Artikel ini tersedia dalam dua bahasa, baca juga versi Bahasa Inggris di bawah / Read the English version below.
KALAU pemilu itu makanan, maka dia adalah pempek khas, lokal, asli dan jadi kebanggaan wong Palembang. Tapi ingat, pempek tanpa cuko itu ibarat demokrasi tanpa pengawasan rakyat, hambar, kering, dan bikin nyesel.
Nah, di sinilah Bawaslu hadir sebagai cuko, pedas, asam, manis, tapi justru bikin demokrasi berasa!
Selasa, 15 Juli 2025, kemarin di lantai 8 Kantor Wali Kota Palembang jadi dapur demokrasi Wali Kota Ratu Dewa menerima audiensi dari jajaran Bawaslu Kota Palembang, bukan cuma ngobrol-ngobrol kosong, tapi bahas program serius uji petik data pemilih dan Sekolah Volunter Pengawasan Partisipatif.
“Kite dak biso duduk bae sambil ngeluh. Pemilu itu harus dikawal, cak,” ujar salah satu staf dengan logat Palembang kental.
Bayangkan demokrasi itu seperti rumah yang harus dibersihkan bareng-bareng. Bukan cuma tugas petugas pemilu. Kalau kita diam bae, bisa-bisa rumah disapu maling suara.
Uji petik itu penting, bro. Jangan sampai yang sudah meninggal masih terdaftar, sedangkan yang masih hidup malah dak masuk DPT. Kacau nian, kan?.
Perlu belajar dari daerah lain, bahkan bila perlu dari negara belahan dunia yang demokrasi lebih baik, itu pasti keren, tengok Jepara di Indonesia, kreatif bisa bikin lomba vlog anti-politik uang. Anak muda diajak ngawasi lewat konten kreatif. TPS jadi panggung edukasi, bukan arena sogokan.
Kita keluar jauh di Benua biru, tepatnya di Barcelona, Spanyol, disana juga lebih kreatif malah bikin “Festival Demokrasi”, ada seminar, konser, sampai lomba cosplay caleg. Warga diajak senang-senang sambil belajar politik.
Di Tokyo, Jepang Ada aplikasi transparan. Pemilih bisa pantau hasil suara real-time, dan langsung lapor kalau ada yang aneh. Bersih nian, cak, sampai debu pun malu nongol, he..he.
Nah, Wali Kota kito Ratu Dewa nyambut semua inisiatif Bawaslu, bahkan sudah instruksikan Kesbangpol, BPKAD, dan OPD lainnya buat dukung penuh. “Pemilu ini urusan bersama, dak biso diserahkan samo satu lembaga” tegasnya.
“Bener jugo”. … kalau masak pempek cuma pake tepung tanpa ikan dan cuko, hasilnya cuma… kue tepung karet biso-biso bukan pempek yang jadi tapi donat…..
Yang jelasnya pesan dari kakek saya, demokrasi bukan hanya soal nyoblos. Tapi soal keterlibatan, pengawasan, dan suara rakyat yang tak bisa dibeli pake mie instan atau pulsa gratis. “Kalo’ dak galak nebang bambu, jangan mimpi buat suling [seruling]” – Pepatah Palembang untuk ngajak kita turun tangan langsung, bukan cuma nyinyir dari jauh.
Yuk, kita jadi “cuko” dalam pemilu yang membuat rasa demokrasi jadi sedap dan gurih cak dibuat dari ikan tenggiri asli dari kiriman sungsang… gak usah nunggu jadi pejabat, cukup ajak tetangga nyoblos, bantu awasi, dan tolak politik uang.
Karena demokrasi yang sehat, itu bukan hadiah dari elite, tapi masakan dari rakyat!. “Kalau kite diam bae, pemilu itu biso disulap jadi sinetron. Ngeri nian, cak.”- Pak Man, pensiunan Lurah, 67 tahun. ha..ha..!! [Kenal gak!!].[***]
Catatan Redaksi: Tulisan ini adalah kombinasi opini, feature, dan esai ringan sebagai bentuk apresiasi terhadap kolaborasi Pemkot Palembang dan Bawaslu. Gaya santai dan banyolan sengaja dipilih agar pembaca lebih dekat, paham, dan mau terlibat aktif dan diselipkan loga Palembang dikit sebagai perasa..
Kalau bermanfaat, silakan dibagikan. Kalau dak bermanfaat, anggap bae ini pempek rasa stroberi aneh, tapi minimal bikin senyum.
Title:
“Our Democracy Shouldn’t Be Like Pempek Without Cuko!”
IF elections were food, they’d be pempek a savory fishcake loved by the people of Palembang.
But pempek without cuko, the spicy-sour sauce, is bland and disappointing. Just like democracy without public oversight.
On Tuesday, July 15, 2025, the 8th floor of the Palembang City Hall became the kitchen of democracy Mayor Ratu Dewa met with Bawaslu Palembang to discuss essential programs like voter data audit and the Volunteer School for Election Monitoring. “We can’t just sit and complain. We have to protect the vote, cak,” said one staff member, speaking in thick Palembang dialect.
Imagine democracy as a house. If we don’t clean it together, someone might sneak in and rob it.
Bawaslu’s audit ensures no ghost voters roam the ballot box, and no living citizen is left out.
Inspiration from Other Cities :
-
Jepara, Indonesia
Held an anti-vote-buying video contest. Youths became watchdogs through viral content. The polling station became a classroom, not a marketplace. -
Barcelona, Spain
Hosted a “Democracy Festival” with concerts and costume contests. Voters came for the fun, stayed for the awareness. -
Tokyo, Japan
Created a real-time transparent voting app. People can track votes live and report issues instantly. So clean, even dust wouldn’t dare.
Mayor Ratu Dewa fully supported Bawaslu’s initiatives, instructing all departments to pitch in. “Elections aren’t the job of one institution alone,” he said.
Exactly. Like making pempek, it takes more than flour. Without fish and cuko, it’s just chewy sadness.
Democracy is not just about casting votes. It’s about participating, watching, and saying NO to cheap tricks and fake promises. “If you’re not brave enough to cut bamboo, don’t dream of playing the flute” – Palembang proverb, meaning stop complaining, start acting.
Final Thought: Be the Sauce!
Let’s be the cuko of democracy – the people who make it rich, spicy, and meaningful.
Even if we’re not officials, we can still watch, report, and inspire others to vote.
Because strong democracy is not a gift—it’s a dish made by the people.”If we stay quiet, the election might turn into a soap opera” – Pak Man, retired village chief, age 67.[***]
Editor’s Note: This article combines opinion, feature, and light essay to appreciate the synergy between Palembang City Government and Bawaslu.
We use humor and casual tone to engage readers and spark public participation.
If you find this useful, feel free to share. If not, just think of it as pempek with strawberry sauce-odd, but at least entertaining.