Peristiwa

Pulau Disegel, Laut Menggugat, Saat Tambang Tak Punya SIM & Laut Jadi Korban

ist

SEANDAINYA laut bisa ngomong, mungkin dia sudah bikin status “Lelah, Bang. Aku dijarah terus, tanpa tanya, tanpa izin, tanpa salam…”
Dan mungkin Pulau Citlim pun bakal curhat di TikTok, pakai backsound sedih, lengkap dengan tulisan “Sakitnya tuh di dasar karang”.

Baru-baru ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bak Satpol PP-nya laut, turun tangan menyegel tiga pulau di Kepulauan Riau. Pulau Citlim, Pulau Kapal Besar, dan Pulau Kapal Kecil kena ‘garis polisi’. Tapi jangan salah sangka, bukan karena nonton konser dangdut ilegal, tapi karena aktivitas tambang dan reklamasi di sana nggak punya surat-surat lengkap. Ibarat pengendara motor masuk tol, tanpa helm, STNK, SIM, dan malah ngebut sambil selfie. Ya wajar ditilang.

Coba bayangin laut dan pulau-pulau kecil itu kayak rumah kos. Kalau mau numpang tinggal atau bahkan renovasi kamar mandi, ya harus izin dulu dong sama yang punya. Dalam hal ini, KKP adalah ibu kos yang megang kunci gembok. Tapi nyatanya, ada saja penyewa liar yang masuk tanpa permisi, malah ngebor pasir, bangun bangunan, dan bikin reklamasi.

Kalau sudah rusak, laut pun murung. Terumbu karang jadi pecah, ikan-ikan stres, dan nelayan melongo nunggu ikan yang nggak datang-datang.

Kegiatan tambang oleh PT. JPS di Pulau Citlim bahkan disebut-sebut belum punya rekomendasi pemanfaatan pulau kecil, apalagi izin PKKPRL dan reklamasi. Itu kayak mau bangun mall di halaman rumah orang, tanpa izin RT, RW, dan tetangga sebelah. Keren bener.

Pepatah Lama Bilang “Air Beriak Tanda Tak Dalam, Tapi Air Tercemar Tanda Ada Tambang Nakal. Direktur Jenderal PSDKP, Bapak Ipunk (yang nama resminya Pung Nugroho Saksono), ngomong dengan nada tegas tapi adem seperti wedang jahe di musim angin tenggara.

Beliau bilang KKP hadir sebagai respon dari jeritan masyarakat. Warga sekitar ternyata bukan hanya curhat di grup WhatsApp RT, tapi juga kirim aduan resmi. Hasilnya, pengawasan dari Polisi Khusus PWP3K membuktikan bahwa kegiatan di tiga pulau itu ibarat main layangan di tengah bandara sangat berbahaya dan penuh potensi bencana.

Sesuai aturan terbaru (PMKP Nomor 10 Tahun 2024 dan PMKP Nomor 28 Tahun 2021), semua kegiatan yang mau menggunakan ruang laut atau pulau kecil wajib punya surat izin yang sah. Biar jelas siapa ngapain di mana. Kayak daftar hadir saat upacara bendera. Tanpa itu, ya dianggap bolos.

Bukan hanya di Kepri, persoalan ini ibarat fenomena gunung es. Yang kelihatan cuma segel dan penyegelan, tapi di bawah permukaan, ada dugaan rusaknya ekosistem, hancurnya terumbu karang, berkurangnya populasi ikan, dan hilangnya mata pencaharian nelayan. Semua demi kepentingan investasi yang kadang lebih mirip praktik serakah.

Nah, yang lebih menarik lagi, KKP sekarang nggak kerja sendirian. Mereka ngajak rame-rame Kementerian Investasi, Dinas Kelautan, Dinas Energi, Dinas Lingkungan Hidup, sampai Dinas Penanaman Modal.

Pokoknya semua “Dinas Avengers” dikerahkan, karena yang ngotori laut itu kerja bareng, maka bersihinnya juga harus bareng-bareng. Baru adil, bukan?

Apa susahnya sih minta izin dulu?, bukankah nelayan kecil yang cuma mau masang jaring aja kadang masih harus mikir gelombang dan arah angin? Masa tambang gede-gedean malah main asal gali?

Bukan anti-investasi, loh, tapi kita cuma nggak mau laut kita jadi korban cinta satu malam: digoda, dirusak, lalu ditinggalkan.

Negara kita punya 17 ribu pulau lebih. Tapi yang benar-benar kita jaga baru sedikit. Jangan sampai nanti anak cucu kita hanya bisa belajar soal laut biru dari buku pelajaran atau lukisan dinding restoran seafood.

Laut itu bukan tempat buang sial atau lahan bancakan elite. Dia sumber kehidupan. Ia bisa kasih kita ikan, wisata, bahkan inspirasi lagu. Tapi kalau dia terus dilukai, jangan salahkan kalau suatu hari laut akan kembali marah.

Kalau pulau-pulau kecil bisa ngomong, mereka pasti bakal bilang, “Kami kecil, tapi jangan diremehkan. Kami tak ingin jadi korban kerakusan yang besar”

Dan untuk kalian yang suka menyelundup masuk ke pulau tanpa izin: ingatlah pepatah lama dari nelayan tua,
“Jangan menebar jaring di lautan hukum, kalau tak siap tersangkut di kapal hukum”.[***]

Terpopuler

To Top