HIRUK-pikuk persiapan Porprov XV Sumsel 2025, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) muncul seperti pendekar yang baru bangun dari meditasi panjang siap unjuk gigi, tapi masih harus cari golok yang bisa dipakai buat tampil gaya. Nah, untungnya kali ini bukan golok yang dicari, tapi padepokan. Iya, padepokan pencak silat, tempat sakral tempat bibit-bibit pendekar muda ditempa, bukan cuma jadi jago gebuk, tapi juga jago sopan santun.
Dan seperti kata pepatah “Kalau tak ada rotan, CSR pun jadi”
Sinar Mas Group hadir bak juragan dermawan dari cerita silat, mengucurkan CSR sebesar Rp3 Miliar, meski dari proposal awalnya diusulkan Rp8 Miliar yang artinya kurang Rp5 Miliar lagi buat beli karpet, pendingin ruangan, dan mungkin satu set keris ukiran Jawa, setidaknya ini langkah maju. Tak perlu sempurna, yang penting mulai. Toh, pembangunan karakter pendekar juga tak bisa ditakar hanya dari ornamen bangunan.
Dulu, padepokan itu bukan cuma tempat latihan, ia adalah universitas kehidupan tempat murid belajar bertarung tanpa emosi, memukul tanpa dendam, dan menendang dengan penuh rasa cinta. Nah, di zaman sekarang, penting sekali punya tempat yang bisa jadi pusat latihan sekaligus pusat pembentukan karakter.
Dan Muba mau itu, bayangkan, anak-anak muda yang biasanya lebih akrab dengan game “Free Fire”, kini diajak ‘sparring’ di dunia nyata, tapi bukan buat tawuran, melainkan buat merebut medali dan harga diri daerah.
Kalau kata orang tua “Anak muda itu kalau tak dilatih jadi pendekar, bisa jadi tukang nyinyir di kolom komentar”
CSR alias Corporate Social Responsibility sebenarnya bukan barang baru. Tapi kadang ia cuma jadi pasal basa-basi di laporan tahunan perusahaan. Nah, saat CSR benar-benar turun ke lapangan dan jadi padepokan pencak silat, inilah saatnya kita bersyukur seperti habis dapat THR di luar jadwal.
Muba membuka jalan, tapi tentu bukan satu-satunya. Ada beberapa contoh daerah lain yang sudah lebih dulu sukses memanfaatkan CSR buat olahraga, seperti Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur lewat dana CSR, Banyuwangi bangun stadion mini dan pusat olahraga desa. Hasilnya? Atlet-atlet lokal bisa berlatih tanpa numpang di lapangan tetangga.
Kabupaten Sleman, DIY juga begitu, CSR dari BUMN digunakan untuk membangun pusat pelatihan atlet muda. Bonusnya? Banyak pelatih profesional yang akhirnya mau balik kampung.
Mampir di Sabah, Malaysia, negara tetangga ini, perusahaan sawit menyumbang untuk pembangunan pusat seni bela diri. Bahkan, beberapa atlet Malaysia jebolan padepokan ini tampil di SEA Games.
Artinya, CSR itu bukan cuma buat bangun pagar sekolah atau renovasi toilet kantor kelurahan, ia bisa jadi investasi karakter bangsa.
Ketika padepokan sudah berdiri, tinggal isi dengan latihan yang tak cuma kuat, tapi juga disiplin dan bermoral. Pencak silat bukan soal siapa lebih jago menendang, tapi siapa lebih cepat menahan emosi. Di sanalah kekuatan sejati lahir bukan dari otot, tapi dari hati yang ditempa.
Boleh saja sekarang bangunannya belum semegah Shaolin Temple di Henan, Tiongkok. Tapi siapa tahu, suatu hari, Padepokan Sekayu jadi pusat pencak silat Asia Tenggara, dan anak-anak Muba tampil di Netflix dalam serial “Silat of Destiny”.
Hei, kalian para remaja Muba, yang selama ini mungkin lebih sering latihan silat di teras rumah atau di halaman masjid pakai lampu neon seadanya, sekarang saatnya bangkit!. Bangunan megah itu bukan buat gaya-gayaan, tapi buat menyimpan keringat dan mimpi kalian.
Seperti kata pepatah silat karangan sendiri “Sebelum tangan mengepal, hati harus mengendap. Sebelum kaki melayang, niat harus dibenarkan”.
Membangun padepokan silat dari dana CSR itu, seperti menanam pohon jati di tengah ladang ilalang. Butuh waktu, butuh pengawasan, dan butuh keyakinan. Tapi sekali tumbuh, bayangannya bisa menaungi banyak orang.
Muba sudah mulai, siapa tahu nanti atlet silat Muba bisa tampil di kejuaraan dunia, lalu diwawancara CNN sambil bilang “Saya dilatih di padepokan hasil CSR”
Keren, ‘kan?
Jadi, kita jaga padepokan ini bukan cuma sebagai bangunan, tapi sebagai rumah cita-cita dan tempat anak-anak belajar menang tanpa sombong, kalah tanpa tumbang.
Dan buat kalian yang masih nyinyir, ingat satu hal “Daripada banyak gaya di medsos, mending banyak jurus di padepokan”