Pendidikan

Bersarung Tapi Bersuara Nasional

kemanag

LOMBA adu keren antara santri zaman dulu dan santri zaman sekarang, mungkin hasilnya seri, kenapa demikian ?karena  dulu menang soal hafalan, dan  sekarang menang follower Instagram.

Tapi jangan salah, dua-duanya tetap cinta negeri dan doyan ngaji, pemandangan ini terasa betul di Santri Summit 2025, ajang yang bikin sarung, semangat, dan suara santri tumplek blek di Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta.

Ada yang datang bawa kitab, ada yang bawa tripod, dan ada juga yang bawa semangat mau viral tapi tetap halal. Seribu lebih santri dan pelajar dari berbagai pesantren ngumpul, bukan buat rebutan takjil, tapi rebutan inspirasi!

Digelar di Auditorium Harun Nasution, Kampus I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, acara ini bukan sekadar kumpul-kumpul ala santri karena lebih mirip temu akbar alumni Hogwarts yang nyantri, nyastra, sekaligus nyentuh ranah digital.

Lebih dari seribu santri dari seluruh penjuru negeri hadir, gaya mereka? santai tapi berisi, ada yang pakai peci, ada juga yang pakai bucket hat. Intinya semua hadir dengan satu semangat, jadi santri keren yang ikut bangun negeri, bukan sekadar bangun kesiangan.

Direktur Pesantren Kemenag RI, Basnang Said, bilang santri sekarang bukan lagi simbol keagamaan semata. Betul! Karena kalau hanya jadi simbol, nanti dikira hiasan dashboard mobil.

Kata beliau, santri itu sekarang harus jadi garda depan, bukan garda penyok di bumper, tapi garda perubahan yang bisa jawab tantangan zaman sambil tetap berdzikir dan menjaga akhlak.

Pepatah bilang, “Berakit-rakit ke hulu, berenang di TikTok kemudian,” eh, maksudnya berenang ke masa depan dengan nilai spiritual sebagai pelampung.

Rektor UIN Jakarta, Asep Saepudin Jahar, juga ikut angkat suara, beliau menyebut Santri Summit ini bukan cuma forum silaturahmi. Ini ajang curhat level nasional, curhat gagasan, relasi, bahkan mungkin curhat jodoh kalau berani. Namun jangan lupa, bukan acara lamaran massal, meski banyak Gen Z yang wajahnya syar’i tapi followers-nya syar’kastic.

Talkshow di Santri Summit 2025 ini ibarat soto campur, semua ada dari motivasi hidup, karir, keislaman Gen Z, sampai jadi konten kreator yang tetap nyambung ke surga.

Ada Risty Tagor yang ngajak kita berbagi cerita biar hati nggak sesak, ada Ang Sharly yang bilang solusi itu kayak jodoh, akan datang kalau kita ikhlas, dan Raihan Habib yang menegaskan bahwa doa itu seperti kuota unlimited selalu nyambung ke langit asal sinyal hati stabil.

Lalu datang sesi kedua sampai kelima, yang isinya seperti nasi kotak penuh lauk ada Wirda Mansur yang semangat banget bahas karir dan karya tulis, Inara Rusli yang cerita soal menjaga nilai Islam di tengah tren joget Reels, hingga Bicara Pede dan Rian Fahardhi yang ngajari santri cara bikin konten tanpa dosa, tapi tetap dosa-dosa bikin orang tertawa.

Sesi terakhir diisi oleh mereka yang berkarya sesuai passion, jangan salah, passion itu bukan cuma lukisan dan musik.

Bisa juga berbentuk apoteker yang nge-rap, atau dokter yang jadi penceramah TikTok. Pokoknya, santri sekarang nggak bisa dipukul rata, kalau dulu dipukul pakai mistar, sekarang cukup dipukul pakai notifikasi Zoom.

Santri zaman dulu memikul kitab tebal, santri sekarang memikul tripod dan kamera. Tapi nilai yang mereka junjung tetap sama: kejujuran, kerja keras, dan keberkahan. Mereka ini seperti kopi tubruk, meski tampak sederhana, tapi bisa bikin mata terbuka dan hati berdebar.

Santri bukan hanya simbol masa lalu, tapi cahaya masa depan, karena negeri ini butuh lebih banyak orang yang bisa ngaji dan nge-vlog tanpa kehilangan akhlak.

Santri Summit 2025 bukan cuma acara tahunan yang penuh selfie dan sambutan panjang. Ini adalah cermin bagi bangsa bahwa santri bisa ikut nentuin arah zaman, dari sarung ke panggung, dari mushola ke media sosial, mereka hadir bukan untuk viral semata, tapi untuk memberi makna.

Pepatah bilang, “Santri sejati bukan yang banyak hafalan, tapi yang banyak tindakan”, jadi, selama ada santri yang tetap ngaji sambil ngonten, dan tetap sopan meski trending, negeri ini InsyaAllah aman dari krisis moral dan konten gak jelas.

Karena pada akhirnya, santri itu bukan soal pakaian atau tempat mondok, tapi tentang bagaimana hati tetap terhubung ke langit, sambil kaki melangkah mantap ke masa depan.[***]

Terpopuler

To Top