Seni & Budaya

Satu Malam di Borotan, Di Mana Kritik Sosial Menari dengan ‘Rima’

ist

Sumselterkini.co.id,- Malam Bukan Sekadar Malam, Tapi Panggung Kata-kata yang Berkibar-kibar Seperti Jemuran di Musim Kemarau.

Kalau biasanya Lawang Borotan cuma dilewati angin dan para penggemar selfie bermodal filter glowing, kemarin malam, tempat ini mendadak jadi lautan kata, gelombang rima, dan samudra syair. Seakan-akan Chairil Anwar bangkit sebentar dari pusaranya lalu berkata, “Aku mau bicara, diamlah sebentar!”

Ya, walaupun Hari Puisi Nasional sebenarnya jatuh di 28 April, rupanya Palembang memilih “pijakan kata” yang lebih lentur  yang penting niat, bukan tanggal! Jadilah acara sastra meriah yang dibikin belakangan, tapi tetap membakar suasana. Digagas oleh Dewan Kesenian Palembang (DKP) yang kayaknya sudah suntik semangat baru. Acara ini menyulap Lawang Borotan jadi panggung terbuka.

Tapi bukan panggung buat nyanyi dangdut atau orasi caleg, melainkan panggung buat menumpahkan isi hati lewat puisi. Dan bukan sembarang isi hati yang keluar malam itu adalah campuran antara cinta, keresahan, kritik sosial, sampai rayuan yang bisa bikin mantan ragu mau balikan.

Ketua panitia, Slamet Nugroho, menyebut Lawang Borotan dipilih karena tempat ini “magis” dan benar saja, aura magisnya terasa, apalagi saat ada yang baca puisi sambil mukanya seperti habis nonton berita politik lokal penuh gejolak batin.

Ketua DKP M. Nasir, membuka malam itu bukan dengan pidato standar, tapi dengan pantun yang lebih segar dari es jeruk saat panas terik

Kuku merah meranum oleh kembang pacar

Indah melentik bikin hati bergetar

Lawang Borotan malam ini menggelegar

Pecah oleh senandung puisi Chairil Anwar

Langsung saja para hadirin yang tadinya duduk manis, berubah jadi pendengar yang nyimak penuh. Ternyata, puisi memang masih bisa bikin orang berhenti scroll TikTok. Nasir juga menegaskan bahwa puisi bukan milik orang yang berpendidikan tinggi saja. “Puisi tak butuh istana,” katanya. Betul juga, kadang puisi malah lebih jujur lahir dari warung kopi, dari hati emak-emak, atau dari anak kos yang tanggal tua.

Malam itu makin riuh ketika selebgram Indah Ariani Mujaer tampil di panggung. Bukan buat endorse skincare atau pamer OOTD, tapi membaca puisi! Wih, move on dari caption estetik ke syair puitik!. Puisinya, “Salam untuk Pak Presiden” dan Lawang Borotan”, bikin hadirin melongo. Bukan karena viral, tapi karena suaranya menghentak langit malam. Ternyata, Instagram dan sastra bisa rujukan juga asal algoritmanya dikasih sentuhan kalbu.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kepala Dinas Perpustakaan ikut nimbrung. Bukan hanya duduk manis, tapi juga nimbrung baca puisi. Pak Zaki bahkan bilang, “Masyarakat masih rindu kalimat puitis.” Wah, ini kalimat yang bisa masuk spanduk nikahan, caption Instagram, dan (kalau dipikir-pikir) juga bisa jadi slogan kampanye asal jangan cuma manis di awal.

Dari malam yang penuh suara itu, satu hal jadi jelas puisi bukan benda purba yang hanya cocok dibacakan di kelas Bahasa Indonesia. Ia hidup, mengalir, dan kini turun ke jalan menggoda semua kalangan, dari pelajar sampai pejabat, dari seniman sampai selebgram.

Biar kata ekonomi lesu, jalan berlubang, dan harga cabai bikin dompet ikut puasa, puisi tetap bisa jadi pelipur. Dan malam di Lawang Borotan membuktikan satu hal penting kalau kata-kata masih bisa bikin kita diam dan merenung sejenak, berarti sastra belum kalah oleh konten viral.

Sorotan malam juga tertuju pada selebgram Indah Ariani Mujaer, yang membawakan dua puisinya, Salam untuk Pak Presiden dan Lawang Borotan. Suaranya menembus udara malam, membuktikan bahwa media sosial dan sastra bukan dua dunia yang saling menjauh, melainkan bisa saling merangkul.[***]

Deretan Pembaca Puisi:

Malam itu, para pembaca puisi tampil dengan keberagaman usia, profesi, dan latar:

Sella Devita – SMP PGRI

Sevilla Putri Davia – SMPN 1 Palembang

Muhammad Zaki Aslam – Kadis Perpustakaan Sumsel

Stefani Sitorus – Putri Anak Indonesia

Key Ghifari – Putri Anak Indonesia Pariwisata 2024

Alianda Permata Sari – SMPN 17 Palembang

Viola – SMPN 2 Palembang

Revalina Khanza – SMPIT Harapan Mulya

Ayu Safira – SMPN 13

Abel & Aqil – Bujang Gadis Palembang

Larifa – Putra Putri Sumsel 2024

Silva Prajawati – Dinas PUPR Kota Palembang

Ery Ahmad Fadillah – Putra Putri Sumsel 2024

Clianta Keyza Pebrian – SMPN 43 Palembang

Almira Tiara Khirani – SMP Islam Azzahra 1

Kalinka Syeren – Finalis Putri Anak

Diarita Ramadani – Universitas Muhammadiyah Ahmad Dahlan

Heri Mastari – Dewan Kesenian Palembang

Anton Narasoma – Penyair

Anwar Putra Bayu – Sastrawan

Toton Da’i Permana – Budayawan

Fir Azwar – Kepala SMAN 6 Palembang, seniman multitalenta

M.S. Iqbal Rudianto – Ketua DKSS

Nyimas Nazariah – Dinas Perpustakaan Sumsel

Putri Salimah – Miss Youth Sumatera Selatan

Putrii Mifta Qhuljannah – Mahasiswa Polsri

Sulaiman Amin – Kadis Pariwisata Palembang

Jaid Saidi alias Mang Jai – Penyair senior

Iqbal J. Permana – Penyair, pensiunan perbankan

Kolaborasi seni yang dipimpin Hasan (teater), Caca (musik), dan Mas Inug (sastra)

Terpopuler

To Top