KALAU kamu pikir museum itu, cuma tempat lihat dinosaurus, lukisan Mona Lisa KW, atau patung pahlawan yang mukanya mirip dosen sejarah, pasti itu salah besar, pasalnya saat ini, BPOM juga punya diorama alias museum mini yang isinya bukan koleksi fosil, tapi perjalanan lembaga yang tiap hari kerjaannya nyelamatin perut rakyat dari racun.
Yup, Diorama BPOM baru aja diresmikan sama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, isinya bukan pajangan sembarangan, tapi potret panjang perjuangan orang-orang yang tiap harinya memastikan sambal terasi kita nggak bikin masuk IGD.
Dulu memang zaman belum ada teknologi canggih, pengawasan obat dan makanan tuh mirip kayak tes nyali, coba kalau kita pikir, deteksi bahan berbahaya cuma modal insting dan pengalaman kayaknya ini obatnya aneh deh, warnanya kebanyakan magenta. Namun sekarang, BPOM udah bisa ngecek sampai DNA patogen lewat sistem digital, karena dulu peralatan mereka masih sekelas panci emak, sekarang udah setara laboratorium NASA, tinggal belum bisa ngirim mie instan ke Mars aja.
Menkes Budi dalam rilisnya dilaman kemkes bahkan bilang, tantangan ke depan makin gila, soalnya, selain manusia makin banyak, climate change alias perubahan iklim juga bisa bikin muncul patogen baru yang lompat dari binatang ke manusia. Lah, belum lagi selesai urusan makanan kadaluarsa, malah udah diserang virus lompat pagar.
Nah, si diorama ini bukan cuma buat gaya-gayaan, di dalamnya ada dua ruang utama, yang pertama adalah menampilkan peta kerja BPOM, filosofi logo, sampai struktur organisasi lewat LED TV. Lengkap dengan etalase bertema “BPOM Menjulang, Membumi, dan Mengakar”.
Ruang kedua isinya yakni lebih dramatis karena ada foto Kepala BPOM dari masa ke masa, kutipan para pimpinan, dokumentasi kegiatan, sampai miniatur seragam pegawai. Jadi, kalau kamu masuk ke situ, rasanya kayak jalan-jalan ke masa lalu sambil mikir “Oh, ini toh, orang-orang yang diam-diam nyelamatin hidup kita dari ciki oplosan”.
Kepala BPOM Taruna Ikrar bilang, diorama ini simbol penting buat akuntabilitas dan pertanggungjawaban publik, singkat kata, “Biar masyarakat tahu, BPOM itu kerja, bukan cuma ngeluarin izin dan ngejar pedagang bakso boraks”.
Menkes Budi pun ngomong satu hal menarik, begini katanya, di masa depan, yang paling harus dilindungi duluan itu bukan cuma dompet, tapi perut anak-anak kita dari keracunan makanan,
dan ini bener banget, soalnya, kalau perut udah bermasalah, otak ikut mogok, dan bangsa bisa masuk masa suram, karena generasi mudanya sibuk antre di klinik.
Jadi jangan remehkan orang yang kerja di BPOM, mereka itu kayak “bodyguard tak terlihat” yang menjaga, agar kita bisa makan gorengan pinggir jalan tanpa harus berkenalan sama dokter IGD, sebab, ngomong-ngomong, sekarang BPOM juga lagi nunggu hasil assessment dari World Health Organization (WHO) Listed Authority, kalau lolos, Indonesia bakal naik kelas di panggung global. Istilah kasarnya, bukan cuma bisa ngawasin bakso di Pasar Kuto, tapi juga diakui dunia sebagai pengawas obat dan makanan yang kredibel.
Tambah Taruna Ikrar, ini bakal memperkuat posisi Indonesia di ekosistem global, sehingga diorama ini bukan sekadar nostalgia, tapi bukti kalau BPOM juga siap menghadapi masa depan.
Cermin besar
Ada pepatah bilang “Kalau tak tahu asal muasal, kau bisa tersesat di masa depan”, dengan mengarsipkan sejarahnya sendiri, BPOM nggak cuma nyimpan dokumen, tapi juga DNA perjuangan yang bisa jadi panduan generasi berikutnya.
Bayangin kalau semua lembaga negara ngarsipin sejarah kayak gini, mungkin kita nggak bakal heran tiap kali ada kebijakan aneh, soalnya arsipnya jelas dan bisa ditelusuri. Tapi ya… di negeri +62 ini, kadang arsip lebih cepat hilang daripada sandal di masjid.
Jadi, diorama ini bukan cuma tempat foto-foto buat Instagram kementerian, tapi cermin besar tentang perjalanan bangsa menjaga kesehatannya, dari zaman “cek warna obat” sampai “cek DNA mikroba,” semua tersusun rapi di balik kaca dan lampu LED.
Siapa sangka, akhirnya di balik etalase itu tersimpan kisah tentang dedikasi, ketelitian, dan tanggung jawab, karena menjaga obat dan makanan itu bukan pekerjaan biasa, itu soal moral, soal rasa kemanusiaan.
Kadang kita baru ingat BPOM pas makanan viral ditarik dari pasaran, padahal, mereka kerja 24 jam buat mastiin setiap suapan kita aman, diorama ini mengingatkan kita, bahwa pengawasan obat dan makanan bukan cuma urusan laboratorium, tapi urusan hidup dan mati.
Kata pepatah lagi “Lebih baik mencegah racun masuk perut, daripada sibuk update status dari rumah sakit”, oleh karena itu, kalau lain kali kamu makan mie instan, minum obat flu, atau beli skincare pemutih kilat, ingetlah, ada pasukan BPOM yang diam-diam berjaga, memastikan kamu tetap bisa tertawa, bukan muntah-muntah.
Mungkin, diorama itu adalah cara paling lucu dan cerdas untuk bilang “kami bukan cuma ngarsipin racun, tapi juga sejarah bagaimana bangsa ini belajar menjaga perutnya sendiri”.[***]