Peristiwa

Demo Buruh 28 Agustus 2025 – Teriakan dari Jalanan, Alarm dari Perut yang Keroncongan

ist

HIDUP itu memang ibarat dapur, maka demo buruh 28 Agustus 2025 adalah suara panci yang jatuh berulang kali di lantai berisik, bikin kaget, tapi tak bisa diabaikan, dari Jakarta sampai Surabaya, dari Batam sampai Makassar, ribuan buruh tumplek blek di jalanan, menuntut apa yang seharusnya sudah jadi hak, kerja yang manusiawi dan upah yang bisa bikin anak-anaknya sekolah tanpa harus jual kambing warisan.

Di Jakarta, pusat keramaian ada di depan Gedung DPR RI, sekitar 10 ribu buruh hadir, lengkap dengan spanduk, toa, dan semangat. Kalau ini konser Coldplay, tiketnya pasti sold out lima menit. Bedanya, yang dikumandangkan bukan lagu Fix You, tapi teriakan hapus outsourcing, naikkan upah, tolak PHK massal!.

Tuntutan mereka sederhana tapi penting upah minimum 2026 naik 8,5–10,5%, hapus outsourcing, bentuk Satgas PHK, reformasi pajak yang adil, dan sahkan RUU Perampasan Aset. Kalau ditulis di kertas, mungkin terlihat panjang, tapi intinya jelas buruh ingin diperlakukan sebagai manusia, bukan batu bata di pabrik yang gampang diganti kapan saja.

Pepatah Jawa bilang, jer basuki mawa bea, segala sesuatu butuh biaya, begitu juga kesejahteraan pekerja. Tak mungkin negara maju kalau buruhnya hidup setengah mati. Lihat saja Jepang pasca perang, mereka bangkit bukan dari harta melimpah, tapi dari buruh yang diperlakukan dengan hormat. Bandingkan dengan kita, di mana sering kali lebih gampang ketemu warteg 24 jam ketimbang dokter spesialis atau kontrak kerja tetap.

Salah satu tuntutan paling kencang adalah penghapusan outsourcing, bagi buruh, sistem ini ibarat pacaran 10 tahun tapi tidak pernah dinikahi. Statusnya selalu “sementara”, tiap tahun deg-degan diperpanjang atau tidak. Padahal perut tidak bisa menunggu, cicilan rumah tidak bisa ditunda, dan anak sekolah butuh uang SPP tiap bulan, bukan tiap kontrak.

Kalau perusahaan dan negara terus menerapkan pola kerja outsourcing tanpa perlindungan, jangan heran kalau loyalitas buruh luntur. Sebab, seperti kata pepatah, orang yang dipelihara dengan cinta akan memberi hasil berlipat ganda, sebaliknya, orang yang diperlakukan seperti sandal jepit akan gampang ditinggal begitu ada yang baru.

Demo besar tentu bikin aparat keringetan juga, lebih dari 4 ribu personel gabungan dikerahkan untuk jaga Senayan. Polisi kali ini katanya tak bawa senjata api, cuma senyum dan tameng. Jalan raya di Gatot Subroto, Sudirman, sampai Thamrin sempat siap-siap macet.

Untung banyak pegawai DPR disuruh WFH, mungkin biar rapat tetap lancar tanpa harus bersaing dengan toa buruh yang suaranya lebih kencang dari pengeras masjid Subuh.

Tapi di balik hiruk pikuk, suasana demo tetap relatif damai. Tidak ada kerusuhan besar, tidak ada anarko yang mengacau, hanya suara-suara lantang yang sudah terlalu lama dipendam. Kalau negara bijak, suara itu harus didengar, bukan ditutup dengan tembok tinggi dan AC dingin ruang rapat.

Demo buruh 28 Agustus 2025 ini sejatinya alarm keras, buruh bukan hanya mesin penghasil laba. Mereka adalah manusia yang ingin hidup layak, punya waktu bercengkerama dengan keluarga, dan merasa aman dari ancaman PHK mendadak. Kalau tuntutan ini diabaikan, jangan kaget suatu saat buruh lebih memilih jadi vlogger TikTok ketimbang pekerja pabrik. Karena, jujur saja, kadang bikin konten joget lebih menjanjikan ketimbang kontrak outsourcing tanpa kepastian.

Pepatah bilang, negara yang kuat bukan yang punya tentara banyak, tapi yang buruhnya tersenyum saat pulang kerja, kalau masih ada buruh yang harus lembur 12 jam, tapi gajinya hanya cukup untuk beli kuota, itu artinya sistem kita sedang sakit.

Demo buruh 28 Agustus 2025 mengajarkan satu hal penting suara rakyat kecil tidak pernah benar-benar padam. Mereka mungkin tak punya akses ke iklan prime time atau kursi parlemen, tapi mereka punya jalan raya sebagai panggung,  Hari ini, panggung itu bergema dari Jakarta sampai pelosok negeri.

Sudah waktunya pemerintah dan DPR berhenti menutup telinga, jangan tunggu panci pecah baru sibuk mencari tutup, karena buruh, seperti nasi di dapur, adalah sumber energi negara. Kalau nasinya basi, jangan harap negara bisa kenyang.[***]

Terpopuler

To Top