MENGATUR APBN itu, seperti mencoba memasak rendang untuk seluruh desa, tapi panci cuma muat satu liter, kucing tetangga ikut nimbrung, dan ayam kampung terus ngejar karung beras. Setiap rupiah harus ditempatkan dengan tepat agar proyek jalan, bantuan sosial sampai ke rakyat, dan kepala kita tetap bisa bernapas. Tantangan ini bikin mikir kreatif, tapi kalau ditangani dengan strategi tepat, bisa jadi sesi latihan akrobatik gratis sambil tersenyum.
Pada Jumat, 15 Agustus 2025, di Gedung Paripurna DPRD Provinsi Sumsel, Wakil Gubernur H. Cik Ujang hadir menyimak Pidato Kenegaraan Presiden RI Prabowo Subianto tentang RUU APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangannya. Semua kepala daerah hadir rapi, tapi bayangkan spreadsheet APBN “menyanyi” sendiri karena terlalu banyak angka, dan tiap angka seperti berteriak “Pak, jangan lupa aku penting juga!”
Gedung pemerintah jarang dipakai tapi fasilitas tetap optimal. Lampu terang, AC dingin maksimal, wifi stabil metafora manajemen APBN, meski rupiah terbatas, layanan tetap harus jalan. Menjaga keseimbangan antara pembangunan infrastruktur, program sosial, dan efisiensi anggaran, seperti menari di atas papan seluncur licin sambil memegang karung beras dan kucing yang ngeong minta subsidi.
Dalam pengelolaan aset negara, ada kisah absurd sendiri. Gedung kosong tiba-tiba “curhat” “Pak, aku sepi nih, tolong dipakai!”. Kendaraan idle “merengek”, “Ayo dong, jalan-jalan dikit, jangan tidur terus!” Dengan sedikit kreativitas, aset ini bisa menekan defisit, sambil tetap mendukung keberlanjutan program pemerintah.
Belajar dari negara lain, efisiensi APBN bisa dijalankan tanpa drama berlebihan, seperti Singapura menjaga anggaran tetap sehat, seperti kucing rapi yang nggak pernah menumpahkan makanan. Selain itu, Jerman menekan belanja tidak produktif tapi tetap membangun infrastruktur vital, misalnya nih, tukang kebun yang menanam bunga tapi tetap menahan air.
Begitupula dengan Kanada menyeimbangkan efisiensi fiskal dengan kualitas layanan publik, seperti chef yang bisa bikin panci kecil berisi menu untuk seratus orang. Dari sini terlihat, target defisit 0% bukan sekadar mimpi, tapi bisa dicapai dengan disiplin, transparansi, dan strategi cerdas.
Manajemen prioritas juga bikin kita ketawa sendiri, subsidi tepat sasaran, bantuan sosial, dan pembangunan infrastruktur vital harus ditempatkan dengan tepat, kalau salah satu “tikus” anggaran kabur, program bisa terganggu. Efisiensi bukan mengurangi manfaat program, tapi memastikan setiap rupiah bekerja maksimal, seperti pegawai rajin yang sambil jongkok menyeimbangkan karung beras di kepala.
“Seperti penari balet”
Dalam praktiknya, pengelolaan APBN kadang bikin kita merasa jadi seniman akrobatik. Satu tangan pegang laporan, tangan lain menahan stres, kaki mengatur proyek, mata mantau media sosial, semua sambil tersenyum. Mau gak mau ya..ini adalah realitas absurd tapi nyata, di mana angka-angka APBN seperti penari balet yang menolak komando.
Pepatah lama mengatakan “Biar lambat asal selamat”, dalam konteks APBN, lebih baik anggaran dikelola cermat daripada terburu-buru tapi salah sasaran. Pemerintah memastikan setiap rupiah memberi dampak nyata, sementara kita bisa menikmati absurditas angka sambil tersenyum.
Efisiensi anggaran juga menuntut inovasi, sistem digital modern membantu mengatur belanja negara, meminimalkan kebocoran, meningkatkan akuntabilitas, dan membuat defisit bisa ditekan tanpa mengurangi kualitas layanan publik. Nah, Coba pikirkan, kalau seandainya spreadsheet tiba-tiba bicara, katanya “ayo kita kerjasama, jangan ribut lagi!”
Dalam aspek sosial-ekonomi, fokus pemerintah pada program MBG dan pembentukan koperasi desa memperlihatkan belanja negara bisa diarahkan tepat sasaran. Efisiensi dan pengelolaan yang cermat memastikan dana publik memberi manfaat nyata, sambil tetap menjaga stabilitas fiskal.
Mengatur APBN mengajarkan kita manajemen risiko, setiap keputusan memiliki konsekuensi, tiap rupiah dihitung cermat. Dengan strategi tepat, disiplin fiskal, dan koordinasi antar-lembaga baik, defisit ditekan, belanja negara optimal, dan aset negara dimanfaatkan maksimal.
Oleh karena itu mengelola APBN, seperti mengatur keluarga besar, semua ingin kenyang, semua butuh perhatian, tapi dapur terbatas.
Efisiensi anggaran bukan sekadar mengurangi belanja, tapi memastikan setiap rupiah memberi manfaat maksimal bagi rakyat. Belajar dari Singapura, Jerman, dan Kanada, Indonesia bisa menekan pemborosan tanpa mengorbankan layanan publik.
Dengan strategi tepat, koordinasi baik, inovasi, dan sedikit humor absurd, APBN tetap sehat, belanja negara efisien, rakyat sejahtera, dan Presiden RI Prabowo Subianto bersama jajaran pemerintah memastikan semuanya berjalan lancar dan kita bisa ngakak sambil menghitung rupiah di tengah tumpukan kebutuhan!. Selamat Merayakan HUT RI ke -80…[***]