Sumselterkini.co.id, – Banjir yang melanda Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, bukan sekadar bencana alam, tetapi juga ujian bagi ketangguhan masyarakatnya. Curah hujan tinggi sejak awal Maret membuat ribuan rumah tergenang, memaksa sebagian warga mengungsi, dan mengubah rutinitas sehari-hari. Namun, di balik tantangan itu, ada kisah luar biasa tentang ketahanan, gotong royong, dan semangat yang tak luntur.
Dalam beberapa pekan terakhir, warga Muba harus beradaptasi dengan kondisi yang jauh dari normal. Transportasi berubah drastis—dari yang biasanya menggunakan sepeda motor, kini harus menggunakan perahu atau bahkan ember besar sebagai alat transportasi darurat. Tak sedikit yang terpaksa mengungsi, meninggalkan rumah dan harta benda demi keselamatan keluarga. Meski demikian, semangat untuk bangkit tidak pernah padam. Mereka tetap berusaha menjalani hidup dengan penuh optimisme, bahkan dalam kondisi sulit sekalipun.
Kini, kabar baik akhirnya datang, air mulai surut, jalanan kembali terlihat, dan kehidupan berangsur normal. Namun, lebih dari sekadar menunggu surutnya air, masyarakat justru menunjukkan kekuatan luar biasa dalam menghadapi bencana ini. Gotong royong menjadi kunci. Mereka yang rumahnya lebih dulu kering membantu tetangga yang masih berjuang melawan lumpur dan sisa genangan. Warga bahu-membahu membersihkan lingkungan, berbagi makanan, dan saling menguatkan untuk bangkit dari keterpurukan.
Bupati Muba, H. M. Toha, SH, menyampaikan apresiasi atas ketangguhan warganya. “Alhamdulillah, air sudah surut, dan kita bisa kembali bersiap menyambut Lebaran dengan suka cita. Pemerintah terus berupaya membantu pemulihan, memastikan warga tetap mendapatkan bantuan yang dibutuhkan,” ujarnya, Jumat (28/3/2025).
Dari data BPBD, Kecamatan Sekayu menjadi wilayah terdampak terparah dengan ribuan kepala keluarga harus mengungsi. Namun, warga tak kehilangan akal. Ada yang tetap berjualan nasi uduk di atas meja yang ditopang drum, ada yang menggunakan perahu sebagai ‘kendaraan dinas’ sementara. Kreativitas ini mencerminkan bahwa semangat bertahan hidup dan daya juang masyarakat Muba sungguh luar biasa.
Di beberapa daerah lain, banjir juga menjadi momentum bagi masyarakat untuk semakin solid. Para pemuda bergotong royong membangun jembatan darurat dari bambu agar anak-anak bisa tetap berangkat sekolah, sementara kelompok ibu-ibu memasak makanan untuk dibagikan kepada warga yang masih terdampak. Bahkan, di tengah keterbatasan, ada yang tetap menjaga ibadah dengan mendirikan musala darurat di tempat pengungsian. Ini bukti bahwa di tengah bencana, solidaritas tetap menjadi kekuatan utama masyarakat Muba.
Banjir boleh saja menghambat aktivitas, tetapi tak bisa meredam semangat warga untuk menyambut Idul Fitri. Ketika air mulai menyusut, persiapan Lebaran pun kembali menggeliat.
Namun, di balik euforia menyambut Idul Fitri, ada pelajaran berharga yang harus diingat. Bencana ini menjadi pengingat bahwa perubahan iklim semakin nyata, dan kita perlu kesiapan lebih baik dalam menghadapi ancaman serupa di masa depan.
Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk menguatkan sistem mitigasi bencana, memperbaiki tata kelola lingkungan, serta memastikan kesiapan infrastruktur agar kejadian serupa tidak kembali membawa dampak besar.
Selain itu, perlu ada kesadaran kolektif untuk menjaga lingkungan agar banjir tidak menjadi langganan tahunan. Pembuangan sampah sembarangan, deforestasi liar, dan kurangnya sistem drainase yang memadai adalah beberapa faktor yang harus segera dibenahi.
Pemerintah daerah perlu merancang strategi jangka panjang untuk meningkatkan sistem tata kota yang ramah lingkungan dan tangguh terhadap bencana. Seperti yang disampaikan Bupati Toha, “Musim hujan masih berlangsung, jadi tetap siaga. Tapi yang terpenting, sebentar lagi Lebaran, mari kita Rayakan Idul Fitri dengan penuh kebahagiaan dan rasa syukur.”
Banjir bisa datang dan pergi, tetapi semangat warga Muba? Tak akan pernah surut. Mereka adalah bukti nyata bahwa ketahanan, kebersamaan, dan optimisme dapat mengalahkan segala rintangan.
Dengan hati penuh syukur, mereka menyambut hari kemenangan, siap menatap masa depan yang lebih baik. Lebaran kali ini bukan hanya tentang kemenangan setelah sebulan berpuasa, tetapi juga kemenangan atas ujian yang telah mereka lewati dengan penuh keteguhan.[***]
