DESA Bangkit Jaya nyaris jadi “Desa Bangkit Api” saat lahan satu hektare mulai dijilat si jago merah. Untungnya, Tim Gabungan Karhutla Muba datang bak Avengers lokal, lengkap dengan drone, semprotan, dan tekad anti-gosong. Tapi tunggu dulu, ini bukan cuma soal padam-memadam. Ini kisah tentang musim kemarau, tanah kering, dan pentingnya gotong royong biar kampung nggak berubah jadi panggangan raksasa.
Hari itu, matahari di langit Musi Banyuasin sedang galak-galaknya, kalau matahari bisa marah, mungkin dia baru saja habis ditikung oleh bulan. Panasnya bukan main, aspal aja bisa dijadikan wajan dadakan. Tapi Tim Gabungan Karhutla Muba tak gentar. Mereka berangkat menembus terik dengan semangat seperti pasukan nasi bungkus habis gajian.
Di langit, drone Satgas BNPB melayang-layang, mirip burung garuda robotik sedang ronda sore. Tiba-tiba, alat canggih itu menangkap sinyal panas di Kecamatan Sungai Keruh, seperti mantan yang suka kirim sinyal palsu, koordinatnya ngaco.
Setelah cek silang, ternyata titik api sebenarnya ada di Desa Bangkit Jaya, Kecamatan Jirak Jaya. Nah loh, bangkit Jaya hampir aja jadi “Gosong Jaya” kalau telat sedikit lagi.
Tim darat langsung tancap gas. BPBD, TNI, POLRI, Manggala Agni, dan perangkat desa pun berangkat, lengkap seperti rombongan sunatan massal minus sound system dan nasi kotak. Mereka tiba di lokasi dan mendapati sekitar satu hektare lahan mulai terbakar, dengan setengahnya sudah gosong. Vegetasi di sana seperti baru putus cinta: kering, rapuh, dan gampang terbakar.
Tanahnya gersang, air susah, dan angin ikut-ikutan bikin rusuh. Tapi Tim Gabungan bukan tim sembarangan. Dalam tempo yang relatif cepat (nggak pakai acara debat dulu), mereka berhasil memadamkan api sebelum si jago merah naik pangkat jadi jago kampung.
Api itu seperti hutang koperasi, kalau nggak diselesaikan cepat, bisa menumpuk dan membakar semua. Pepatah lama bilang, “Lebih baik mencegah daripada mengubur sawah.” Eh,,,, maksudnya mengubur abu bekas lahan terbakar. Intinya, jangan nunggu api jadi besar dulu baru heboh.
Makanya, Bupati Muba, H. M. Toha, mengingatkan pentingnya kerja bareng. “Ini bukan cuma tugas BPBD, ini tanggung jawab kolektif,” tegas beliau.
Benar juga, jangan cuma pas ada api baru kita semua kayak K-Pop fans habis liat idol turun bandara. Harus siap siaga dari awal!
Jadi, camat jangan cuma foto-foto acara seremonial, Kades jangan cuma bikin konten TikTok panen padi. Perusahaan jangan pura-pura amnesia soal CSR dan masyarakat, yuk, jangan main bakar-bakar sembarangan! Musim panas bukan alasan buat nyalain api, kecuali buat bakar semangat menjaga lingkungan.
Lahan satu hektare boleh padam, tapi semangat menjaga bumi jangan ikut redup. Muba sudah kasih contoh, respon cepat, kerja bareng, dan gak nunggu viral dulu baru bertindak, karena kalau semua nunggu “yang lain bergerak duluan,” bisa-bisa kita semua berakhir dengan kampung jadi panggangan dan langit berubah abu-abu seperti hati para mantan.
Ingat! tanah kering itu seperti hati kosong, sekali disulut, bisa terbakar habis. Maka, jangan tunggu sampai nasi jadi arang. Mari jaga bumi, mulai dari pekarangan sendiri.[***]