MUBA Terkini

Kibarkan Bendera Waspada, Muba Bicara Pesta Tanpa Candu

ist

Sumselterkini.co.id, – Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) kembali menunjukkan sikap tegasnya, di bawah kepemimpinan Bupati H. M. Toha dan Wakil Bupati Rohman, aturan soal pesta rakyat kini diperketat.

Bukan tanpa sebab, kekhawatiran akan merosotnya nilai moral dan makin liarnya hiburan malam membuat pemerintah daerah ini mengibarkan bendera waspada. Pesta rakyat tetap boleh digelar, tapi tidak untuk jadi tempat praktik maksiat, transaksi narkoba, atau ajang berjoget kelewat batas.

Kalau ada pepatah bilang “di mana ada gula, di situ ada semut”, maka di bumi Musi Banyuasin (Muba), Wak Toha bilang, “di mana ada organ tunggal, jangan sampai ada botol dan barang haram ikut joget,”.

Pesta rakyat, katanya, boleh saja, asal jangan jadi panggung dosa berjamaah. Ini bukan soal sok suci, tapi demi masa depan anak cucu yang masih bau kencur dan belum kenal arti remix tanpa sensor.

Bupati H. M. Toha, alias Wak Toha, dan Wabup Rohman bukan hanya pasang baliho senyum di simpang jalan, tapi juga pasang badan buat moral masyarakat.

Dengan keluarnya surat pemberitahuan bernomor B-331.1/355/SATPOL PP/2025, mereka tegas pesta rakyat boleh, tapi jangan jadi ajang remix dosa dan bazar narkoba.

Waktu hiburan diatur seperti jam operasional bank pukul 08.00–15.00 WIB, lewat itu, bukan musik yang dimainkan, tapi hukum yang disetel.

Bayangkan kalau setiap kampung bebas menggelar organ tunggal sampai subuh, dengan dentuman bass, seperti kereta api rusak, lengkap dengan minuman keras dan asap misterius dari pojok tenda. Anak-anak bisa tumbuh dengan pikiran bahwa joget sambil mabuk itu seni budaya lokal. Lha, piye jal?

Wak Toha tak sendirian dalam ketegasan ini. Beliau menggandeng Perda No. 7 Tahun 2020 sebagai tongkat hukum. Di sana tertulis jelas tidak ada tempat untuk narkoba, miras, judi, musik remix seronok, atau hiburan yang bikin nenek-nenek mendadak pengen nyumpahin cucu sendiri.

Tapi jangan salah sangka, Muba bukan anti hiburan. Hiburan boleh, asal sehat. Seperti sayur lodeh tanpa micin berlebihan. Silaturahmi harus tetap jalan, tapi jangan lewat jalur maksiat. Wak Toha ingin pesta rakyat jadi tempat tertawa bersama, bukan menangis di pagi buta karena kehilangan moral.

Bandingkan dengan Jepang, negara yang dikenala “matahari terbit” ini, festival rakyat berjalan rapi tidak ada DJ dadakan yang nyetel remix “Ojo Dibandingke” versi syur sampai bikin tiang listrik pun goyang.

Atau yang lebih dekat coba intip  Bandung, dimana pesta rakyat jadi ajang kuliner dan budaya, bukan ajang rebutan saweran yang bikin kursi plastik pun trauma.

Muba bisa meniru, tentu dengan bumbu lokal. Organ tunggal bisa tetap hidup, tapi dengan lagu-lagu yang membangun. Coba undang biduan yang bisa nyanyi lagu perjuangan atau tembang nostalgia, bukan yang bawa kostum setipis niat mantan ngajak balikan.

Dalam pepatah tua air yang tenang bisa menghanyutkan, tapi pesta yang liar bisa membenamkan moral. Nah, pemerintah Muba memilih menjaga agar air tetap bening, dan suara musik tak berubah jadi alarm bahaya.

Karena sejatinya, pesta rakyat itu bukan tempat cari makna hidup dalam botol miras, tapi ruang berbagi tawa tanpa perlu takut anak kita pulang dengan mata merah dan langkah sempoyongan.

Mari kita dukung Muba, bukan hanya karena larangannya, tapi karena semangatnya menjaga anak negeri tetap waras di tengah hingar-bingar zaman. Kalau kampung lain bisa tertib, masa kita mau kalah?

Pesta rakyat seharusnya bukan ajang buang akal sehat, tapi ladang subur untuk tawa sehat. Kalau aturan ini bisa dijaga bersama, mungkin suatu hari nanti, kita akan lihat pesta rakyat di Muba bukan cuma ramai, tapi juga damai. Dan siapa tahu, nanti akan ada pepatah baru Di Muba, organ tunggal pun bisa berdakwah.

Langkah Muba adalah contoh konkret bahwa pemerintah daerah bisa dan boleh tegas tanpa harus jadi antagonis di mata rakyat. Ini bukan persoalan membunuh keceriaan, tapi menyelamatkan akhlak dari terpeleset di panggung dangdut tengah malam. Ketegasan bukan berarti kaku, tapi bentuk cinta paling jujur pada generasi masa depan.

Dan memang, untuk membangun peradaban, kadang perlu dimulai dari hal sekecil larangan memutar remix cabul. Karena bangsa yang besar bukan hanya bangsa yang bisa bikin jalan tol, tapi juga yang bisa menjaga pesta rakyat tetap waras.

Jadi kalau ada yang protes, “Lah, masa pesta rakyat dibatasi sih?”, jawab saja dengan senyum “Mending pesta dikendalikan daripada nanti masa depan yang kehilangan kendali.”[***]

Terpopuler

To Top