BENCANA tidak bisa ditolak, namun kerugian kerugian bisa diminimalir. Caranya? Antisipasi dan persiapan mitigasi bencana perlu disiapkan dengan teliti dan matang.
Demikian benang merah yang bisa disimpulkan dari Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) secara virtual, Jumat (29/10/2021). Kegiatan digelar sebagai antisipasi kemungkinan terjadinya bencana alam pada akhir tahun 2021.
Sebelumnya, BMKG telah memperingatkan adanya badai La Nina. Peringatan ini berdasarkan pengamatan data suhu permukaan laut di Samudra Pasifik terbaru.
“Suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur menunjukkan, saat ini nilai anomali telah melewati ambang batas La Nina sebesar minus 0.61 pada Dasarian I Oktober 2021. Kondisi ini berpotensi terus berkembang,” demikian keterangan resmi BMKG dalam situsnya, Jumat (22/10/2021).
Berdasarkan kejadian La Nina pada 2020, curah hujan akan mengalami peningkatan pada November 2021-Januari 2022. Terutama di wilayah Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali hingga NTT, Kalimantan bagian selatan dan Sulawesi bagian selatan.
Curah hujan bulanan di wilayah tersebut naik 20-70 persen lebih besar dibanding normal. Secara umum, La Nina akan hadir dengan intensitas lemah-sedang hingga akhir Februari 2022. Potensi peningkatan curah hujan identik dengan risiko banjir.
“Perlu kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap potensi lanjutan dari curah hujan tinggi yang berpotensi memicu bencana hidrometeorologi. Pemerintah dan masyarakat harus menyiapkan langkah pengelolaan sumber daya air dan mitigasi bencana,” tulis BMKG.
Infrastruktur Antisipasi Bencana
Mengantisipasi kemungkinan badai La Nina, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) cepat tanggap. Menurut Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, jauh hari Kementerian PUPR telah bersiap. Selain membangun infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga bermanfaat untuk mitigasi bencana alam.
Dalam acara Rakornas BMKG tahun 2021, Menteri Basuki menegaskan pihak Kementerian PUPR telah lama bekerja sama dengan BMKG dalam memanfaatkan data meteorologi, klimatologi dan geofisika.
Data tersebut digunakan untuk melakukan prediksi banjir, pemutakhiran peta kejadian banjir dan peta prakiraan potensi banjir. “Data-data tersebut sangat penting bagi kami dalam proses pembangunan infrastruktur dan operasi pemeliharaannya,” jelas Menteri Basuki.
Dikatakan Menteri Basuki, Kementerian PUPR telah menyiapkan sejumlah mitigasi bencana alam yang disebabkan oleh badai La Nina. Pertama, mengaktifkan Satgas Penanggulangan Bencana Pusat dan di Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) maupun Balai Wilayah Sungai (BWS) untuk melakukan monitoring terhadap semua infrastruktur yang ada di Indonesia agar dapat diketahui volume banjir yang bisa ditampung.
Kedua melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) siaga bencana. Meliputi, mengosongkan tampungan dengan membuka seluruh pintu pengeluaran di 205 bendungan dengan volume tampungan sebesar 4,7 miliar m3. Kemudian membuka pintu pengeluaran pada 12 kolam retensi dengan volume tampungan 6,8 juta m3 dan bendung gerak dengan volume tampungan 65,8 juta m3 serta mengempiskan 12 bendung karet dengan volume tampungan 7,3 juta m3.
Selanjutnya melakukan Uji Operasi Pengaliran Terowongan Nanjung pada Floodway Cisangkuy dengan kapasitas 2 x 334 m3/detik. Terowongan Nanjung ini akan mengurangi total luas genangan di Kabupaten Bandung dari semula 3.461 ha menjadi 2.761 ha yang meliputi kawasan Dayeuhkolot, Baleendah, Andir dan sekitarnya. Kemudian Kementerian PUPR juga menyiapkan 192 unit pompa pengendali banjir dengan kapasitas 263,4 m3/detik seperti Pompa Pengendali Banjir Kali Sringin dan Pompa Pengendali Banjir Kali Tenggang.
Untuk menambah kapasitas tampung air, Kementerian PUPR tengh menyelesaikan pembangunan 39 bendungan. “Karena ada prediksi badai La Nina kami harus hati-hati betul dalam melaksanakan pembangunan, jangan sampai ada kecelakaan konstruksi. Untuk itu kami menempatkan petugas di hulu cofferdam sejauh 5-10 km untuk mengamati pola debit air yang akan masuk ke sungai yang dibangun bendungan,” ujar Menteri Basuki.
Kementerian PUPR juga tengah melakukan inventarisasi bahan banjiran dan alat berat yang ada di BBWS/BWS maupun penyedia jasa yang tengah melakukan pekerjaan. “Kami sekarang menggunakan Geobag seperti yang telah kami lakukan di Kabupaten Luwu Utara karena lebih kuat dan lebih berat untuk mengarahkan debit banjir di sungai,” tambah Menteri Basuki.
Untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi ancaman badai La Nina, Menteri Basuki juga mengingatkan pentingnya kerjasama antar kementerian dan lembaga terkait. Misalnya, BMKG dalam memberikan prediksi serta penyebarluasan peringatan dini secara cepat, tepat dan akurat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memastikan kondisi hutan bagian hulu dari daerah aliran sungai (DAS) mampu mendukung pengendalian air limpasan hujan. Kementerian PUPR dalam menyiapkan infrastruktur pengendali banjir. Kementerian Pertanian untuk mengedukasi metode pertanian terasering.
Menteri Basuki mengajak seluruh Kementerian/Lembaga untuk mengantisipasi badai La Nina dengan memanfaatkan data BMKG sehingga mengurangi dampak bencana alam. “Kalau nanti terjadi bencana akibat badai La Nina, kami mengajak semua Kementerian/Lembaga untuk menjadi subsistem Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kita semua mengikuti arahan BNPB yang menjadi leading sector, selama ini kami di Kementerian PUPR telah melakukan hal tersebut,” kata Menteri Basuki.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan melalui Rakornas BMKG ini diharapkan dapat mewujudkan pencegahan korban dan kerusakan akibat badai La Nina maupun cuaca ekstrem lainnya. InfoPublik (***)