Sumselterkini.co.id,- Di satu sudut Kabupaten Musi Banyuasin, tepatnya di Desa Ulak Paceh Jaya, sedang terjadi gerakan sunyi tapi mengguncang revolusi data, jangan bayangkan revolusi ini pakai bambu runcing atau toa masjid yang digunakan di sini adalah Excel, pelatihan intensif, dan semangat warga yang meletup-letup seperti wajan gorengan baru.
Kalau dulu data desa hanya berakhir di rak sebelah printer yang sudah uzur, kini data mulai dihargai, seperti martabak manis isi keju coklat, kacang, pisang padat, bermutu, dan bikin kenyang wacana pembangunan.
Rimbun sawit dan aroma kopi sore hari juga, Desa Ulak Paceh Jaya di Kabupaten Musi Banyuasin mendadak jadi sorotan, bukan karena ada hajatan tujuh hari tujuh malam atau lomba gaple antar RT, tapi karena satu hal yang sering dianggap tak seksi statistik.
Ya, statistik, kawan, kata yang biasanya bikin ngantuk di kelas, sekarang jadi jimat sakti untuk membawa desa kecil ini menuju panggung nasional lewat Lomba Desa Cantik (Desa Cinta Statistik). Bukan lomba kecantikan fisik, melainkan kecantikan data rapi, lengkap, akurat, dan bisa dipertanggungjawabkan, seperti rapor anak kos yang rajin ngisi buku tabungan.
Badan Pusat Statistik (BPS) bersama Dinas Kominfo Muba tak main-main. Mereka menggelar pembinaan khusus, lengkap dengan operator, agen statistik, sampai pelatihan ngolah data yang lebih rumit dari ngeracik kuah pempek. Kepala Dinas Kominfo Muba, Herryandi Sinulingga, bilang ini bagian dari dukungan terhadap gerakan Satu Data Indonesia.
“Kita ingin Ulak Paceh Jaya bisa naik kelas, bukan cuma dari desa berkembang ke desa mandiri, tapi juga jadi role model. Kita gak mau desa ini cuma jadi penonton lomba, tapi ikut naik panggung,” ujarnya sambil pegang pointer seperti pemandu seminar.
Pelatihannya bukan kaleng-kaleng, dari pelatihan dasar statistik, analisis data, sampai pendampingan langsung. Pokoknya mirip pelatihan ninja, tapi versi data.
Info grafis
Kalimat itu keluar dari mulut Trio Wira Dharma, Kepala BPS Musi Banyuasin, yang memimpin langsung acara pembinaan, katanya, data yang akurat itu seperti GPS kalau nggak ada, pembangunan bisa nyasar ke jalan buntu, atau lebih parah: ke kantong yang salah.
“Desa tanpa data itu kayak gorengan tanpa minyak gak bisa mateng,” tambahnya. Analogi yang sederhana tapi menohok, kayak sambal terasi pas Ramadan.
Trio juga mengingatkan kalau Musi Banyuasin ini bukan pemain baru di panggung statistik nasional. Tahun 2022, Desa Bukit Selabu menyabet penghargaan Desa Cantik nasional. Tahun 2023, giliran Desa Bailangu yang naik panggung. Jadi tahun 2025? Semua harap-harap cemas pada Ulak Paceh Jaya, si jagoan baru. Tapi jangan salah. Ulak Paceh gak sendirian di jalan terjal menuju gelar Desa Cantik. Di penjuru nusantara, ada beberapa desa yang sudah lebih dulu naik daun berkat statistik, seperti :
-
Desa Bukit Selabu, Muba, Sumsel – Tahun 2022, masuk 12 besar nasional. Data dipegang erat seperti simpanan emas, jadi fondasi pembangunan.
-
Desa Bailangu, Muba, Sumsel – 2023 menyabet Anugerah Award. Operatornya katanya bisa ngolah data sambil ngasi makan ayam, multitasking luar biasa.
-
Desa Cibiru Wetan, Bandung, Jabar – Pakai sistem digital, data penduduk dan potensi ekonomi langsung masuk dashboard. Ibu-ibu PKK di sana lebih fasih statistik daripada gossip artis.
-
Desa Pujon Kidul, Malang, Jatim – Kombinasi wisata dan data. Mereka tahu jam paling ramai wisatawan, hingga tren penjualan tahu susu.
-
Desa Ponggok, Klaten, Jateng – Terkenal dengan BUMDes-nya, tapi juga hebat dalam data ekonomi desa. Uangnya muter, datanya mutakhir.
Kalau desa-desa ini bisa, kenapa Ulak Paceh Jaya tidak? Kan sama-sama Indonesia. Cuma beda letak, bukan beda semangat.
Sementara di luar, yakni Finlandia, Desa Padasjoki bisa petakan populasi dan pengelolaan hutan pakai sistem digital. Di Jepang, Desa Kamikatsu bisa hitung jumlah sampah harian tiap warga hingga ke gram terakhir. Kita? Jangan mau kalah. Minimal kita tahu jumlah warga yang suka bakso dan jumlah kolam lele aktif per RW. Mulai dari data kecil, nanti bisa jadi kebijakan besar.
Data desa itu seperti mantan. Kalau dibiarkan berantakan, bisa bikin hidup ruwet. Tapi kalau dicatat rapi dan dipelajari, bisa jadi pelajaran berharga. Dari jumlah kepala keluarga, kondisi jalan, sampai penyandang disabilitas semua penting buat menentukan arah pembangunan.
Kata Prof. Emil Salim, tokoh di Indonesia, “Data adalah mata dari kebijakan.” Tanpa data, pembangunan bisa jalan tapi buta. Bisa-bisa kita bikin program bantuan perahu di desa yang tidak punya sungai.
Kita doakan, semoga Ulak Paceh Jaya bukan cuma tampil cantik di kertas, tapi juga jadi inspirasi nasional, karena data itu bukan soal angka saja, tapi soal arah, kalau kita bisa menertibkan data, maka pembangunan akan tahu kemana harus melangkah.
Karena kata pepatah baru yang kami buat khusus “Desa yang cinta statistik akan cantik, desa yang abai data akan merana dipojokan Excel.”. Jadi mari kita semangati operator dan agen statistik Ulak Paceh Jaya, siapa tahu, 2025 nanti bukan cuma jadi tahun politik nasional, tapi juga jadi tahun Statistik Bersemi di Tanah Ulak.[***]