Peristiwa

Bara Tak Kenal Musim

ist

Sumselterkini.co.id – Beberapa hari terakhir, cuaca di Kecamatan Indralaya Utara panasnya nyaris setara hati mantan saat lihat kita bahagia. Terik matahari tak hanya membakar kulit tapi juga bikin semak-semak jadi seperti kerupuk kering, rapuh, dan tinggal nunggu ‘kresss’ kalau ketemu api. Dan benar saja, Kamis sore (1/5/2025),

Semak belukar di Desa Palem Raya, Ogan Ilir, langsung berubah jadi arena barbeque akbar seluas ±2 hektar. Sayangnya, yang terbakar bukan ayam, tapi lahan gambut!

Musim kemarau ini memang seperti kompor portable alam semesta. Sekali ada bara, langsung merambat ke mana-mana, seperti gosip tetangga yang tidak sempat di-filter. Makanya begitu kejadian, 10 personel BPBD dan 5 anggota polisi langsung turun tangan. Mereka datang bawa mesin jinjing dan mobil tangki air, bukan bawa tikar dan termos kopi. Karena ini bukan piknik. Ini perang melawan api yang bisa ngumpet di balik akar!

Kepala BPBD Ogan Ilir, Pak Edi Rahmat, ngomongnya serius, “Kami langsung melakukan pemadaman.” Tapi yang nggak disebut adalah perjuangan timnya yang harus nyungsep di semak-semak lebat, kadang jalan merangkak kayak main benteng-bentengan zaman kecil dulu.

Sedangkan Kapolsek Indralaya, AKP Junardi, juga ikut nimbrung, “Api masih menyala di beberapa titik.” Nah, ini dia yang bikin deg-degan lahan gambut itu kayak mantan yang susah move on bara apinya bisa tersimpan lama di dalam, lalu tiba-tiba muncul lagi dengan drama baru.

Kita tahu, kebakaran ini bukan cuma soal cuaca panas, tapi juga karena gaya manusia yang kadang kreatifnya kelewat batas. Buka lahan pakai api itu seperti ngundang setan ke pesta ulang tahun nggak tahu kapan bakal rusuhnya!

Jangan salah, ini bukan cuma pelanggaran hukum, tapi juga pelanggaran akal sehat. Sudah banyak kok negara dan daerah yang berhasil mengelola lahannya dengan baik. Lihat saja Australia di musim panas mereka tahu wilayahnya rawan terbakar, makanya sistem deteksi dini, patroli udara, dan edukasi masyarakat mereka jalan terus, bukan cuma wacana di ruang rapat ber-AC.

Di Indonesia sendiri, ada kok contoh baik. Kalimantan Barat, misalnya, sudah beberapa tahun terakhir giat menerapkan “Desa Peduli Api”. Warga dilibatkan, dilatih, dikasih peralatan. Biar bukan cuma BPBD yang kelabakan tiap musim kemarau. Karena sejatinya, api itu bukan musuh satu dinas tapi musuh bersama. Dan pepatah lama pun bilang api kecil jadi kawan, besar jadi lawan, tapi sekarang, api besar pun tetap dianggap ‘tidak ada’ sebelum viral di TikTok.

Makanya, yuk kita rombak mindset. Jangan cuma panik waktu sudah muncul asap. Jangan pula sibuk menyalahkan angin, panas, atau suhu global. Kalau niat bakar lahan masih lebih besar dari niat jaga bumi, ya bakal kebakaran terus tiap tahun. Harusnya kita bisa kayak Jepang  teknologi tinggi, tapi budaya disiplin dan tanggung jawabnya lebih tinggi lagi. Sampah dipisah, api dijaga, dan lingkungan dihormati seperti mertua yang baru pertama kali datang ke rumah.

Kalau tiap tahun lahan terbakar, tapi pelakunya tak pernah sadar, maka negeri ini akan terus dihantui asap dan musibah. Karena yang perlu dibasahi bukan cuma lahan, tapi juga kepala-kepala keras yang pikir buka lahan pakai api itu cepat dan murah. Murah sih iya, tapi ongkos lingkungannya? Mahal.

Jadi, yuk berubah. Jangan tunggu rumput tetangga terbakar baru sadar pentingnya siram halaman sendiri.[***]

Terpopuler

To Top