Peristiwa

Hutan Tak Cuma Soal Daun, Ia Adalah Nafas, Nasi, & Nasib Kita..

dok : ist

Sumselterkini.co.id, – Kalau bumi ini manusia, maka hutan adalah paru-parunya. Tapi celakanya, paru-paru kita udah penuh asap. Bukannya asap rokok, tapi asap dari kebakaran lahan, emisi kendaraan, dan cerobong pabrik yang kerja rodi dari pagi sampai malam. Dan kita? Masih asyik geleng-geleng kepala di TikTok, sambil bilang “kasihan banget ya hutan sekarang”tapi nyatanya tetap buang sampah sembarangan dan lupa nyiram tanaman.

Dalam kondisi sekarat begitu, kabar soal Pertamina nanam 9 juta pohon sejak 2018 memang terdengar, seperti embun di tengah musim kemarau. Segar. Adem. Menyejukkan hati. Apalagi kalau disertai fakta bahwa itu juga berdampak ekonomi ke masyarakat. Katanya bisa menurunkan emisi 222 ribu ton CO₂eq per tahun. Wow! Kita kasih standing applause. Tapi… sebentar dulu.

Jangan buru-buru disulap jadi pahlawan pohon dulu. Karena bagaimanapun, kita juga tak bisa menutup mata bahwa Pertamina adalah pemain utama di industri energi berbasis fosil, industri yang juga jadi biang kerok utama krisis iklim. Jadi, ini ibarat penjual gorengan yang juga dagang obat kolesterol. Enak, tapi agak bikin mikir.

Mereka tanam pohon, betul. Tapi sambil terus ngebor, betul juga. Mereka kasih pelatihan pupuk organik, mantap. Tapi sambil tetap mengolah BBM yang nyumbang emisi global? Nah, itu PR besar yang belum selesai.

Kita bukannya ingin nyinyir. Justru kita apresiasi. Tapi jangan sampai program ini jadi sekadar bedak tipis untuk menutupi wajah yang mulai kusam oleh karbon. Hutan itu bukan panggung buat CSR tahunan. Ia adalah pangkal hidup manusia. Menanam pohon bukan kegiatan simbolis buat diguyur likes di Instagram resmi perusahaan. Ia adalah tindakan jangka panjang yang kalau salah kelola, bisa lebih cepat tumbang daripada ditebang.

Apalagi kita tahu, Hari Hutan Sedunia ini sering jadi panggung pura-pura peduli. Hari di mana mendadak semua orang jadi cinta daun, suka tanah, dan rajin pakai kata “berkelanjutan” dalam presentasi. Tapi begitu lampu sorot mati, file PDF ditutup, dan media pulang, hutan kembali sepi. Lahan kembali diukur. Alat berat kembali berdatangan seperti jin pengabul keinginan investor.

Dan di tengah kebisingan itu, muncul cerita seperti dari Wastoyo, petani hutan dari Lampung. Beliau bisa bikin usaha dari kulit kopi dan meraup Rp1,5 miliar setahun. Bukan dari tambang emas atau batu bara, tapi dari sisa kopi yang selama ini cuma dianggap ampas. Bayangkan kalau pendekatan semacam ini dikembangkan lebih luas  kita bisa hidup sejahtera dari menjaga, bukan merusak.

Hutan bukan cuma soal ekologi. Ia juga soal ekonomi dan identitas. Ia adalah dapur bagi banyak komunitas adat. Adalah rumah bagi flora-fauna yang belum tentu kita temui di tempat lain. Kalau kita kehilangan hutan, kita bukan cuma kehilangan oksigen. Kita kehilangan warisan. Kita kehilangan masa depan.

Oleh sebab itu, kepada Pertamina teruslah menanam, tapi jangan berhenti pada bibit. Lanjutkan sampai ke akar kesadaran. Kalau serius ingin Net Zero Emission, jangan cuma netralin dosa dengan daun, tapi juga pangkas sumber dosanya. Transisi energi itu bukan tren, tapi keharusan. Dan jangan sampai program penghijauan jadi etalase palsu yang dibikin sekadar agar laporan tahunan tampak ramah lingkungan.

Dan kepada pemerintah, tolong jangan ikut-ikutan menjadikan Hari Hutan cuma hari seremoni. Tanam satu pohon, terus pulang bawa goodie bag. Kita butuh lebih dari itu. Kita butuh arah, visi, dan keberanian untuk bilang “tidak” kepada investor yang hanya ingin kayu, tapi tak peduli akarnya tumbuh di mana.

Kepada kita semua, mari jujur. Hutan bukan milik perusahaan, pemerintah, atau LSM semata. Ia adalah milik bersama. Kalau hari ini kita masih buang tisu sembarangan, masih cuek pada sampah plastik, atau masih males nanam satu pohon pun di pekarangan rumah, maka kita pun bagian dari masalah.

Selamat Hari Hutan Sedunia. Mari rawat pohon sebelum yang tersisa hanya “pengumuman penanaman”. Mari jaga hutan sebelum ia hanya hidup di lukisan dan cerita rakyat. Karena saat hutan hilang, yang tinggal hanyalah hutang pada generasi mendatang.[***]

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com