Palembang Terkini

CATATAN PINGGIR : Kisah Kompa Air yang Setia Tapi Bau Besi Tua

Sumselterkini.co.id,- Di pojokan teras, ada satu benda keramat yang setiap harinya kami elus penuh kasih sayang, yakni kompa air tua.

Usianya sudah kayak pensiunan guru PNS, tapi masih disuruh kerja rodi nyedot air sumur. Suaranya? Hmm… jangan ditanya. Setiap dinyalakan, dia berdengung kayak grup rebana yang salah tempo ngok ngek ngok ngek,  diselingi desahan mirip dinosaurus pilek.

Kita tahu itu tanda-tanda perjuangan. Dia lagi nahan napas, nyedot air dari perut bumi yang udah bau karat dan warnanya kuning kunyit.

Sekilas mirip air cucian panci kari semalam. Tapi, begitulah nasib kami di Perumahan Pesona Harapan Jaya Kalidoni, Palembang, Sumsel. Meski kata orang “pesona”, tapi harapan air bersih masih tinggal harapan, kadang numpang lewat doang. Tiap pagi, kami gelar acara minum kopi sambil nunggu si kompa selesai gala dinner dengan air tanah.

Butuh waktu 3 jam! Iya, 3 jam full kadang super lebih.., seperti nonton tiga episode sinetron tukang bubur naik haji. Dan hasilnya? Setengah ember air kuning, bau besi, kadang bonus cacing mungil kayak topping mie instan.Kalau dimasak, mendidihnya cepet, mungkin karena airnya udah bosen hidup. Kadang kita mikir, ini air sumur atau ramuan nenek sihir zaman Majapahit? Ha..ha.ha.

Kalau disiram ke tanaman, daunnya langsung sayu kayak habis denger mantan nikah. Tapi kami tetap bersyukur.

Soalnya kata orang bijak, “syukurilah apa yang ada, walau itu air sumur yang bisa buat besi berkarat ketakutan.” Minimal, muka kami masih bisa cuci walau hasilnya agak glow-in-the-dark, karena kandungan zat besi yang tinggi. Kami udah pernah nanya dan bahkan PDAMnya datang, pejabat wali/wako yang dulu-dulu dateng, calon-calon ntah apa juga bikin asa tuk warga, tapi asa sabit untuk potong rumput, maklum rumput subur karena cuaca ekstrim.

“Air PDAM kapan masuk, Bang, Bu, Pak, Om, Kak ?” Jawabannya selalu diplomatis, penuh harapan.  “Sedang diusahakan.” Lama-lama kami curiga, jangan-jangan air bersih ini lagi ikut seleksi ASN dulu, sudah itu  baru bisa mampir ke perumahan kami.

Kalau dilihat dari lokasi, Perumahan Pesona Harapan Jaya ini sebenernya bukan di pedalaman Papua, tapi di Kota Palembang, ibukota Sumatera Selatan, loh! Hanya minggir dikit aja dari jalan utama, tapi kayaknya udah dianggap masuk dimensi lain.

Mungkin Google Maps aja bingung mau masukin ini ke zona urban atau hutan lindung. Tapi biarlah.

Meski kompa tua kami lebih berisik dari toa masjid pas takbiran, dan air sumur kami aromanya bisa bikin bayi netesin air mata, kami tetap bertahan. Karena seperti cinta lama, kompa tua ini tetap setia, walau sudah banyak bocor dan karatan. Mungkin dia lelah, tapi dia tahu kalau dia berhenti, kami semua bisa masuk era batu.

Bukan pakai batu sabun, tapi batu buat mandi!.  Perum Pesona berada diibukota provinsi, bukan warga Planet Mars. Tapi sayangnya  air bersih rasanya masih lebih sulit daripada ngejar diskon di tanggal kembar.

Air bersih itu hak, bukan legenda urban! Dan untuk si kompa tua terima kasih sudah bertahan, dan tetaplah bertahan. Jangan dulu megap-megap minta libur nasional ya.Suaramu memang nyaring, kadang mengganggu tetangga, tapi bagimu kami bersandar… karena pemerintah belum kunjung peka.

Kalau kamu manusia, mungkin sekarang udah kami anugerahi medali dan pensiunkan dengan hormat.  Tapi karena kamu mesin, ya kerja terus sampai karatan beneran. Tapi sebagai hiburan aku kasih puisi dulu untuk kamu, simak puisi nya di bawah ini.

 

Kompa Tua yang Bau Tapi Setia

Di pojok teras dia berdiri,
Kompa tua penuh misteri,
Bunyinya tiap pagi-pagi,
Kayak dinosaurus lagi terapi.

“Ngook… ngek… nguuuung…” suaranya nyaring,
Bikin tetangga kirain ada maling,
Padahal cuma dia yang kering,
Nyedot air sumur yang baunya garing.

Air keluar setetes dua,
Warnanya kuning mirip kuah gulai tua,
Kadang ada bonus cacing lincah,
Kayak topping mi instan, cuma tanpa rasa.

Tiga jam kerja non-stop tanpa jeda,
Tapi ember cuma terisi seperempat saja,
Muka kami dicuci dengan harapan,
Biar glowing meski hasilnya karatan.

Airnya wangi? Wah, jangan mimpi,
Aromanya bisa bangunin bayi dari mimpi,
Kalau disiram ke pot bunga tetangga,
Daunnya langsung gugur, hidup pun menyerah.

Kami tanya ke RT, dan pejabat yang datang di kampung kami. “Bang, air PDAM mana?”
Jawabnya sederhana, bukan rumah makan sederhana..
“Sebentar lagi ya, tunggu sajaaa…”

Teakhir janjinya selesai Idul Fitri ..tanpa titik!

Perumahan kami letaknya kota,
Bukan di rimba atau hutan belantara,
Tapi sinyal air kayak sinyal mantan,
Ngilang terus, bikin emosi setan.

Tapi wahai kompa tua berbodi peyot,
Walau pipa udah keropos, dan suaramu serak-serak oat,
Engkaulah pahlawan kami yang berdetak,
Walau sering bikin kami sakit pinggang mendadak.

Jadi untukmu wahai mesin penuh jasa,
Kami dedikasikan puisi tak seberapa,
Teruslah berjuang meski bau besi.[***]

 

 

Terpopuler

To Top