SUMSELGLOBAL

“Banggai vs Muba, Strategi Ketenagakerjaan Lokal Inspiratif”

ist

KOLABORASI ketenagakerjaan antara Pemkab Musi Banyuasin (Muba) dan Pemkab Banggai membuka lembaran baru bagi pembangunan SDM lokal di Indonesia. Dalam sharing session di Bogor Sentul, kedua daerah ini berbagi strategi unik terkait Perda ketenagakerjaan, dari peningkatan kapasitas tenaga kerja hingga peluang industri migas dan non-migas. Praktik inovatif yang ditunjukkan Muba dan Banggai bisa menjadi blueprint nasional, sekaligus pelajaran penting bagi pemerintah daerah lain untuk memprioritaskan kesejahteraan masyarakat dan serapan tenaga kerja lokal.

Kalau biasanya kita lihat berita pemerintah cuma “foto senyum pejabat + teks formal”, sesi ini beda, bro, bayangkan dua kabupaten dari pulau berbeda, Muba di Sumatera, Banggai di Sulawesi bertemu bukan untuk lomba joget, tapi adu strategi ketenagakerjaan, kalau di arena tinju, mereka saling melempar jurus regulasi dan inovasi SDM.

Muba, dengan Perda No 2 Tahun 2020 tentang Ketenagakerjaan, seperti tukang sulap yang bisa mengubah regulasi jadi peluang nyata bagi warga lokal. H. Mursalin, Kepala Bappeda, bercerita sambil sesekali bercanda “Kalau regulasi ini berhasil, tenaga kerja lokal nggak cuma kerja di belakang meja, tapi bisa nyemplung langsung di proyek migas”

Sementara Banggai, dengan praktik yang lebih sederhana tapi efektif, menekankan kesejahteraan tenaga kerja melalui pelatihan dan kolaborasi industri lokal. Kepala Disnaker Banggai, Ernaeni Mustatim, memberi contoh “Kami bikin program sertifikasi singkat, biar warga nggak cuma jadi penonton proyek tapi aktor utama”.

Kalau disatukan, Muba kayak “chef handal” dengan resep rumit tapi lezat, Banggai kayak “home cook” yang sederhana tapi hasilnya memuaskan. Ketika dua resep ini bertemu, jadilah masakan nasional, SDM lokal yang siap tempur di industri, terutama migas, tapi tetap mengutamakan kesejahteraan dan kualitas hidup.

Seringkali regulasi cuma berhenti di kertas, alias “nasi basi” yang nggak pernah dimakan, nah, Muba dan Banggai ngajarin kita bahwa Perda ketenagakerjaan bisa jadi alat nyata untuk memajukan ekonomi lokal. Dengan menyelaraskan kebijakan pemerintah dan kebutuhan industri, peluang kerja untuk warga lokal meningkat, produktivitas naik, dan masyarakat sejahtera.

Dalam sesi ini, tiga fokus utama muncul, yakni peningkatan Kapasitas SDM Lokal, maksudnya strategi pelatihan, sertifikasi, dan persiapan tenaga kerja menghadapi tantangan industri modern. Bayangkan SDM lokal seperti benih padi kalau dirawat dengan baik, hasilnya maksimal.

Peluang kerja di sektor Migas dan non-migas, maksudnya identifikasi dan pengembangan lapangan pekerjaan yang sesuai kompetensi lokal, seperti pepatah lama “Tak ada rotan, akar pun jadi”, kreativitas dan inovasi bisa membuka jalan.

Kesejahteraan tenaga kerja,upaya bersama meningkatkan taraf hidup warga melalui kebijakan dan pelatihan yang tepat sasaran.

Sinergi ini bukan sekadar sharing session biasa, ini adalah “laboratorium kebijakan” yang menguji bagaimana regulasi bisa menyentuh kehidupan nyata. Dan hebatnya, model ini bisa direplikasi di daerah lain tanpa perlu mengubah budaya lokal atau sumber daya yang ada.

Kalau Muba dan Banggai ini tokoh komik, Muba pasti si “Profesor Regulasi” yang suka menulis rumus di papan tulis, sedangkan Banggai si “Praktisi Lapangan” yang langsung terjun ke sawah dan proyek migas. Keduanya sama-sama punya misi mulia, “Mengubah warga lokal dari penonton menjadi pemain utama”.

Sekali waktu, Herryandi Sinulingga, Kepala Disnakertrans Muba, sempat bercanda “Kalau SDM lokal kita sudah terlatih, proyek migas bisa berjalan lancar. Kalau tidak? Ya, kita cuma jadi penonton, minum kopi sambil nonton pipa bocor!”. Humor ini bukan cuma lucu, tapi juga mencerminkan seriusnya komitmen mereka.

Jadi  yang bisa dipetik dari kolaborasi ini?, antara regulasi yang baik harus menyentuh rakyat, bukan hanya pejabat, kolaborasi lintas daerah dan lintas sektor membuka peluang baru, dan investasi pada SDM lokal adalah investasi jangka panjang.

Seperti pepatah Minang “Dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, artinya, kesempatan kerja lokal harus memanfaatkan potensi daerah masing-masing tanpa menyalahi aturan atau kehilangan identitas.

Muba dan Banggai menunjukkan ketenagakerjaan bukan sekadar angka di laporan, tapi kehidupan nyata bagi masyarakat lokal, sharing session ini bukan hanya soal pertukaran pengalaman, tapi juga blueprint masa depan, SDM lokal yang siap, regulasi yang menyentuh, dan kesejahteraan yang meningkat.

Jika daerah lain mau meniru, kuncinya jelas, kolaborasi, inovasi, dan keberanian untuk menyulap regulasi jadi peluang nyata. Dunia industri dan masyarakat lokal bukan lawan, tapi mitra, dan seperti kata pepatah Jawa “Mikul dhuwur mendhem jero”, angkat tinggi, tanam dalam. Artinya, kita harus membangun regulasi tinggi tapi tetap mengakar pada kesejahteraan rakyat.[***]

Terpopuler

To Top