Obyek Wisata

“Kemenpar Umumkan Riset Penting Tentang Hotel dan Wisata Indonesia, Wah..Isinya Bikin Kaget!”

foto : kemenpar

ADA satu penyakit lama yang sering kambuh tiap akhir pekan hasrat liburan yang tak kesampaian, sudah niat piknik ke pantai, eh dompet bilang “sabar ya, kita akhir bulan”.

Tapi ternyata bukan cuma rakyat jelata yang lagi masuk angin. Sektor pariwisata nasional juga ikut-ikutan masuk angin, lengkap dengan gejala lesu, loyo, dan lunglai akibat badai pandemi dan harga tiket pesawat yang kadang lebih mahal dari harga sapi kurban.

Untunglah, Kementerian Pariwisata kita enggak cuma bisa selfie di acara pameran, tapi juga bisa mikir. Serius! Baru-baru ini, mereka merilis tiga karya ilmiah yang kalau dibaca bikin otak seger, kayak ketemu mantan tapi sudah move on. Ada Tourism Snapshot, Jurnal Kepariwisataan Indonesia, dan satu lagi judulnya dramatis kayak sinetron Ramadan Kajian Kebijakan “Dampak Penurunan Okupansi Hotel”.

Dalam dunia perdramaan pariwisata pasca pandemi, Tourism Snapshot ini seperti ringkasan episode sinetron yang panjang. Judulnya aja sudah berat “Beyond Recovery Toward Transformation in Indonesia’s Tourism Resilience” Kalau dibaca cepat bisa bikin keseleo lidah.

Tapi intinya bagus, ini adalah semacam ramuan tolak angin berbasis data yang membahas krisis pariwisata, dari hotel sepi tamu, restoran yang cuma dikunjungi kucing tetangga, sampai gejolak dunia yang bikin wisatawan mancanegara mikir seribu kali buat mampir ke Indonesia.

Analisisnya komplit, dari kunjungan wisatawan yang seperti air pasang surut, sampai tekanan ekonomi yang bikin pelaku usaha seperti tukang parkir di tempat wisata  kadang rame, kadang sendirian ditemani semut.

Nah, ini dia jurnal yang isinya campur aduk antara ilmiah dan strategi dapur pariwisata. Di sini, para dosen, peneliti, dan praktisi curhat soal transformasi digital, penguatan SDM lokal, dan insentif pariwisata, yang kalau diibaratkan jadi satu, mirip bumbu dapur yang diracik buat resep baru “Sambal Pariwisata Rasa Masa Depan”.

Ada juga bahasan tentang destinasi berbasis masyarakat, di mana warga lokal bukan cuma jadi penonton, tapi aktor utama. Bukan aktor yang suka overacting ya, tapi aktor penggerak yang tahu bagaimana bikin tamu betah tanpa harus ngasih diskon 70%.

Judul kajiannya saja sudah bikin resah para pengelola hotel “Dampak Penurunan Okupansi Hotel”. Ibarat warung soto yang biasanya ramai sampai tumpah ke jalan, sekarang cuma dihampiri angin dan harapan.

Riset ini menyebut beberapa penyebab belanja perjalanan dinas dipotong, wisatawan makin milih staycation murah meriah, dan penginapan ilegal makin menjamur seperti tanaman liar di musim hujan. Hotel-hotel resmi yang bayar pajak, malah kalah saing sama rumah warga yang disulap jadi “penginapan rasa rumah tante”.

Untungnya, di dalam kajian ini ada solusinya juga. Ada strategi pemasaran, promosi bareng-bareng, sampai insentif khusus. Intinya hotel harus pintar-pintar tampil beda, jangan cuma andalkan sprei putih dan sabun cair yang cuma wangi di iklan.

Dalam dunia yang makin cepat ini, pariwisata enggak bisa cuma ngandelin brosur dan foto pemandangan. Harus ada data, riset, dan strategi jitu. Ibarat mau jualan cilok, jangan cuma andalkan kuah enak, tapi juga tahu lidah pembeli lagi pengin yang pedas atau yang gurih.

Kemenpar, dalam hal ini, patut kita kasih tepuk tangan satu kaki, eh, maksudnya dua jempol. Mereka tidak hanya menggelar acara dan membagi-bagi goodie bag, tapi juga serius membuat peta jalan pariwisata lewat karya ilmiah yang informatif, aplikatif, dan sedikit bikin kening berkerut karena istilahnya berat.

Tapi percayalah, seperti pepatah bijak di warung kopi “Pariwisata yang kuat, bukan dari foto viralnya… tapi dari datanya”.

Jadi, buat kamu yang masih mikir liburan itu cuma soal tiket murah dan outfit OOTD, mungkin sudah waktunya buka jurnal juga. Supaya kita semua bisa jadi wisatawan yang bukan cuma datang dan foto-foto, tapi juga paham tantangan dan ikut mendukung solusi.

Eh ya, ini tautan jurnalnya. Baca pas sinyal lagi bagus ya:

  • Tourism Snapshot Vol. 1 No. 1

  • Jurnal Kepariwisataan Indonesia (JKI)

  • Kajian Penurunan Okupansi Hotel (link menyusul, katanya masih di-packing)

Kalau habis baca masih bingung, tenang. Kata mbah saya “Riset itu seperti jamu, pahit dulu, tapi sehat kemudian”[***]

Terpopuler

To Top