Sosial

Bantuan Negara Bertemu Donasi Publik: Gotong Royong Era Digital Pulihkan Korban Kerusuhan

ist

DULU pepatah bilang “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”, sekarang mungkin harus ditambah “berat sama-sama di-crowdfunding, ringan sama-sama di-donasi digital.” Kenapa? Karena di era serba online ini, orang yang kehilangan warung akibat kerusuhan bisa saja mendapat bantuan bukan hanya dari negara, tapi juga dari donatur random di ujung dunia yang mungkin baru kemarin kenal lewat aplikasi donasi.

Insiden kerusuhan kemarin bukan hanya meninggalkan luka fisik dan korban jiwa, tapi juga membuat warung rakyat kecil jadi sasaran: ada yang terbakar, ada yang dijarah, ada juga yang tinggal papan nama. Di sinilah Kementerian Sosial (Kemensos) turun tangan dengan program bantuan sosial. Menteri Sosial, Gus Ipul, bahkan langsung blusukan ke RS Polri untuk menjenguk korban luka berat. Santunan Rp5 juta plus paket nutrisi pun dibagikan.

Tapi mari jujur, Rp5 juta itu di Jakarta kadang baru cukup buat bayar cicilan motor sama kuota internet. Sedangkan warung yang rusak butuh lebih banyak untuk bisa berdiri lagi. Maka pertanyaannya apakah negara cukup kuat berdiri sendirian?

Jawabannya ya kalau sendirian ya bisa capek, kayak jomblo yang tiap malam minggu bengong di kosan. Makanya, Gus Ipul sendiri bilang, Kemensos akan berkolaborasi dengan Pemda, Baznas, dan lembaga donasi. Konsep gotong royong digital jadi relevan.

Kalau dulu orang nyumbang harus lewat kotak amal masjid atau lewat amplop keliling kampung, sekarang cukup buka aplikasi, klik nominal, transfer, selesai. Ada yang Rp10 ribu, ada yang Rp100 ribu, bahkan ada yang nyumbang sambil nyindir “Semoga warungnya bisa bangkit, jangan kayak mantanku yang susah move on”

Platform digital membuka peluang orang biasa ikut bantu korban kerusuhan tanpa harus kenal langsung, semacam crowdfunding rasa gotong royong, tapi berbasis aplikasi. Jadi, meskipun rumah kita jauh di Sumatera, tetap bisa ikut bantu warung Pak Bejo di Jakarta yang terbakar saat kerusuhan.

Ini mirip pepatah Jawa “urip iku urup” (hidup itu menyala, alias harus memberi manfaat untuk orang lain). Bedanya, dulu manfaat dikirim lewat beras sekarung, sekarang dikirim lewat notifikasi bank.

Kadang ada yang sinis, “Masa korban kerusuhan harus nunggu donasi publik? Bukannya itu tugas negara?” Betul. Negara memang wajib hadir. Tapi, negara juga bisa lebih cepat kalau rakyat ikut nimbrung. Sama kayak orang dorong mobil mogok, makin banyak yang bantu dorong, makin enteng jalannya.

Kalau negara sendirian, hasilnya bisa kayak nonton sinetron 200 episode panjang, lambat, dan penuh drama birokrasi. Tapi kalau ditopang donasi publik, hasilnya bisa lebih gesit.

Jadi, alih-alih mempertentangkan bantuan negara dengan donasi digital, mending kita anggap ini kolaborasi ala Avengers, negara jadi Captain America, rakyat jadi Iron Man, platform digital jadi Spider-Man. Musuh bersama? Ya, kerusuhan itu sendiri dan dampaknya.

Dari cerita ini ada pepatah baru “jangan nunggu jadi korban dulu baru percaya pentingnya solidaritas”. Banyak orang baru sadar nilai gotong royong ketika dirinya atau keluarganya kena musibah. Padahal, prinsip gotong royong itu harusnya jalan tiap hari, bukan hanya pas ada kerusuhan.

Apalagi di zaman digital, bantu orang sudah semudah update status. Bedanya, kalau update status cuma dapat like, kalau donasi dapat pahala (bonusnya ketenangan hati).

Biar tulisan ini ramah mesin pencari, mari kita luruskan bantuan sosial, donasi digital, gotong royong, Kemensos, dan korban kerusuhan bukan sekadar kata kunci. Ini realita sehari-hari. Semakin sering diangkat, semakin besar peluang orang sadar bahwa solidaritas adalah solusi nyata.

SEO dalam kehidupan nyata itu seperti doa, kalau sering diulang, makin besar kemungkinan dikabulkan. Jadi kalau kita sering mengulang kata “bantuan sosial dan donasi digital bisa pulihkan korban kerusuhan”, semoga makin banyak orang tergerak ikut bantu.

Kerusuhan memang bikin luka, tapi juga membuka ruang untuk solidaritas. Bantuan negara penting, tapi donasi publik adalah bensin tambahan biar pemulihan lebih cepat. Gotong royong era digital ini ibarat colokan listrik bisa dipakai bareng-bareng, asal jangan rebutan port.

Jadi, mari kita rawat solidaritas ini. Biar warung yang terbakar bisa berdiri lagi, biar korban luka bisa tersenyum lagi, dan biar kita semua ingat bahwa negara kuat karena rakyatnya, dan rakyat kuat karena negaranya hadir.

Pepatah bilang “air setetes kalau dikumpulkan bisa jadi lautan”. Maka, Rp10 ribu yang kita donasikan, bila dikumpulkan, bisa jadi warung baru, bisa jadi harapan baru. Dan siapa tahu, bisa juga jadi bekal kita kelak di “bank akhirat”.[***]

Terpopuler

To Top