Peristiwa

Waspada, Cuaca Ekstrem Datang Tak Terduga

POTENSI kejadian cuaca ekstrem kini kembali muncul. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan bahwa ada potensi hujan lebat disertai angin puting beliung, kilat, petir, dan butiran butiran es, di sejumlah daerah di Indonesia antara 13–19 Mei 2022 sehingga kewaspadaan harus ditingkatkan.

Awan besar dan tinggi itu akan datang bersama gerak angin dari arah Barat yang disebut arus udara Madden Julian Oscillation (MJO).

Arus MJO adalah fenomena reguler. Ia adalah siklus udara yang berputar secara periodik dari satu kawasan laut di Samudra Hindia bagian barat, agak mendekat ke Pantai Afrika Timur, bertiup ke Samudra Pasifik Barat.

Massa udara ini bergerak sebagai awan tinggi, beberapa ribu meter di atas paras laut, menyusuri sekitar garis khatulistiwa, melewati Kepulauan Indonesia. Sampai di Pasifik, arus ini bergerak turun, dan kembali meluncur ke arah barat sebagai angin lembut yang bertiup beberapa ratus meter di atas laut.

Siklus ini memakan waktu 40-60 hari. Awan tinggi itu bergerak di atas Indonesia selama 5–6 hari. Begitu yang terjadi selama ini. Namun, kali ini ada yang agak berbeda. Sebab, temperatur laut di lepas Pantai Afrika Timur lebih panas dari biasanya, dan karena itu lebih banyak menguapkan air laut ke udara, maka deretan awan yang yang lebih besar dan tebal pun terbentuk dan bergerak ke Timur. Bila bercampur dengan awan-awan lokal yang ada di atas langit Indonesia, ia akan tumbuh menjadi awan besar. Hujan angin disertai geledek petir dan butiran es pun berpeluang terjadi.

BMKG melihat indikasi potensi pertumbuhan awan hujan yang cukup signifikan di langit Indonesia. Sebagian diyakini sebagai hasil fenomena MJO yang saat ini berada di fase 4 (maritime continent). Awan yang datang belum terlalu besar. Namun, di saat arus massa udara itu masuk ke fase 4-5 diperkirakan antara 14–20 Mei, awan besar, tinggi dan tebal pun akan muncul dan berpotensi mendatangkan cuaca dengan hujan ekstrem.

‘’Berdasarkan prediksi kondisi global, regional, dan probabilistik model diprakirakan daerah dengan potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat sepekan ke depan, secara umum, terdapat di wilayah Aceh, Sumatra Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung,’’ begitu peringatan dari BMKG yang dirilis Jumat (13/5/2022).

Di Indonesia, arus massa udara Madden Julian Oscillation itu bergerak baik di utara maupun selatan garis khatulistiwa. Dari pola gerakan awan yang ada, daerah Provinsi Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Lampung, serta Bangka-Belitung memang berpeluang lebih besar menerima siraman hujan lebat itu. Namun, dengan probabilitas yang lebih rendah, cuaca ekstrem ini bisa menimpa provinsi lainnya, kecuali Nusa Tenggara Timur (NTT). Potensi awan itu akan menyurut setelah siklus MJO ini selesai. Tak tertutup kemungkinan siklus berikutnya juga akan membawa awan tebal lagi sekiranya suhu air laut di perairan lepas Afrika Timur Samudra Hindia masih hangat.

Hujan deras pada Mei ini tentu sebuah fenomena di luar pakem bagi banyak daerah di Indonesia. Pada dasarnya, pola hujan di Indonesia amat dipengaruhi oleh sistem angin monsunal, tatanan yang dikendalikan oleh pergerakan (semu) matahari. Hasilnya, dengan segala variasinya, November–April adalah musim hujan dan Mei-Oktober kemarau. Angin monsonal memberi pengaruh utama bagi pergerakan musim di Indonesia, meskipun ada sejumlah fenomena alam lain yang ikut bermain, termasuk kondisi topografis wilayah setempat.

Fenomena La Nina dari Samudra Pasifik memberikan pengaruh berupa musim hujan yang datang lebih awal, lebih basah dengan curah hujan tinggi atau lebih panjang. Sebaliknya, ada El Nino yang kadang datang memberikan musim kemarau yang lebih panjang, lebih kering meranggas. Ada pula fenomena arus angin global Rossby yang berputar di belahan bumi utara dan kadang pengaruhnya terasa di Indonesia. Arus Rossby ini juga terjadi di laut dan menimbulkan gelombang tinggi.

Selain faktor-faktor alam yang sudah diketahui, ada kemungkinan pula fenomena lain yang belum terungkap. Semuanya telah membangun sistem iklim yang berlangsung selama ribuan tahun dan memberikan pakem atau standar baku pola iklim dan zona iklim. Namun, pola iklim itu kini telah bergeser dan situasi ekstrem pun terjadi.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sering menyebut cuaca ekstrem ini adalah fenomena yang muncul akibat perubahan iklim. Pakem cuaca berubah. Para pakar perubahan iklim menyepakati bahwa suhu bumi semakin panas. Dibandingkan kondisi sebelum Perang Dunia II, suhu udara bumi secara rata-rata telah naik 1,1 derajat Celsius, dan akan naik ke 1,5 derajat Celsius dua dekade ke depan jika emisi karbon tak bisa dipangkas. Konsentrasi CO2 di udara meningkat dari 340 ppm di awal 1950-an menjadi kini 415 ppm.

Sedikit atau banyak, situasi ini memberi pengaruh suhu siang 36,1 derajat Celsius selama sepekan, pada 1–7 Mei 2022 di Tangerang. Di saat yang sama temperatur tinggi pun menyengat Pontianak. Perubahan bentang alam, dengan banyaknya bangunan tinggi, yang memperlambat gerakan angin, ikut menyumbang pembentukan iklim mikro yang panas di Tangerang dan Pontianak. Tapi, sistem cuaca global dan regional yang menjadi pengendalinya.

Di bawah kendali cuaca regional dan global itu Kuwait mencatat suhu udara tertinggi 52,2 derajat pada 9 Juni 2019. Bagdad mencatat rekor 52 derajat Celsius setahun kemudian. Di udara Gujarat, India, gelombang panas datang melintas dengan suhu 46 derajat Celsius pada awal Mei 2020. Ribuan ekor burung yang terjebak ke dalam pusaran hawa panas itu terhempas jatuh ke tanah dan mati. Mereka kehilangan tenaga karena terdehidrasi lebat. Perubahan iklim telah membuat pergerakan cuaca lebih sulit diduga.Indonesia.go.id (***)

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com