DI Botubarani, kehadiran hiu paus justru bikin orang tersenyum lebar daripada panik, makhluk laut raksasa ini muncul tiap tahun, bukan cuma untuk pamer ukuran, tapi juga berperan sebagai “alat marketing alami” bagi desa kecil yang mendadak penuh dengan ide kreatif dan peluang wisata baru.
Sejak pertama muncul pada 2016, hiu paus telah menjadi ikon Botubarani, dari bibir pantai, wisatawan bisa melihatnya dengan mata telanjang. Iya, cuma selangkah dari air!, kalau mau lebih dekat, ada perahu nelayan, paddleboard, bahkan perahu transparan plus drone untuk foto dari atas.
Sensasinya? lagi jalan-jalan santai, eh tetiba ketemu makhluk sebesar bus mini, tapi nggak perlu panik. Deg-degan campur kagum, plus sedikit humor absurd karena rasanya nggak nyangka bisa dekat dengan hewan sebesar itu tanpa harus nonton dokumenter.
Tapi jangan salah, meski hiu paus kelihatan santai, ada aturan mainnya. Wisatawan wajib menjaga jarak, tidak memberi makan langsung, dan jangan mencemari laut. Kalau nggak, bukan cuma hiu yang sakit hati, tapi alam juga bisa tersinggung. Moralnya jelas, kesenangan manusia nggak boleh mengganggu makhluk lain. Kalau plankton kecil aja bisa bikin hiu senang, manusia juga harus belajar menghargai alam.
Nah, yang bikin Botubarani unik bukan cuma hiu paus. Warga desa ternyata sangat kreatif. Mereka sadar, kalau hiu paus terganggu, wisata bisa mati. Makanya mereka menyiapkan rumpon plankton supaya hiu paus datang rutin. Misalnya plankton sekecil itu jadi alasan raksasa laut mampir! Kalau plankton bisa viral di TikTok, pasti udah punya jutaan followers.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Botubarani, Wahab Matoka, bilang, “Kami ingin wisata di sini berbeda dari Bali. Tapi jumlah pengunjung tetap harus bikin kantong warga senang, hati hiu senang, dan laut tetap adem ayem”.
Jadi, kalau hiu lagi tidur, wisatawan masih bisa menikmati atraksi lain seperti wisata religi di Bubohu Bongo atau fasilitas pantai bersih di Pantai Dulanga. Bisa dibilang, desa ini punya plan B, kalau raksasa laut lagi nggak mood.
Yang paling lucu, warga sampai menganggap hiu paus ibarat tamu VIP tahunan, ada rumpon plankton, ada perahu transparan, ada panduan wisata, semua demi memastikan tamu besar ini nyaman.
Kalau tamu VIP di kota aja dikasih karpet merah, apalagi raksasa laut yang diameternya bisa bikin mobil terlipat tiga kali. Dan jangan lupa, hiu paus ini vegetarian. Jadi kalau ada wisatawan yang panik mikir kena gigit?, santai saja, yang digigit cuma plankton.
Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa menegaskan pentingnya keseimbangan antara wisata dan konservasi. “Wisata di sini harus berkembang berkelanjutan, kita harus menjaga area konservasi dan kelestarian hiu paus agar daya tarik tetap ada di masa depan,” ujarnya saat berdialog dengan masyarakat, pesan ini jelas seru-seruan boleh, tapi tanggung jawab wajib.
Botubarani juga menunjukkan pariwisata tidak harus monoton, atraksi tambahan dibuat supaya desa tidak hanya bergantung pada hiu paus.
Wisata religi, fasilitas pantai bersih, dan kegiatan edukasi tentang ekosistem laut jadi variasi menarik. Wisatawan tidak cuma melihat hiu, tapi juga belajar menghargai alam dan kreativitas warga lokal. Bisa dibilang, desa ini punya paket lengkap: hiburan, edukasi, dan ekonomi.
Ekonomi lokal ikut bergerak, wisata yang dikelola sendiri memberi warga kesempatan berinovasi, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan.
Semua ini bisa berjalan karena ada sinergi antara warga, pemerintah, dan wisatawan. Kalau semuanya selaras, hiu senang, plankton senang, laut aman, dan warga tersenyum sambil menghitung rupiah, multitasking yang luar biasa.
Jadi, Botubarani bukan hanya desa kecil di Gorontalo, desa ini dengan raksasa laut, ide kreatif, dan humor alami yang bikin wisatawan tersenyum.
Hiu paus bukan cuma primadona, tapi simbol bagaimana manusia bisa menikmati alam tanpa merusaknya, dan jangan pernah meremehkan plankton. Makhluk kecil itu punya peran besar, sama seperti tanggung jawab kita untuk menjaga lingkungan.
Oleh karena itu, Botubarani mengajarkan kita satu hal, yakni keseruan dan edukasi bisa berjalan beriringan. Wisata bisa bikin bahagia, tapi alam juga harus ikut senang. Jadi kalau suatu hari kamu ke Gorontalo, jangan kaget kalau ketemu raksasa laut ini, siap-siap saja kagum, tertawa, dan belajar sekaligus.[***]