Musik & Film

Uuh, Sebuah Lagu Pesan untuk Mereka yang Tidak Terpapar

Sebuah pesan bagi mereka yang tak terpapar pandemi Covid 19 mengalir lewat sebuah lagu. Seorang penyanyi dari Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) Palembang, M Hatta Imron alias Atta KPJ meramu syair dan irama dalam sebiah lagu yang diberinya titel, Uuh.
Lagu Uuh ini bisa didapati di Youtube MN Puadi DWP. Linknya: https://youtu.be/TQYgVvdQ-Og
“Lagu ini, menceritakan dari pengamatan saya selama pandemi ini. Sering banyaknya perlakuan terhadap mereka yang terpapar. Yang justru membuat mereka sampai ingin mengakhiri hidupnya,” ujar Atta.
Penderira Covid memang harus diisolasi. Tetapi mereka bukan diasingkan atau dikucilkan. “Mereka tetap butuh perhatian dan kepedulian kita. Kita pun harusnya tak melupakan mereka. Sehingga membuat mereka bisa patah arang. Meskipun, memang tetap harus patuh pada protokol kesehatan. Selalu cuci tangan, kenakan masker, dan menjaga jarar,” ujar mantan pemenang bintang radio remaja lagu daerah, di RRI Palembang tahun 1992 ini.
Menurut Atta, “Kita yang tidak kena korona harus mmberi perhatian terhadap mereka yang terpapar. Jangan diasingkan. Tetap dibantu. Dengan memperhatikan protokol kesehatan. Apa yang bisa dibantu, kita bantu. Supaya melalui lagu ini bisa memberi inspirasi bagi kita semua,” ujarnya.
Bisa dibayangkan bagaian seorang penderita covid
Diisolasi.
Diantar keluarga
Keluarga yang tidak mau menerima
Dengan putus asa, yang ter papar pun geslisah, sampai diantar ke rumah sakit. Lalu mobil yang membawanya bahkan dilempari orang-orang
Sampai-sampai dia meminta kepada yang Kuasa
Agar menyuruh malaikat segera mencabut saja nyawanya.
Melalui lagu Uuh, Atta menyampaikana pesannya. Semoga kita semua bisa memahami pesannya.

Berikut, syair lagu Uuh:
Saat sunyi jelang tiba
Ketika matahari
meredup kelam cahaya
Apakah bisa
menolak luka
Reff:
Bila wajah-wajah cinta
Menjauh
Jika rindu makin buram
Saatnya pergi
dan terasing

Lalu tak mungkin
kan kembali lagi
Semua hilang
hingga waktu
mengantar pergi
Tiada yang memanggil namaku
Tiada yang menyentuh oo tubuhku
Bahkan, angin pun menjauh
Wahai para malaikat bawa aku

Atta sendiri, menjadi penyanyi, sebenarnya berawal dari sesuatu yang tak terduga. Tetangganya, ketika itu menyarankan ikut Bintang Radio Remaja yang digelar RRI Palembang.

Saat itu, rumahnya memang di belakang RRI yang berada di jalan Radio Palembang, berhadapan dengan Mapolda Sumsel. Atas saran itu, Atta, panggilannya yang ketika itu masih bersekolah di SMP Karya Sejati di Jalan Demang Lebar Daun, pun ikut lomba menyanyi.
“Saya waktu itu ikut kategori lagu daerah. Ternyata, juri meloloskan saya hingga ke final. Dan di final, saya membawakan lagu Dirut yang kalau tidak salah karya Karel Simon, legenda musik Palembang,” cerita putra pasangan Imron Roni dan Zaleha yang kini pun telah bercucu.
Hasil penilalain juri, ternyata penyanyi kelahiran Palembang, 3 Juli 1972 ini menjadi pemenang pertama.
Even Bintang Radio di Palembang itu, diikutinya kembali di tahun berikutnya. Kali ini, suami dari Zaleha ini ikut di kategori seriosa. Banyak orang yang under estimate dan mempertanyakan. Kok bisa-bisanya ikut di seriosa.
“Saya pede-pede saja. Dan Alhamdulillah, menang dan jadi juara kedua. Waktu itu, pemenang pertama dan kedua, dikirim ke tingkat nasional. Dan, alhamdulillah ternyata saya jadi pemenang pertama,” tutur alumni SMA Karya Sejati ini.
Aktivitasnya berkesenian menjadi lebih berkembang kembali diasah di tahun 1993 dengan kembali ikut Bintang Radio Remaja kategori hiburan.
“Alhamdulillah, kembali juara pertama. Ini yang terakhir saya ikut ajang di radio milik pemerintah itu. Karena usia saya kemudian tidak masuk lagi remaja, dan ada syarat bagi yang sudah pernah memang tidak diperkenankan ikut lagi,” tambah ayah dari Rizal, Angriyani, Raka, dan Abi ini.

