Seni & Budaya

Museum dr AK Gani Gelar Peringatan Perang Lima Hari Lima Malam

Sumselterkini.co.id, Palembang – 72 tahun lalu, atau tepatnya 1- 5 Januari 1947 telah terjadi Perang 5 hari 5 Malam (PLHLM) di Palembang, peristiwa ini sangat penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Yayasan Museum A.K. Gani, Priyanti Gani, saat Gelaran Peringatan Perang Lima Hari Lima Malam tahun 1947, di Monpera Palembang, Selasa (1/1/2019).

“Menurut catatan PMI ketika itu, sekitar 2.000-3.500 orang pihak Indonesia menjadi korban dari serangan berutal pasukan Belanda. Namun, sepertinya banyak yang lupa. Padahal, bangsa yang besar, seperti kata Bung Karno adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya,” terangnya.

Atas dasar itulah, Museum dr AK Gani, mengadakan kegiatan tersebut dan didukung oleh Dewan Kesenian Palembang, Lembaga Budaya Ulu Melayu, dan Yayasan Kesultanan Palembang Darussalam, Serta Komunitas Pencinta Sejarah UIN Raden Fatah Palembang.

Peringatan ini selain diskusi, juga menggelar doa bersama khususnya kepada para pahlawan yang terlibat dalam Perang Lima Hari Lima Malam di Palembang.

“Diskusi, Musikalitas Puisi dan baca puisi dari Fir Azwar Kepala Sekolah SMU 10 Palembang dan musisi Palembang, Iir Stone, juga turut digelar dalam peringatan ini,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Budaya Ulu Melayu , Vebri Al Lintani menjelaskan dipilihnya Monpera Sumbagsel sebagai tempat kegiatan karena bangunan ini sebagai penanda peristiwa dimulainya tragedi kelam tersebut.

“Perang diawali pada hari Rabu, tanggal 1 Januari 1947, sekitar pukul 05.30 pagi,” kenangnya.

Ketika itu, Lanjut Vebri, sebuah kendaraan Jeep yang berisi pasukan Belanda mabuk karena pesta malam tahun baru, keluar dari Benteng dengan kecepatan tinggi, mereka melampaui daerah garis demarkasi yang sudah disepakati.

Kendaraan Jeep itu melintasi Jalan Tengkuruk membelok dari Jalan Kepandean (sekarang Jalan TP. Rustam Efendi) lalu menuju Sayangan, kemudian melintasi ke arah Jalan Segaran di 15 Ilir, yang banyak terdapat markas pasukan RI/ Lasykar seperti Markas Napindo, Markas TRI di Sekolah Methodist, rumah kediaman A.K. Gani, Markas Divisi 17 Agustus, Markas Resimen 15 dan markas Polisi Tentara.

Aksi Belanda yang melampaui batas ini disambut oleh pihak republik, maka dimulailah perang yang kemudian berlanjut dengan perang gerilya di wilayah bukit barisan Sumbagsel.

Senada dengan itu, Sejarawan Palembang, Kemas Ari Panji, mengatakan jika melihat betapa gigihnya para pejuang dalam perang lima hari lima malam, sudah selayaknya peristiwa ini dijadikan momen bersejarah oleh pemerintah Sumatera Selatan dan kota Palembang.

Seharusnya, diungkapkan Kemas, momen ini diperingati setiap tahun agar masyarakat tahu, bahwa daerah ini juga memberikan sumbangan besar terhadap kemerdekaan RI. “Bukankan dengan mengingat sejarah, rasa kecintaan terhadap Negara ini (nasionalisme) akan semakin kuat,” tegasnya.

Bahkan jika dikemas dengan baik, peringatan bersejarah seperti ini dapat juga bermanfaat dari sisi kepariwisataan. “Jika para pejuang telah melewati jalan yang sangat sulit untuk kemerdekaan, keterlaluan sekali kita jika tidak dapat menyelenggarakan kegiatan yang sekadar mengingat jasa-jasa mereka,” terangnya.[**]

 

Penulis : fly

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com