Seni & Budaya

“Palembang Ramah Seni, Mural Edukasi Anti Vandalisme”

ist

PALEMBANG kini bukan cuma soal Sungai Musi yang legendaris atau pempek yang bikin lidah joget-joget, tapi juga tentang tembok-tembok kota yang sekarang ngomong pakai warna. Ya, benar!, tembok-tembok itu sekarang punya suara, tapi bukan suara pakai mic atau teriak-teriak kaya pedagang kaki lima. Mereka bicara lewat mural, goresan cat yang bikin mata warga melek, hati senang, dan kadang bikin ngakak sendiri karena kreativitasnya out of the box.

Kegiatan “Goresan Cindo Palembang Belagak  Stop Vandalisme” yang digelar Dewan Kesenian Palembang bersama Gen-RD ini, sebenarnya bukan sekadar lomba lomba-lombaan. Ini lebih mirip sekolah kilat buat generasi muda, belajar disiplin, kerja sama, dan kreatif tanpa harus nyuri cat tembok tetangga atau bikin coretan tak karuan yang bikin Satpol PP ngos-ngosan.

Kalau vandalisme itu kaya sambal tanpa rasa pedas tapi bikin mules, mural itu kaya rendang Padang berlapis-lapis makna, enak dipandang, dan bikin bangga kota sendiri.

Tembok di Palembang sekarang kayak guru tua bijak, diam tapi penuh pesan, setiap coretan, setiap warna, mengajarkan kita sesuatu. Tim Kuda Poni yang berhasil jadi juara pertama, misalnya, nggak cuma bikin mural keren tapi juga menunjukkan kalau konsistensi dan latihan itu kuncinya. “Alhamdulillah, kami bisa jadi juara pertama,” kata Iyan Comic dari Kuda Poni, sederhana, tapi penuh makna, kerja keras tanpa keluhan itu hasilnya manis, bukan cuma cat di dinding.

Di sisi lain, tim lain yang menang harapan atau favorit, juga menunjukkan satu hal kreativitas itu bukan tentang menang atau kalah, tapi bagaimana kita mengekspresikan diri dan memberi warna pada kehidupan. Ada pepatah bilang, “Hidup tanpa seni itu kaya kopi tanpa gula, pait!” Nah, mural adalah gula yang bikin kota Palembang manis dan menyenangkan.

Kalau kamu jalan-jalan ke Simpang Charitas, jangan kaget kalau ada mural yang bikin kamu ketawa, ada kuda pakai kacamata hitam, manusia kucing lagi selfie, sampai pesan anti-vandalisme yang kadang bikin ngakak sambil mikir, “Eh, iya juga ya.” Ini bukan sekadar dagelan, tapi strategi komunikasi kota. Humor bikin pesan lebih nyantol di kepala warga, orang gampang tersenyum, dan tanpa sadar mereka belajar, jangan coret-coret seenaknya.

Keren juga lihat Pemkot Palembang yang turun tangan serius tapi santai. Satpol PP, Dishub, Kepolisian, DKP, Gen-RD, semuanya bergandengan tangan. Ini mirip keluarga besar yang lagi bikin masakan bareng, ada yang motong sayur, ada yang bumbuin, ada yang jagain kompor biar nggak gosong. Hasilnya? kota jadi indah, aman, dan ramah seni, moralnya kolaborasi itu penting, nggak cuma di lomba mural, tapi juga di hidup sehari-hari.

Jadi indah

Kalau setiap orang cuma mikir sendiri tanpa peduli lingkungan, kota bakal kayak rumah kucing liar, berantakan, bau, dan bikin stress. Tapi dengan kolaborasi, semua bisa jadi indah, bahkan tiang listrik yang tadinya polos dan membosankan sekarang bisa jadi “model runway” mural kreatif.

Bayangkan kalau mural masuk ke sekolah-sekolah. Anak-anak bisa belajar menyalurkan energi tanpa merusa, menghargai karya orang lain, berpikir kreatif tapi tetap disiplin. Ini mirip pepatah Jawa “Ajining diri saka lathi, ajining kota saka mural.” Hehe, versi bebasnya harga diri kota juga kelihatan dari seberapa cantik temboknya. Anak muda belajar kalau ekspresi itu penting, tapi jangan sampai bikin orang lain susah hati.

Palembang tidak cuma ingin dikenal sebagai kota sejarah atau pusat kuliner, tapi juga kota ramah seni dan kreatif. Mural menjadi simbol transformasi, dari vandalisme ke karya yang edukatif dan inspiratif, ini juga memberi pesan moral, perubahan positif bisa dimulai dari hal sederhana. Cuma butuh kuas, cat, dan niat baik.

Kalau setiap warga ikut meramaikan kreativitas dengan cara yang sehat, kota ini bakal jadi galeri hidup, bukan cuma untuk dipandang tapi juga untuk dipelajari. Humor, warna, dan imajinasi bisa jadi alat edukasi paling ampuh. Lagian, siapa sih yang nggak senyum liat tembok kota yang bikin ngakak sambil mikir, “Wah, ternyata hidup bisa seindah ini”?

Mural di Palembang mengajarkan kita banyak hal ekspresikan diri tanpa merugikan orang lain, coretan bebas boleh, tapi tetap ada batasnya, kolaborasi bikin hasil lebih indah, kerja sama pemerintah, komunitas, dan warga itu seperti resep masakan, kalau semua komponen jalan, hasilnya lezat, kreativitas itu pendidikan karakter, disiplin, konsistensi, dan tanggung jawab bisa diajarkan lewat seni, dan humor dan estetika bikin pesan mudah diingat, kadang tertawa lebih efektif daripada ceramah panjang.

Akhir kata, Palembang membuktikan bahwa kota bisa belajar dan mengajar sekaligus, dari tembok yang dulunya bisu, kini lahir pelajaran hidup yang penuh warna, humor, dan hikmah. Jadi, jangan heran kalau besok kamu jalan di kota ini dan merasa seperti masuk galeri seni sambil ngakak, itu Palembang lagi ngajarin kita semua, bahwa hidup lebih indah kalau kreatif, disiplin, dan ramah seni.[***]

Terpopuler

To Top