Semangat berkesenian Atta kemudian ditotalkannya di beberapa hotel, seperti Lembang dan Sanjaya sebagai penyanyi. Sampai kemudian dia bergabung dengan Teater Harmoni.
Saat itu, dia diajak oleh Jaid Saidi alias Mang jai. Jadilah, dia kemudian terlibat di teater. Biasanya di bagian yang berurusan dengan musik. Bersama Jaid Saidi, satu lagu ditorehkan yang syairnya ditulis sang deklamator nasional itu, berjudul Legendaris.
Setelah itu, beberapa tahun kemudian, tepatnya sejak 1998 beberapa kali ikut Festival Musik Jalanan di Padang Sumatera Barat, secara tiga tahun berturut-turut dan menang. Tahun pertama membawakan lagu Kesaksian Anak Jalanan yang syairnya ditulis oleh Jaid Saidi. Tahun kedua, membawakan lagu Jalanku, karya ciptanya sendiri. Dan tahun ketiga, membawakan lagu Aku karyanya sendiri.
Sempat melanglang buana ke ibukota, di Palembang pun Atta kemudian tetap eksis. Hingga tahun 2002 diajak oleh Erwin Basoka, Teater Kemuning tampil di Festival Teater Sumsel di Lahat. Ceritanya tentang anak jalanan, bersama Eka Saputra dan Douglas, kemudian lahirlah lagu Mimpi Anak Negeri.
Di festival ini, mereka meraih lima the best, yakni ilustrasi musik, lighting, aktor, aktris, dan penampilan.
Lalu di Sepekan Sinetron Daerah dan Nasional TVRI Sumsel, bersama Teater Lexi pimpinan Yan Romain alias Kak Oto, diajak menggarap ilustrasi musik dan menjadi pemain.
“Saya jadi penjahat dan perampok dalam Film Bujang Jelihim. Di film ini, saya pun menulis lagu Bujang Jelihim sebagai ilustrasi filmnya,” tambah penyanyi yang sampai saat ini belum punya album.
Meskipun, sudah mencipta puluhan lagu. Ketika ditanya apa yag didapatnya dari menggeluti seni, ia menjawab, eksistensi dan percaya diri.
“Di luar itu tak ada, kecuali banyak piagam dan piala. Namun, piagam dan piala itu yang sempat membuat ayahnya berseloroh, cuma itu yang dapat ya. Dan ketika piala-piala itu dianggap memenuhi ruangan, kemudian dijual ke pedagang rongsokan, nilainya sangat menyedihkan. Dihargai seperti barang bekas per Kg. Beli rokok pun tak cukup. Secara materi, itulah ukurannya. Tapi, kepuasan bathinnya, bagi saya tak terukur,” ungkapnya.
Kini, Atta yang juga tergabung dalam Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) ini masih sering turun ke jalan.
“Namun, selama pandemi, semua terhenti. Kami benar-benar terimbas dengan pandemi yang dengan protokol kesehatannya membuat saya menjadi seperti terpasung,” ujarnya.
Namun, dalam beberapa kesempatan masih sering tampil di kegiatan berkesenian di Palembang. Seperti di Sepekan Seni, Pentas Taman Ampera, Webinar Plus: silatruhami dan gelar karya yang digagas oleh Dewan Kesenian Palembang (DKP).
Kedepan, Atta berharap karirnya bisa disempurnakan dengan lahirnya album.
“Cita-cita saya, punya album. Siapa tahu ada pihak-pihak yang berkenan menggandeng dan mendukung,” harap Atta yang pada tahun 2013 lalu sempat manggung di HUT KPJ Indonesia di Jakarta bersama penyanyi-penyanyi papan atas.
Kini, senandung balada dan countrinya selalu menyemangatinya langkahnya yang terkadang terseok menata iklim kesenian yang tak menentu. Semoga, nasibnya bisa mendapatkan bias harapan di masa mendatang. Bersamaan dengan upayanya mengalirka karyanya di dunia maya.
Kini, dimasa pandemi yang membatasi seninam berkreatifitas, Atta masih terus bermimpi. Mimpu bisa punya album. Srhingga lagu-lagu yang telah diciptanya bisa terdokumentasi dalam sebuah album dan memantapkan eksistensinya sebagai penggiat seni. Tak sekedar bisa membawakan lagu, tetapi juga mencipta lagu. Sekaligus menitip pesan kepada kita semua agar memperhatikan suara hati mereka yang terpapar Covid 19.
(muhamad nasir)

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com