Sumselterkini.co.id, – Kadang, musibah datang nggak pakai permisi. Seperti yang terjadi di Desa Kasmaran, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin. Malam tanggal 4 Maret 2025 itu, langit sedang muram, hujan mengguyur tanpa jeda, dan tanah pun nggak kuat lagi menahan beban. Jalan raya lama di Dusun III ambles, menyeret enam rumah milik sembilan kepala keluarga dalam drama alam yang tak diundang.
Untungnya, tak ada korban jiwa. Tapi luka itu tetap ada. Bukan luka fisik, melainkan luka batin kehilangan rasa aman, kenyamanan, dan pastinya rumah yang selama ini jadi tempat berteduh.
Berita ini sempat tenggelam, mungkin karena skala bencananya nggak sebesar gempa atau banjir bandang. Tapi buat warga Kasmaran, ini lebih dari sekadar “jalan rusak”. Ini tentang rasa aman yang tiba-tiba hilang, malam-malam yang jadi lebih gelap dari biasanya, dan masa depan yang sempat terasa remang.
Tapi untungnya, mereka nggak sendiri, Minggu, 6 April 2025, Wakil Bupati Musi Banyuasin, Rohman, datang langsung ke lokasi. Di tengah sisa tanah yang masih basah, rumah yang belum sempat diperbaiki, dan wajah-wajah warga yang masih menyimpan rasa cemas, Wabup muncul dengan paket bantuan dan—yang paling penting—niat baik.
Bantuan yang dibawa nggak mewah sembako, tikar, dan selimut. Tapi coba bayangin, ketika rumahmu rusak, dan kamu tidur di tempat asing, satu lembar selimut bisa terasa seperti pelukan. Satu karung beras bisa jadi sumber tenang buat beberapa hari ke depan. “Walaupun tidak seberapa, kami berharap bantuan ini dapat meringankan beban saudara-saudara kita yang terdampak bencana,” ucap Wabup Rohman, dalam nada bicara yang hangat dan bersahaja.
Warga menyimak. Ada yang mengangguk pelan, ada yang terisak diam-diam. Tapi yang jelas, mereka merasa diperhatikan. Dan itu kadang lebih penting dari bantuan fisik rasa didengar, rasa dihargai.
Jalan yang longsor itu adalah jalan kenangan. Dulu, sebelum ada jalan besar yang sekarang jadi jalur utama, jalan ini jadi penghubung vital antar desa. Meski sekarang udah bukan jalan utama lagi, fungsinya masih hidup. Warga masih melintasinya setiap hari. Anak-anak masih main sepeda di situ. Petani lewat bawa hasil panen. Jalan itu masih punya nyawa dan longsor kemarin, rasanya seperti kehilangan bagian dari diri mereka. “Kami sudah berkoordinasi, dan perbaikan jalan akan segera dilakukan oleh instansi terkait di lingkungan Pemkab,” janji Wabup. Harapan langsung menyala lagi di mata warga.
Dia juga menyampaikan salam dari Bupati Muba, H. M. Toha, yang katanya ada kegiatan lain dan belum bisa datang langsung. Tapi insyaAllah, katanya, Pak Bupati juga bakal menyempatkan hadir.
Camat Babat Toman, Heru Kharisma, juga hadir. Ia menyebut, lokasi longsor ini memang rawan sejak lama, apalagi saat musim hujan ekstrem seperti belakangan ini. Tapi, katanya, perhatian dari Pemkab kali ini benar-benar terasa. Cepat tanggap, nggak nunggu viral dulu baru gerak.“Kami berterima kasih atas perhatian dan bantuan dari pemerintah daerah. Ini menunjukkan bahwa pemerintah hadir, bukan cuma dalam kata-kata,” ujar Camat Heru.
Dan suara paling tulus datang dari mereka yang merasakan langsung dampaknya. Mul bin Usman, salah satu warga yang rumahnya rusak, terlihat masih terkejut, tapi penuh syukur.“Kami sangat berterima kasih atas bantuan yang diberikan. Ini sangat berarti bagi kami,” katanya sambil memandangi rumahnya yang kini tinggal sebagian.
Kalau dipikir-pikir, bencana alam itu seperti tamu tak diundang. Dia datang tiba-tiba, kadang bawa luka, kadang cuma lewat sebentar tapi ninggalin trauma. Tapi, justru dari situlah kita bisa lihat siapa yang benar-benar peduli. Siapa yang turun tangan, siapa yang sekadar nonton dari jauh.
Kunjungan Wabup Rohman ini mungkin bukan headline besar di media nasional. Tapi buat warga Kasmaran, ini lebih dari cukup. Ini bukti bahwa pemerintah gak cuma kerja di balik meja, tapi juga berani turun ke lapangan, menyentuh langsung luka masyarakatnya.
Sekarang, tugas kita bukan cuma membangun kembali jalan dan rumah. Tapi juga membangun sistem yang lebih tahan terhadap bencana. Peta rawan bencana, sistem peringatan dini, hingga edukasi mitigasi harus jadi prioritas ke depan. Jangan tunggu longsor kedua baru sadar.
Desa Kasmaran lagi berjuang bangkit. Dan mereka nggak sendirian. Selama pemerintah mau turun, selama masyarakat mau saling jaga, dan selama kita percaya bahwa empati masih hidup di negeri ini kita akan baik-baik saja.[***]