Pemerintahan

Menyembelih Ego, Tak Semudah Menyembelih Sapi

ist

Sumselterkini.co.id, – Pagi buta tanggal 6 Juni 2025, udara Palembang masih sejuk seperti es mambo rasa melon. Di halaman Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo, kemarin terlihat lautan manusia mulai menggelar sajadah. Ada yang datang bawa keluarga, ada juga yang datang sendirian tapi tetap khusyuk kayak hati mantan yang udah legowo liat kamu nikah sama orang lain.

Sholat Idul Adha dimulai dengan imam bersuara merdu Ustadz Kgs Abdul Rasyid Shiddiq. Suaranya halus, bikin hati luluh, walaupun sandal jemaah ada yang ketuker sama merek lain. Setelah itu, giliran Ustadz Mukmin Zainal Arifin naik mimbar. Khotbah beliau ibarat sate kambing empuk, berbumbu, dan kadang menyentuh ulu hati.

“Takwa itu jangan hanya di masjid, tapi juga di kantor, di pasar, bahkan di TikTok!” kata beliau kurang lebih dengan gaya serius tapi menohok. Intinya, takwa itu bukan kayak parfum yang dipakai hanya kalau ada acara penting. Takwa itu harus nempel 24 jam, kayak hutang pulsa ke teman.

Di tengah jemaah yang diam mendengarkan (meski beberapa khusyuk sambil ngintip tas plastik isinya daging titipan), tampak juga Wali Kota Palembang Ratu Dewa, Wakilnya Prima Salam, dan para pejabat Pemkot. Kompak, pakai baju koko seragam, kayak anak paskibra mau upacara. Tapi yang paling penting, mereka juga mendengarkan soal pengorbanan. Kata Pak Wali, Idul Adha bukan cuma soal sembelih sapi, tapi sembelih ego, waktu, dan rasa ingin dipuji.

Nah ini, yang agak susah. Menyembelih sapi itu ada panduannya, ada panitianya, ada pisau dan plastiknya. Tapi menyembelih ego? Wah, itu kadang panitianya harus pakai doa, puasa Senin-Kamis, dan sabar tiga galon.

Coba tanya ke kita sendiri. Waktu adzan subuh kemarin, mampukah kita menyembelih rasa nikmatnya selimut? Saat punya gaji lebih, mampukah kita menyembelih rasa sayang duit untuk bersedekah? Atau pas jadi pejabat, mampukah kita menyembelih rasa ingin selfie terus dengan baliho tiap tiga langkah?

Panitia kurban Masjid Agung tahun ini menerima 14 sapi dan 16 kambing. Hebat. Tapi lebih hebat lagi kalau pejabat juga bisa berkurban rasa tak ingin dikritik, berkurban sedikit fasilitas, dan bersedia turun ke kampung-kampung bukan hanya saat musim pencalonan. Sebab, kalau rakyat butuh bantuan, mereka nggak nunggu baliho dipasang dulu baru lapor.

Kurban bukan hanya potong hewan, tapi potong kepentingan pribadi demi kepentingan bersama. Karena kalau hanya sapi yang dikurbankan, tapi sifat pelit, tamak, dan gengsi tetap dipiara, maka yang halal cuma dagingnya, bukan niatnya.

Maka, mari kita ambil hikmah hari raya ini. Jangan hanya puas dengan daging 1 kilo, tapi lupa menyembelih iri, dengki, dan malas. Karena sapi dan kambing mungkin sudah pasrah, tapi kita manusia kadang justru susah pasrah.

Dan buat pejabat, yuk sesekali coba sembelih perasaan saya paling benar, dan belajarlah dari kambing meski banyak suaranya, tetap sabar saat disuruh berkorban.[***]

Terpopuler

To Top