Perbankan & Keuangan

Uangmu, Masa Depanmu: Jangan Sampai Saldo Jadi Drama FYP

OJK

SOBAT millennial, pernah nggak sih kalian ngerasa saldo rekening itu kayak FYP TikTok? Tiba-tiba naik, viral sebentar, eh besoknya… tinggal kenangan. Nah, itulah realita keuangan generasi digital, cepat, penuh peluang, tapi juga banyak jebakan. Kalau nggak paham, bukan cuma saldo yang nangis, masa depan juga bisa kena drama.

Baru-baru ini, dalam keterangan pers dilaman resmi OJK,  Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, hadir di Universitas Bengkulu buat ngobrol soal literasi finansial. Topiknya terdengar berat “Menumbuhkan Generasi Melek Finansial: Memahami Dinamika Ekonomi dan Stabilitas Keuangan sebagai Pilar Perekonomian Nasional”.

Tapi Mirza nggak bikin mahasiswa ngantuk. Dia bikin serius jadi relatable, bagaimana uang digital, investasi, dan risiko bisa langsung memengaruhi hidup kita sehari-hari.

Mirza menekankan, menjaga stabilitas ekonomi nasional itu bukan cuma tugas OJK. Ada empat institusi yang bekerja bareng, kayak Avengers tapi versi ekonomi, OJK, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan LPS.

Kalau mereka kompak, ekonomi aman, politik aman, masyarakat tenang. Tapi kalau generasi muda nggak melek finansial? Hati-hati, saldo rekening bisa ludes karena pinjol ilegal atau investasi abal-abal yang awalnya terdengar “wah”, tapi ujungnya bikin dompet nangis.

Masalahnya, banyak mahasiswa tergiur iming-iming cepat kaya. “Investasi ini untung 100% seminggu!”. Siapa yang nggak kepincut? Tapi pepatah lama tetap berlaku “Yang cepat datang, cepat pula pergi”. Uang gampang masuk, gampang juga hilang kalau nggak paham fundamental. Investasi bukan ajang lomba TikTok, bukan siapa yang viral duluan yang menang. Kalau asal ikut-ikutan, saldo rekening bisa seperti konten FYP, ramai sebentar, lalu hilang tanpa jejak.

Era digital memang memberi banyak kemudahan. Fintech, dompet digital, hingga cryptocurrency memungkinkan siapa pun jadi investor. Tapi di balik kemudahan itu, banyak jebakan, aplikasi abal-abal, pinjaman online ilegal, dan tawaran investasi yang terlalu bagus untuk jadi kenyataan. Kalau generasi muda nggak kritis, bukan cuma saldo yang kena, tapi mental juga bisa terguncang.

Solusi nyata ada, dan nggak serumit yang dibayangkan. Pertama, belajar dulu sebelum modalin uang. Jangan cuma percaya testimonial di TikTok atau Instagram. Cek legalitas platform, pahami risiko, baca review. Ingat, ilmu itu seperti helm saat naik motor, nggak bikin kamu cepat sampai, tapi bisa bikin selamat.

Kedua, ikuti edukasi finansial resmi. OJK, bank, dan lembaga terkait sering bikin webinar atau kelas online. Ini bukan kuliah ekonomi yang bikin mata melotot, tapi materi praktis yang bisa langsung dipraktikkan. Mahasiswa bisa belajar menabung, investasi dasar, dan mengelola risiko secara benar.

Ketiga, mulai dari skala kecil. Jangan langsung all-in, apalagi cuma karena takut ketinggalan tren. Uang itu teman, bukan musuh. Perlakukan dengan bijak, jangan sampai jadi “teman drama” yang bikin nangis di malam minggu. Mulai dari investasi kecil, pelajari mekanisme pasar, baru perlahan tambah modal.

Mirza juga menekankan peran literasi finansial untuk pertumbuhan ekonomi lokal. Mahasiswa yang paham finansial bisa jadi penggerak ekonomi daerah, wirausaha, investasi cerdas, sampai program ekonomi kreatif. Dengan dukungan pemerintah, kampus, dan sektor keuangan, ekonomi lokal bisa mekar, bukan cuma dompet pribadi yang nangis.

Selain itu, literasi finansial memperkuat ketahanan sosial dan politik. Masyarakat yang paham dasar keuangan cenderung lebih rasional dalam mengambil keputusan, mengurangi risiko penipuan dan spekulasi berlebihan, sekaligus mendukung stabilitas sistem keuangan. Jadi, belajar soal uang bukan cuma buat diri sendiri, tapi juga buat masyarakat luas.

Langkah praktis yang bisa diambil generasi muda, yaitu cek legalitas platform keuangan. Pastikan aplikasi atau layanan investasi resmi dan terdaftar di OJK.

Mulai dari investasi kecil. Pelajari dulu instrumen dasar sebelum menaruh modal besar dan belajar terus-menerus. Ikuti webinar, baca literatur resmi, pahami tren dan risiko terbaru. Gunakan teknologi dengan bijak, fintech memudahkan, tapi jangan sampai membuat keputusan impulsif.

Jadi, literasi finansial adalah fondasi bagi generasi muda menghadapi era digital. Pemahaman yang kuat akan produk keuangan, risiko, dan mekanisme pasar memungkinkan individu membuat keputusan cerdas, menghindari jebakan pinjaman ilegal dan investasi berisiko tinggi, serta berkontribusi pada ketahanan ekonomi nasional.

Dan generasi muda harus menyadari bahwa uang bukan sekadar alat konsumsi, tapi instrumen membangun masa depan. Dengan pengetahuan, strategi, dan kesadaran risiko, mereka bisa mengubah peluang digital menjadi keuntungan jangka panjang, baik untuk diri sendiri maupun masyarakat luas.

Jangan sampai saldo rekening viral karena drama, tapi viral karena keputusan cerdas yang membangun masa depan.[***]

Terpopuler

To Top