DUNIA kampus, istilah “komite audit” sering terdengar seperti hantu: banyak yang tahu namanya, tapi jarang terlihat aksinya. Padahal, komite audit bisa menjadi mata-mata strategis yang memastikan PTN BH tetap berjalan di jalur manfaat, bukan hanya mengejar prestise atau angka ranking internasional. Bayangkan kampus seperti kapal besar riset dan inovasi adalah layar, sedangkan komite audit adalah nahkoda yang menavigasi agar kapal tidak tersesat di lautan ego akademik.
PTN BH bukan sekadar simbol gengsi atau brosur mewah yang dipajang di website resmi, ia memiliki misi besar menjadi rujukan perguruan tinggi lain dan memberikan solusi nyata bagi masyarakat. Sayangnya, banyak riset berhenti di laboratorium, seperti resep rahasia yang hanya dibaca koki tapi tak pernah dimasak untuk warga. Di sinilah komite audit berperan: memastikan setiap inovasi diimplementasikan dan memberi manfaat nyata.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Fauzan, menegaskan PTN BH harus hadir sebagai problem solver yang memberi dampak nyata. Ia bagaikan petani yang menanam benih inovasi tanpa komite audit, benih itu bisa layu karena salah perawatan atau tersesat di kebun yang salah. Pepatah lama mengatakan, “Tak ada rotan, akar pun jadi.” Artinya, jika inovasi tidak langsung bisa diimplementasikan, setidaknya ada jalur agar tetap berguna bagi masyarakat.
Kalau dikaitkan humor kampus, bayangkan seorang dosen membuat robot pertanian canggih selama dua tahun, tapi akhirnya hanya dipajang di lobi kampus. Mahasiswa datang cuma selfie, bukan belajar memanfaatkannya. Nah, di sinilah komite audit hadir menghubungkan riset dengan kebutuhan nyata masyarakat, industri, dan daerah 3T, mereka memastikan PTN BH bukan cuma “pamer otak”, tapi benar-benar mencetak manfaat sosial-ekonomi.
Selain itu, komite audit juga menjaga agar kepemimpinan kampus tidak terseret ego elit, yang sering memprioritaskan prestise global daripada solusi lokal. Kampus seperti perahu nelayan, jika kapten hanya sibuk menghias layar agar terlihat bagus dari jauh, ikan pun tak ada yang tertangkap. Komite audit memastikan setiap kebijakan dan proyek kampus memberi resonansi positif bagi masyarakat sekitar, bukan sekadar untuk skor di laporan tahunan.
Riset yang hanya berhenti di laboratorium ibarat sungai yang mengalir tanpa bendungan: air bisa meluap ke mana-mana dan tidak sampai ke sawah.
Komite audit adalah bendungannya, mengarahkan aliran riset agar memberi manfaat maksimal bagi masyarakat, industri, dan pemerintah. Dengan komite audit yang aktif, PTN BH bisa memastikan setiap inovasi tersalur ke tempat yang tepat, tepat waktu, dan tepat guna.
Kolaborasi lintas kampus dan sinergi dengan industri serta pemerintah adalah kunci agar riset tidak hanya berhenti di prototipe. Bayangkan riset seperti benih pohon, jika ditanam sendirian di tanah gersang, hasilnya sedikit. Tapi jika ditanam bersama di lahan subur, dengan pupuk dan air yang cukup, benih itu akan tumbuh menjadi pohon yang memberi buah bagi banyak orang. Komite audit memastikan benih riset itu tidak hanya ditanam, tetapi juga dirawat dan dituai hasilnya.
PTN BH sebaiknya melibatkan komite audit sejak perencanaan riset agar orientasi manfaat publik jelas, memperkuat kolaborasi lintas wilayah agar riset bermanfaat di kota besar maupun desa terpencilm dan meningkatkan komunikasi dengan industri dan masyarakat agar hasil riset cepat diadopsi dan memberi dampak sosial-ekonomi.
Ilmu tanpa implementasi seperti sungai tanpa air indah dilihat tapi tak memberi kehidupan. Komite audit hadir sebagai penjaga arus agar setiap tetes ilmu dari PTN BH benar-benar memberi manfaat bagi publik.
PTN BH memiliki tanggung jawab besar bukan sekadar prestise atau ranking, tapi menjadi ekosistem unggul yang memberi dampak nyata bagi masyarakat. Komite audit adalah pilar penting yang menjaga agar setiap langkah kampus sejalan dengan kepentingan publik, dari hilirisasi riset, kolaborasi lintas daerah, hingga pengembangan solusi sosial-ekonomi. Dengan komite audit yang aktif dan visioner, PTN BH bisa benar-benar menjadi kapal problem solver bangsa, bukan sekadar simbol gengsi akademik.[***]