Parlemen

“Adian Napitupulu, Tol Bergelombang & Rasa Trauma yang Tak Termasuk Tarif”

ist

KALAU bayar tol bisa cicilan, mungkin banyak pengendara Jalan Tol Kayuagung – Palembang sudah ngajuin keringanan, bukan soal tarif, tapi soal mental, lantaran setiap lewat tol itu, bukan hanya bensin yang terkuras, tapi juga urat sabar, tulang punggung, dan kadang kenangan masa kecil yang tiba-tiba muncul gara-gara terhentak di aspal bergelombang.

Adian Napitupulu, politisi yang biasanya dikenal vokal soal rakyat, akhirnya datang juga ke lokasi, bukan dalam rangka piknik, tapi sidak, dan begitu turun dari mobil, dia langsung sadar “Wah, ini mah bukan tol, ini roller coaster jalur darat!”. Ampun dech…!

Dengan wajah serius tapi nada suara khas anak STM, Adian menyebut bahwa tol ini dari awal sudah bermasalah, didirikan di atas tanah rawa tanpa konstruksi memadai, ibarat orang bikin rumah di atas kasur angin, awalnya enak, lama-lama tenggelam dan bikin masuk angin.

Sekarang, jalan tol itu sudah seperti bekas cakar naga, bergelombang tak beraturan, dengan lubang yang seolah berkata, “Ayo uji suspensimu di sini!”.

Lucunya, masyarakat yang mengeluh selama ini sempat dianggap lebay, tapi setelah Komisi V DPR datang dan merasakan sendiri sensasi aspal goncang level 7 Skala Kekesalan, barulah semua pengakuan warga dianggap valid. Kita ini kadang aneh, ya. Kalau rakyat bilang, katanya lebay. Tapi kalau Adian bilang, baru percaya.

Dan masalahnya bukan cuma jalan yang bergelombang. Ada exit tol yang sudah jadi tapi tidak dibuka. Exit Jejawi, contohnya dibangun sejak 2021, tapi sampai sekarang masih seperti mantan yang belum bisa diajak balikan eksis tapi tak bisa digunakan.

Wakil Ketua DPRD OKI pun sampai bertanya, “Kenapa exit ini belum dibuka?”.  Yah…., mungkin masih malu-malu atau belum siap komitmen.

Lalu ada cerita tentang Exit Tol Celikah yang gelap gulita, sering dijadikan tempat parkir truk-truk besar malam-malam bukan jalan tol, tapi lebih mirip tempat syuting film horor.

Di pintu tol Kayuagung, lintasan langsung tembus ke jalan kabupaten dan Jalan Lintas Timur tanpa pembatas. Kata Bupati OKI, ini rawan kecelakaan dan harus dibikin fly over atau underpass. Setuju, Pak. Karena di lokasi itu, saking bebasnya arus, yang punya nyawa cuma penumpang yang belum sadar dia naik tol apa naik wahana cobaan.

Di tengah semua kekacauan ini, tentu saja kita tetap butuh solusi, bukan hanya inspeksi selfie. Pemerintah pusat dan BPJT jangan cuma datang, foto, terus bilang, “Kami akan pelajari.” Lah, ini bukan skripsi… ini jalan rusak yang nyata. Yang harus diperbaiki, bukan diteliti terus-menerus sampai lulus S3.

Adian sudah memberi sinyal keras. bahwa pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) bukan perkara opsional. Ini hak pengguna jalan, yang sudah bayar, yang punya harapan bahwa jalan tol itu mulus dan aman bukan training center untuk pengemudi rally.

Dalam urusan jalan tol, rakyat tak minta banyak, cuma minta jalan itu layak dilewati. Tak perlu sampai bintang lima, yang penting tidak membuat pinggang kiri kanan terasa seperti habis dipijat tukang urut mabuk.

Jalan tol yang baik seharusnya jadi simbol kemajuan, bukan trauma kolektif, harusnya bikin perjalanan cepat, bukan bikin shockbreaker jadi korban.

Kalau ada politisi seperti Adian Napitupulu yang sudah mau blusukan dan ngomong keras itu bukan sinyal untuk selfie bareng, tapi tanda bahwa sudah waktunya BPJT, pengelola, dan kontraktor jalan tobat nasional.

Dan kalau masyarakat sudah teriak sejak dulu tapi baru didengar setelah Adian datang, itu menandakan kita sedang mengalami krisis kepercayaan pada sistem pengawasan. Suara rakyat hanya dianggap sah kalau ada politisi ikut bersuara. Sisanya, hanya dianggap keluhan sambil lalu.

Karena percuma bangun jalan panjang kalau ujung-ujungnya bikin orang pengen pulang jalan kaki sambil nyanyi “jalan yang kupilih, ternyata jalan berlubang”.[***]

Terpopuler

To Top