duduk di bawah tower sambil main catur dari botol bekas.

“Muba Maju Lebih Cepat” bukan hanya slogan di spanduk, tapi langkah konkret yang bisa dirasakan dari panci dapur sampai mimpi masa depan anak muda.

Karena kalau bukan sekarang, kapan lagi?,  kalau bukan warga Muba sendiri, masa iya anak tetangga terus yang dapat kerjaan?.[***]

———————————————————————————————————————-

Title:

“No More Spectators at the Oil Wells: Muba Youth, It’s Showtime!”

THERE’S  an old saying “Where the earth is stepped on, the sky is upheld” But in many resource-rich areas, the saying seems to be reversed “Where the oil is pumped, the locals just wave from afar”.

Thankfully, Musi Banyuasin (Muba) is breaking the pattern. The local government has opened up real opportunities for its young people to dive into the oil and gas industry not to take selfies at the drilling site, but to actually work!

In collaboration with PT Inti Brunel Teknindo and KSO Karunia Pilar Nusantara, professional job openings are now available for Muba’s finest. But let’s be clear: this isn’t a karaoke contest you need skills, not just dreams and prayers.

“We don’t want Muba’s youth to be mere spectators in their own land” said Muba Regent H.M. Toha, in a statement that hits the heart like a national anthem on a rainy Independence Day.

For too long, regions blessed with oil have suffered a strange irony the oil fields are rich, but the youth are stuck in roadside cafés playing dominoes and waiting for job offers that never come.

Let’s look at Norway. That country has oil too, but they’ve been investing heavily in vocational education and industrial training. Locals are trained to tweak oil rigs, not just scroll TikTok. The result? Sky-high income per capita and proud locals who run the show.

Muba seems to be catching on the oil and gas industry must be a stage for local talent, not just a Netflix show they watch with instant noodles.

Opening vacancies without proper training is like inviting someone to a luxury restaurant with no money to pay. They’ll just drool while watching others eat steak.

That’s where Disnakertrans (the local manpower office) comes in. They can’t just be a job post board they must be the chef who preps the talent buffet. Quick courses, certifications, mentoring all must be on the table. If needed, make the training fun and engaging. Use simulations like in Vietnam, where oil industry training uses drilling simulators so realistic it feels like gaming. But the results? Real jobs, real income.

We applaud this initiative, but let’s not stop at the ribbon-cutting. This shouldn’t be a yearly ceremonial event with plastic chairs and empty promises. It’s time for real monitoring How many locals get hired? How many stay? How many just go viral on TikTok with their helmet selfies?.

Let’s also ensure it doesn’t become an exclusive club for the well-connected. Job opportunities should not be a family heirloom passed down like a batik shirt at weddings. Level the playing field, or Muba’s youth will just be pawns in someone else’s game.

This is a good program like a hearty meal  rich, nutritious, ready to serve. But don’t let it become just decoration. Muba’s people have waited long enough, watching others eat the cake of development. Now it’s time they taste it and even bake their own.

If this effort continues, Muba could become a national example proving that natural resources can drive human resource development, not local apathy.

Because “Muba Maju Lebih Cepat” (Muba Advances Faster) shouldn’t just be a slogan on a banner it should be something felt from the frying pan to the dreamscape of its youth. If not now, when?. And if not Muba’s youth, must it always be someone else’s kids getting hired?.[***]

Terpopuler

To Top