RAPAT koordinasi secara virtual mungkin terdengar membosankan bagi sebagian orang, apalagi kalau disandingkan dengan kata monitoring dan evaluasi. Tapi tunggu dulu, yang satu ini beda. Di balik layar Zoom itu, ada semangat dari Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) yang sedang unjuk gigi bahwa koperasi desa dan kelurahan di wilayah mereka bukan cuma sudah terbentuk, tapi sudah lengkap 100 persen.
Ibarat masakan, Muba sudah selesai goreng, tinggal plating dan minta dicicipi. Bumbunya sudah pas, tinggal berharap juri pusat mau datang dan bilang, ini baru koperasi, bukan sekadar papan nama.
Dalam Rapat Koordinasi Monitoring dan Evaluasi Persiapan Pelaksanaan Mock Up Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Kamis (10/7/2025) penuh harapan agar koperasi di desa dan kelurahan bisa naik kelas, bukan cuma jadi tempat simpan beras dan proposal pinjaman.
Muba ini ibarat emak-emak juara masak tumpeng. Bahan sudah lengkap, bumbu sudah ditumis, tinggal tunggu nasi matang. Bayangkan, 242 desa dan kelurahan sudah punya Koperasi Merah Putih. Artinya, satu langkah lagi menuju kemandirian ekonomi desa: tinggal digoreng, ditumis, disajikan, lalu disantap bareng-bareng.
Sudah pula diajukan 4 koperasi percontohan yang mungkin bisa disulap jadi koperasi rasa bintang lima di tengah realita ekonomi warteg kaki lima.
Kata Plt Asisten Pemerintah dan Kesejahteraan Masyarakat Setda Muba, Dr Ardiansyah, “Kami mohon tim penilai turun langsung ke lapangan, supaya bisa dicicipin langsung. Kalau masih keasinan atau kurang cabe, tinggal disesuaikan”.
Permintaan itu masuk akal. Soalnya, menilai koperasi dari layar Zoom itu seperti menilai sate dari aroma foto mengundang lapar tapi tak terasa bumbu kacangnya.
Tim penilai memang mesti datang langsung, biar tahu mana koperasi yang matang merata, mana yang masih setengah matang kayak gorengan mentah di bagian tengah.
Koperasi Merah Putih ini bukan cuma sekadar branding pakai warna bendera, lho. Ini gerakan ekonomi akar rumput, yang niatnya menumbuhkan ekonomi dari bawah, bukan dari langit-langit program. Dalam bayangan ideal, koperasi desa itu seperti warung gotong-royong tempat nyimpan hasil tani, tempat emak-emak ngutang sabun, tempat pemuda desa belajar dagang, dan tempat orang tua diskusi harga cabai.
Kalau koperasi benar-benar dijalankan dengan niat dan niatnya dijalankan dengan koperasi, niscaya desa tidak hanya mandiri secara ekonomi, tapi juga bisa bersaing dengan minimarket waralaba di pinggir jalan.
Kata Wamendagri Bima Arya, pelaksanaan mock up ini adalah langkah penting agar koperasi tidak lagi cuma ada di papan nama atau AD/ART, tapi nyata hidup, berdetak, dan punya denyut ekonomi. Seperti pepatah ekonomi desa “Koperasi yang hidup adalah koperasi yang bikin tetangga ngutang, bukan cuma rapat”
Mari kita jujur beberapa koperasi di negeri ini nasibnya menyedihkan. Ada yang seperti kotak amal raksasa, hanya diisi tapi tak pernah dirasa manfaatnya. Ada juga yang jadi tempat ngumpul proposal, tapi uangnya nggak pernah berputar.
Jangan sampai Koperasi Merah Putih ini bernasib sama: dicat merah putih, tapi isinya abu-abu. Harapannya, koperasi-koperasi ini bisa jadi motor ekonomi, bukan lagi beban APBD tahunan.
Dan Muba sudah menunjukkan diri siap jadi contoh. Sudah 100% terbentuk. Ini ibarat pemain bola yang sudah siap tendang penalti. Tinggal wasitnya (tim penilai) yang harus datang ke lapangan, bukan sekadar nonton highlight.
Muba sudah menanak nasi, menghidangkan lauk, dan mempersiapkan sambal ulek ekonomi kerakyatan. Sekarang tinggal menunggu tim penilai datang dan bilang “Enak juga, ya!”.
Sebab dalam dunia koperasi, jangan biarkan semangat gotong-royong berakhir di laci arsip. Koperasi bukan soal menyimpan uang, tapi menyemai harapan. Dan Muba sudah menanamnya. Tinggal tunggu panennya.
Jadi, untuk tim pusat, hayuklah main ke Muba. Jangan takut keringetan, nanti dikasih es kelapa muda. Lihat langsung Koperasi Merah Putih di sana. Siapa tahu, pulangnya bisa bawa oleh-oleh: inspirasi dan semangat dari desa.
Karena seperti kata pepatah ekonomi kampung “Koperasi yang dibina dengan cinta, akan tumbuh jadi warung bahagia”.