URUSAN stunting sering dianggap kayak colokan listrik di pojokan rumah, ada tapi baru dicari waktu butuh, tapi di Musi Banyuasin (Muba), ceritanya beda, mereka nggak nunggu anak tumbuh pendek baru heboh, tapi udah duluan nyusun strategi biar piring keluarga rakyatnya nggak cuma isi nasi, tapi juga gizi.
Dan hasilnya? Tahu-tahu Muba nongol di panggung nasional, dibacain sebagai salah satu dari 20 kabupaten terbaik di Indonesia dalam pengendalian percepatan penurunan stunting versi ADINKES Pusat, dari total 286 daerah yang dinilai, Muba nongol di deretan atas bukan karena koneksi, tapi karena kerja keras yang nggak kenal kata ‘besok aja’.
Biar makin komplet, Baznas Muba juga sekalian bawa pulang Piala Kategori Penanggulangan dan Pencegahan AIDS,Tuberkulosis,Malaria (ATM). Jadi kalau dibilang Muba ini rajin, bukan cuma rajin rapat tapi rajin berbuat.
Penghargaannya diserahkan langsung di Hotel Lorin Dwangsa Solo, Selasa (21/10/2025) malam. Wakil Bupati Kyai Abdur Rohman Husen maju ke depan panggung mewakili Bupati HM Toha Tohet SH, didampingi dr. Azmi Dariusmansyah MARS, Perwakilan Baznas H.M. Madali, dan pasukan dinas yang kalau jalan bareng, kelihatan kayak rombongan studi banding tapi isinya prestasi beneran.
Dari podium, Wakil Mendagri Dr. Bima Arya kasih wejangan yang nadanya lebih nyentil daripada notifikasi tagihan listrik. “Jangan ngurus stunting cuma dari laporan kertas. Turun ke lapangan, cek langsung, biar datanya bukan hasil duga-duga”.
Kalimat yang sederhana tapi makjleb karena banyak pejabat masih sibuk ngurus laporan PowerPoint, sementara anak-anak di pelosok masih rebutan lauk.
Wabup Kyai Husen dalam sambutannya bilang, penghargaan ini bukan hasil sulap, tapi kerja bareng dari semua lini. Dari kader posyandu yang tiap pagi ngukur bayi sambil ngelap keringat, sampai petugas gizi yang sabar jelasin kalau susu bukan satu-satunya sumber protein. “Ini semangat gotong royong. Dari desa, kecamatan, sampai kabupaten, semua nyatu. Semoga Muba makin sehat, makin bersih, dan makin bahagia,” kata Kyai dengan gaya ademnya yang khas.
Kadis Kesehatan dr. Azmi Dariusmansyah ikut nimbrung kasih konteks. Katanya, penilaian ADINKES berlangsung sejak Januari 2024 sampai Juli 2025. Selama itu, Pemkab Muba jalanin program intervensi gizi spesifik, penguatan posyandu, sampai ketahanan pangan keluarga.
“Yang bikin bangga, ini hasil kerja nyata dari bawah. Kader, kades, dan OPD semua kompak. Kita nggak nunggu dikasih spotlight, tapi kerja terus walau nggak difoto,” jelas Azmi.
Kalimat yang bikin pembaca sadar, ternyata di Muba masih banyak pejabat yang kerja dulu baru ngumbar hasil bukan kebalikannya.
Stunting itu bukan cuma soal tinggi badan, tapi soal masa depan. Anak yang kurang gizi itu ibarat hape baterainya ngedrop bisa nyala, tapi performanya nggak maksimal. Nah, Muba paham betul, makanya mereka nggak cuma fokus kasih makanan tambahan, tapi juga bangun sistem supaya keluarga tetap punya daya tahan ekonomi.
Karena percuma kasih susu kalau dapurnya tetap sepi. Di sinilah kolaborasi Muba terasa. Baznas bantu penguatan pangan, Dinas Kesehatan urus edukasi, dan Pemkab jadi dirigen yang nyatukan irama. Nggak ada yang main solo, semua main orkestra.
Penghargaan dari ADINKES ini bukan sekadar piala buat disandingin sama bunga plastik di ruang tamu kantor bupati. Ini tanda bahwa kerja tulus itu selalu nemu jalannya sendiri buat kelihatan.
Orang tua dulu bilang “Kalau mau padi berisi, jangan cuma doa di sawah, tapi turun ngarit”, itulah Muba, mereka nggak sibuk ngeluh soal anggaran, tapi sibuk nyari cara biar rakyatnya kenyang dan sehat.
Kesehatan itu bukan cuma urusan dokter, tapi urusan semua orang yang peduli masa depan. Karena bangsa kuat dimulai dari anak yang sarapannya cukup, bukan dari pejabat yang makannya berlebih.
Dan kalau semua daerah meniru Muba, bisa jadi Indonesia bukan cuma bebas stunting tapi juga bebas alasan. Karena seperti kata pepatah bikinan warga Muba sendiri “Kerja bareng itu kayak lauk sambal terasi makin pedas, makin nikmat hasilnya”.[***]