ADA momen paling ditunggu mahasiswa selain tanggal gajian orang tua, jawabannya tentu wisuda. Institut Rahmaniyah Sekayu (IRS) baru saja menggelar Wisuda ke-XXVII dengan 172 sarjana baru yang resmi dilepas ke dunia nyata.
Ibarat burung yang selama ini tinggal di sangkar kampus, kini dilepas ke alam bebas, bedanya, burung bisa langsung terbang cari makan, sementara sarjana kadang masih nunggu panggilan interview yang tak kunjung datang.
Acara berlangsung di Opproom Pemkab Muba, lengkap dengan toga, senyum bangga, plus rombongan pejabat yang hadir, dari Bupati, perwakilan LLDIKTI, sampai Kapolres diwakili. Pokoknya yang datang lebih rame daripada acara kondangan tetangga, saking banyaknya pejabat, kalau semua kasih wejangan, bisa-bisa wisudawan pulang bukan bawa ijazah, tapi bawa buku motivasi setebal kitab suci.
Rektor IRS, Dr. Wandi Subroto, dengan penuh haru mengumumkan 172 wisudawan lulus dengan berbagai jurusan, yakni 76 Manajemen, 36 Akuntansi, 60 Hukum. Ada juga tiga lulusan terbaik, salah satunya Jimmy Kurniawan dengan IPK 3,97. Angka segitu bikin banyak orang bengong, karena IPK dompet kebanyakan mahasiswa biasanya 0,97 menjelang akhir bulan.
Tapi jangan salah, di balik toga yang kinclong itu ada kisah pilu perjuangan, ada yang rela begadang berhari-hari, bukan untuk nonton drama Korea, tapi ngetik skripsi sambil nangis, karena tanda tangan dosen pembimbing lebih sulit daripada tanda tangan artis K-Pop. Ada yang sempat hampir putus asa, bahkan lebih sering putus pacar. Intinya, wisuda ini hasil dari tumpukan fotokopian, keringat, dan kadang air mata, plus doa orang tua yang kalau ditotal, lebih tebal daripada bab 3 metodologi penelitian.
Staf Ahli Bupati Muba, Drs. Thabrani Rizki, datang mewakili Bupati, pesannya jelas “Wisuda bukan akhir, tapi awal perjuangan”, bahasa halusnya “Selamat, kalian baru masuk bab baru, bab mencari kerja”. Pemerintah Muba pun mendukung penuh dengan program beasiswa. Tapi tetap saja, sarjana harus siap bersaing.
Kata orang bijak, “Ilmu itu bekal hidup, tapi kalau cuma jadi pajangan di lemari, ya sama aja kayak panci baru yang nggak pernah dipakai masak”.
Ketua Yayasan, Dr. M. Yustian Yusa, juga kasih wejangan, katanya, suatu saat IRS bisa buka program S2 atau S3. Wah…, kalau beneran ada, bisa jadi sarjana yang sekarang akhirnya balik lagi jadi mahasiswa, ibarat mantan yang nggak bisa move on, balik lagi ke pelukan kampus.
Jaga attitude
LLDIKTI pun berpesan, jangan cuma jago teknologi, tapi attitude juga harus dijaga, karena percuma pinter kalau kelakuan kayak notifikasi pinjol, bikin orang kesel.
Wisuda ini ibarat main Mobile Legends, tamat satu match, tapi season baru sudah menunggu, jadi jangan senang dulu, karena musuh di depan lebih banyak, mulai dari HRD yang jutek, persaingan kerja, sampai cicilan motor.
Ada pepatah Jawa bilang, urip iku urup, maksudnya hidup itu harus menyala, namun jangan salah paham, bukan menyala kayak lampu jalan yang kadang mati di tengah malam, melainkan menyala memberi manfaat untuk sekitar. Jadi, sarjana bukan sekadar punya gelar, tapi harus bisa jadi lilin, walau meleleh tetap memberi cahaya. Tapi jangan kebanyakan meleleh juga, nanti dikira lagi galau ditinggal nikah mantan.
Jimmy Kurniawan, lulusan terbaik dari Ilmu Hukum, mewakili teman-teman, katanya, perjuangan itu berat, tapi berkat doa orang tua dan dukungan dosen, akhirnya bisa lulus. Dalam bahasa mahasiswa “Perjuangan skripsi lebih berat dari perjuangan rebutan kursi kantin”, tapi tentu, tantangan selanjutnya lebih besar, bagaimana jadi agen perubahan, bukan agen pulsa.
Jadi, pada akhirnya, wisuda ini bukan sekadar seremonial pakai toga dan lempar topi, ini adalah pintu gerbang menuju dunia nyata. Dunia yang kadang kejam, kadang kocak. Ada yang langsung dapat kerja, ada yang banting setir jadi pengusaha, ada juga yang malah jadi konten kreator sambil nyari cuan dari reels dan TikTok.
Tapi satu hal yang pasti, sarjana yang kalem tapi konsisten, pelan-pelan bisa menenggelamkan tantangan hidup, jangan buru-buru minder kalau belum sukses, hidup itu maraton, bukan sprint 100 meter.
Selamat untuk 172 sarjana baru Institut Rahmaniyah Sekayu, ingat!, gelar itu tanggung jawab, kalau kata bapak-bapak bijak jadilah sarjana yang bukan cuma bisa ngomong teori, tapi juga bisa beli gas 3 kilo tanpa hutang ke warung.[***]