Pemprov Sumsel

Musyawarah Mufakat Ala Notaris,”Bukan Cuma Sahkan Warisan, Notaris Kini Juga Sahkan Keharmonisan”

ist

Sumselterkini.co.id,- Kalau orang mendengar kata “notaris”, yang terbayang biasanya adalah orang berkacamata tebal, duduk di balik meja besar, dengan pena mewah dan wajah seperti habis baca undang-undang sambil disetrika. Tapi hari Rabu, 28 Mei 2025, suasana jadi beda. Di sebuah ruangan ber-AC di Palembang, Gubernur Sumatera Selatan H. Herman Deru naik panggung dan melempar bola panas ke arah para notaris. Bukan bola hukum, tapi bola harapan dan secuil pesan damai.

Dalam acara Konferwil dan Upgrading 2025 Ikatan Notaris Indonesia (INI) Sumsel, Gubernur HD tegas menekankan notaris itu bukan sekadar pelengkap penderita dalam cerita hukum. Mereka ini, katanya, adalah bagian integral dari pemerintahan.

Wah, berat juga tugas notaris sekarang. Dulu cuma diminta sahkan surat jual beli tanah, sekarang diminta bantu pemerintah jaga kedamaian. “Kerja sama yang baik, kerja ikhlas, kerja cerdas dengan minimnya masalah membantu Pemerintah Sumsel dalam zero conflict,” kata Gubernur.

Kalau boleh menambahkan, itu sama seperti sopir ojek online yang kerja ikhlas, kerja cerdas, dan tidak pernah ngambek saat order dibatalkan berarti dia bagian dari solusi, bukan polusi.

Tapi yang paling menarik dari pidato Gubernur sebenarnya bukan soal digitalisasi, bukan juga soal Koperasi Merah Putih, tapi tentang kekompakan. Dalam gaya khas beliau, Gubernur menyampaikan supaya jangan sampai muncul “notaris perjuangan” dan “notaris reformasi”. Lho, ini acara Konferwil atau kongres partai? Jangan-jangan sebentar lagi ada “notaris militan” dan “notaris moderat”.

Bayangkan, kalau notaris mulai berkelompok macam partai politik, nanti urusan balik nama tanah saja bisa kena lobi dulu. Bahaya kalau notaris jadi seperti tukang bakso  tiap gerobak punya ideologi. Pepatah bilang”. Bersatu kita teguh, berpecah kita rebutan klien”

Dalam konteks ini, musyawarah mufakat bukan cuma soal milih ketua, tapi juga soal menjaga marwah profesi. Jangan sampai notaris terjebak dalam jurang politisasi yang bikin sidik jari klien ikut goyang.

Lalu soal upgrading notaris di era digital, Gubernur menyelipkan pesan teliti-teliti sebelum tanda tangan. Karena sekarang, teknologi memudahkan orang bikin surat dalam lima menit, tapi juga memudahkan orang kena pasal dalam lima detik “. Zaman digital itu seperti makanan instan. Cepat, tapi kadang bikin sakit perut kalau nggak dibaca dulu kandungan gizinya,” begitu kira-kira kalau dijadikan perumpamaan.

Gubernur juga membuka pintu lebar-lebar buat kerja sama notaris dengan Koperasi Merah Putih. Janjinya, kalau ada desa yang kesulitan dana, Pemprov siap bantu take over. Ini semacam kartu sakti kalau tak sanggup bayar notaris, lapor ke gubernur. Kalau betulan diterapkan, mungkin notaris ke depan harus buka cabang di balai desa sambil bawa printer portabel.

Sementara itu, Ketua INI Sumsel Irfan Ardiansyah menyampaikan harapan yang klise tapi tetap relevan sinergi. Ya, kata ‘sinergi’ ini memang sering muncul di pidato organisasi. Tapi seperti kue lapis, makin sering disajikan makin enak kalau benar-benar dipraktikkan.

Konferwil INI Sumsel kali ini bukan sekadar ganti ketua, tapi juga momentum untuk menyegarkan kembali komitmen profesi notaris bukan cuma pengesah dokumen, tapi juga penjaga harmoni. Jangan sampai notaris jadi seperti alat musik yang selalu fals saat dimainkan bareng. Seperti kata pepatah tua dari kampung sebelah “Kalau satu pensil bisa patah, tapi segenggam pensil bisa jadi senjata… atau minimal bisa coret-coret spanduk organisasi dengan kompak”. [***]

Terpopuler

To Top