Palembang Terkini

CATATAN KAKI : “Seragam Loreng untuk Si Tukang Bolos”, [Palembang Wacanakan Pendidikan Gaya Barak untuk Siswa Nakal?]

ist

Sumselterkini.co.id,  – Pendidikan militer untuk siswa nakal? Wah, kalau ada yang bilang ini bisa bikin siswa jadi tentara cilik, sepertinya mereka terlalu cepat menarik kesimpulan.

Tapi, Pemerintah Kota Palembang ternyata sedang serius mengkaji ide yang satu ini. Walau kedengarannya seperti plot film laga yang penuh aksi, kebijakan ini masih dalam tahap evaluasi. Wali Kota Palembang, Ratu Dewa, bahkan menyatakan, “Meskipun idenya keren, kami tidak ingin gegabah. Kita mau lihat dulu sisi positif dan negatifnya.”

Sebelum kita ikut heboh dengan wacana ini, mari kita analisis baik buruknya. Program ini tentunya bertujuan untuk mengasah kedisiplinan para siswa yang sering kebablasan di kelas.

Nah, bayangin saja kalau para siswa ini digembleng dengan disiplin ala tentara, mulai dari bangun pagi jam 4, lari keliling lapangan, hingga belajar baris-berbaris! Mungkin, yang tadinya malas belajar, bisa jadi semangat kayak lagi nonton film action. Tapi, apakah semua siswa cocok dengan cara ini? Bukan rahasia lagi kalau pendidikan karakter nggak bisa cuma lewat disiplin fisik saja, butuh juga pendekatan emosional.

Tentu saja, ini nggak semudah membalikkan telapak tangan. Kita bisa lihat contoh kota atau negara yang menerapkan pendidikan serupa. Misalnya, di Korea Selatan, ada program yang menanamkan nilai-nilai disiplin dan kerja keras melalui wajib militer.

Meskipun  program ini terbilang sukses dalam membentuk karakter anak muda di sana, bukan berarti model ini bisa langsung diterapkan begitu saja. Di Indonesia, ada beberapa daerah yang juga mencoba pendekatan serupa. Di Bogor, misalnya, mereka sudah mengintegrasikan kegiatan pramuka dan pelatihan karakter untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab pada pelajar.

Jika kita berbicara soal hasil, banyak yang mengatakan bahwa pendidikan yang terlalu keras malah bisa jadi bumerang. Bayangkan saja kalau siswa yang “dipaksa” disiplin malah jadi benci sekolah? Bisa jadi mereka malah kabur atau bertindak lebih buruk. Tentu, solusi ini harus dilihat dengan hati-hati, agar nggak jadi bom waktu.

Di Korea Selatan, ada beberapa program yang berfokus pada pengembangan karakter dan disiplin pada anak muda, salah satunya adalah wajib militer untuk pria dewasa setelah mereka mencapai usia 18-20 tahun. Program ini, meskipun lebih ditujukan untuk usia dewasa muda, telah memberikan pengaruh besar dalam menanamkan nilai disiplin, tanggung jawab, dan kerja keras yang bisa dijadikan contoh dalam pendidikan sejak usia sekolah.

Namun, jika berbicara tentang pendidikan yang lebih langsung di sekolah, ada beberapa program yang menggabungkan pendidikan karakter dengan kegiatan fisik dan kepemimpinan. Salah satu contohnya adalah program “Youth Leadership Program” yang sering diterapkan di sekolah-sekolah di Korea Selatan. Program ini bertujuan untuk membentuk pemimpin masa depan dengan pendekatan yang melibatkan kedisiplinan, kerja sama tim, dan pengembangan mental yang kuat.

Di luar itu, beberapa sekolah di Korea Selatan juga menerapkan kegiatan “School Military Camps” sebagai bagian dari penguatan karakter, meskipun ini lebih berbentuk kegiatan ekstrakurikuler yang berbasis pada nilai-nilai militer seperti kedisiplinan dan kerja keras, bukan pendidikan militer formal. Kegiatan ini memberi pelajaran kepada siswa mengenai pentingnya rasa tanggung jawab, kedisiplinan, dan kepemimpinan dalam konteks yang lebih ringan dan menghibur dibandingkan dengan wajib militer.

Jadi, meskipun pendidikan formal militer di Korea Selatan tidak langsung diterapkan di sekolah, ada banyak cara untuk menanamkan nilai-nilai tersebut melalui kegiatan yang melibatkan kedisiplinan dan kepemimpinan, seperti di  Bogor, Jawa Barat, Dinas Pendidikan di sana pernah menggandeng TNI untuk pelatihan kedisiplinan bagi pelajar SMA. Program ini lebih ke arah penguatan karakter, bukan hukuman. Dan hasilnya? Banyak murid yang awalnya “ogah-ogahan”, jadi mulai rutin mandi pagi.

Banyuwangi, Jawa Timur lewat program Sekolah Ramah Anak, mereka lebih menekankan pendekatan personal dan psikologis, tapi tetap memasukkan unsur kedisiplinan berbasis komunitas. Hasilnya? Angka pelanggaran sekolah menurun, bukan karena takut dihukum, tapi karena merasa dihargai.

Ki Hajar Dewantara, Pahlawan Nasional,  merupakan pelopor pendidikan di Indonesia memiliki prinsip “Tut Wuri Handayani” (di belakang memberi dorongan, di tengah memberi teladan, di depan memberi arahan), yang sangat relevan dengan konsep mendidik anak dengan kasih sayang dan pendekatan yang bijak, bukan dengan kekerasan.

Ki Hajar Dewantara selalu mengedepankan pendidikan yang humanis, yang menekankan pentingnya perkembangan karakter dan moral siswa, tidak hanya di aspek akademis. Jadi, jika berbicara soal pendidikan yang penuh kasih, beliau adalah tokoh yang sering dijadikan contoh.

Catatan redaksi Plus Minus Program, Kelebihannya menumbuhkan disiplin, tanggung jawab, dan rasa hormat pada aturan, menjadi terapi kejut buat murid yang sudah terlalu ‘ngegas’ dan bisa mempererat kerja sama tim (karena kalau nggak kompak, bakal lari keliling lapangan bareng).Kekurangannya, risiko trauma psikologis kalau metodenya terlalu keras, tidak semua anak cocok dengan pendekatan fisik dan otoriter dan bisa jadi malah jadi ajang ‘hukuman’ daripada proses pembinaan.

Oleh sebab itu, anak-anak sekolah itu ibarat tahu bulat, digoreng dadakan, dibentuk sesuai wajan dan suhu minyak. Kalau terlalu keras apinya, bisa gosong di luar, tapi masih mentah di dalam. Nah, pendidikan juga harus pas ukurannya keras  boleh, tapi tetap empuk di hati.

Ide pendidikan militer untuk siswa nakal memang menarik, tapi jangan sampai malah jadi seperti program latihan tentara yang justru menjauhkan siswa dari tujuan utama pendidikan mencetak generasi yang cerdas dan berbudi pekerti.

Jadi, sebelum diselenggarakan, jangan lupa untuk tetap berpikir dengan kepala dingin. Jangan sampai, yang ada malah jadi barisan tentara cilik yang nggak bisa bedain mana tugas sekolah, mana tugas di barak. “Air yang tenang bisa menghanyutkan, tapi air comberan yang marah bisa banjir juga.”. Maksudnya pendekatan lembut bisa lebih efektif daripada bentakan. Tapi kalau kelewat lembut juga, nanti anaknya main Mobile Legends pas guru lagi jelasin logaritma.[***]

Terpopuler

To Top