SUMSELTERKINI.ID, Jakarta – Ada sembilan poin yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi terkait penyelenggaraan transportasi daring melalui rancangan revisi Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Regulasi yang baru ini bertujuan menjamin keselamatan masyarakat dan melindungi industri taksi.
“Yang ingin kita capai adalah bagaimana keselamatan itu bisa terjamin. Kedua, seyogyanya agar monopoli itu tidak terjadi sehingga semua pihak-pihak di industri pertaksian ini bisa berjalan dengan baik,” kata Menhub pada jumpa pers di Kantor Kementerian Perhubungan Jakarta.
Dalam jumpa pers yang dihadiri Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara serta sejumlah pejabat lainnya, Menhub menjelaskan aplikasi daring merupakan suatu keniscayaan, namun di sisi lain harus melindungi taksi-taksi konvensional.
Ia memaparkan ada sembilan poin yang diatur dalam Revisi PM 26 Tahun 2017. Rancangan revisi ini masih akan terus didiskusikan dan ini akan diberlakukan mulai 1 November 2017. Ada pun poin pertama mengenai argometer taksi. Besaran tarif angkutan sesuai yang tercantum pada argometer atau ada aplikasi berbasis teknologi. Pembayaran dilakukan berdasarkan besaran tarif yang tercantum pada aplikasi dengan bukti dokumen elektrik.
Kedua mengenai tarif. Penetapan tarif angkutan sewa khusus (taksi daring) dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa tansportasi dengan berpedoman pada tarif atas dan bawah. Selain itu, tarif batas dan tarif batas bawah ditetapkan oleh Dirjen Perhubungan Darat atas usulan dari Kepala BPTJ atau Gubernur sesuai kewenangannya.
“Usulan tarif angkutan sewa khusus batas atas dan batas bawah terlebih dahulu dilakukan pembahasan bersama seluruh pemangku kepentingan,” kata Budi.
Poin ketiga mengenai wilayah operasi. Pelayanan angkutan sewa khusus atau taksi darimg beroperasi pada wilayah operasi yang telah ditetapkan. Wilayah operasi taksi daring ditetapkan Dirjen Perhubungan Darat atau Kepala BPTJ atau Gubernur.
Poin keempat mengenai kuota atau perencanaan kebutuhan. Kuota kebutuhan kendaraan ditetapkan Dirjen Perhubungan Darat atau Kepala BPTJ atau Gubernur.
Poin kelima mengenai persyaratan minimal lima kendaraan. Untuk perorangan yang memiliki kurang dari lima kendaraan, dapat berhimpun di badan hukum berbentuk koperasi yang telah memiliki izin penyelenggaraan taksi daring. Poin keenam mengenai bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Peraturan mewajibkan memiliki kendaraan yang dibuktikan dari BPKB atau STNK atas nama badan hukum atau atas nama perorangan untuk badan hukum berbentuk koperasi.
Poin ketujuh mengenai domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB). Taksi daring menggunakan TNKB sesuai wilayah operasi yang ditetapkan. Poin kedelapan mengenai Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT). Ada pun persyaratan permohonan izin bagi kendaraan bermotor baru harus melampirkan salinan SRUT kendaraan bermotor. Poin kesembilan mengenai peran aplikator. Perusahaan aplikasi di bidang transportasi dilarang bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum yang meliputi memberikan layanan akses aplikasi kepada perusahaan angkutan umum yang belum memiliki izin penyelenggaraan taksi daring.
Budi menjelaskan ada aspek penting lainnya yang diatur dalam Revisi PM 26 Tahun 2017.
“Dalam PM 26 yang baru ada kepemilikan SIM umum untuk pengemudi, harus ada asuransi dan kewajiban aplikasi kepada Menkominfo,” tambah Budi.[ant]