KALAU ada lomba superhero di Palembang, jangan heran kalau yang naik ke podium bukan Batman atau Ironman, tapi… tempe, telur, dan sayur! Ya, tiga serangkai bergizi ini kini jadi tameng sakti dalam perang besar melawan musuh bebuyutan stunting. Melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) cegah stunting untuk ibu hamil di Kota Palembang, para ibu hamil terutama yang berisiko tinggi nggak lagi cuma dipeluk doa, tapi juga disuapi gizi nyata. Kali ini giliran Kecamatan Jakabaring yang jadi panggung utama distribusi makanan sehat penuh kasih, digawangi langsung oleh TP PKK Kota Palembang di bawah komando Bu Dewi Sastrani. Program ini bukan cuma soal bagi-bagi makan, tapi soal menyelamatkan masa depan generasi dari ancaman ‘kecilnya harapan’ akibat stunting.
Di dunia yang makin penuh micin ini, kita kadang lupa bahwa janin bukan makhluk mistis yang kenyang cuma gara-gara ibunya nonton drakor sambil senyum-senyum sendiri.
Janin butuh nutrisi, sodara-sodara! Dan di sinilah program PMT unjuk gigi. Mulai Juli 2025, program ini digelar dari kecamatan ke kecamatan, seperti safari nutrisi keliling yang membagikan harapan dalam bentuk telur rebus, tempe goreng, dan sayur bening.
Menurut Bu Dewi Sastrani, ketua TP PKK Palembang yang sekaligus bisa jadi duta tempe nasional, PMT ini adalah bentuk intervensi gizi yang bukan cuma ngenyangin, tapi juga ‘ngensehatin’. Tujuannya jelas mencegah anak lahir dengan tubuh mungil dan tumbuh loyo kayak sinyal Wi-Fi di bawah tangga.
Jakabaring, yang biasanya dikenal karena stadionnya dan monorelnya yang… yah, monoril doang, kini jadi saksi kebangkitan ibu-ibu Palembang melawan stunting. Jangan bayangkan pembagian PMT ini seperti antrean minyak goreng zaman krisis. Enggak. Ini seperti arisan gizi. Para ibu hamil datang, bukan cuma bawa KTP, tapi juga harapan besar agar anak mereka tumbuh jadi pemimpin masa depan, atau minimal… jadi anak sehat yang kuat lari dari kejaran abang pentol keliling.
PMT ini bukan sebatas bagi nasi bungkus. Di dalamnya ada upaya mendalam untuk membangun kesadaran, membentuk pola makan sehat, dan menanamkan budaya kontrol kehamilan rutin minimal enam kali. Jadi bukan cuma periksa kalau udah kontraksi atau mimpi ketemu Nyi Roro Kidul.
Mari kita angkat topi buat tempe yang sering disepelekan. Di saat orang sibuk ngejar salmon dan chia seed, tempe diam-diam membentengi rahim dari ancaman stunting. Telur pun begitu, dengan protein lengkapnya yang bikin janin bisa ngedengerin lagu klasik dan merespons getaran kasih sayang. Sayur? Wah, dia ini ibarat pendingin alami yang membersihkan sistem dari ujung lambung sampai ujung harapan.
“Jangan malu makan tempe, Bu. Kalau perlu, peluklah dia sebelum dikukus. Itulah cinta sejati untuk anak dalam kandungan,” ujar Bu Dewi dalam salah satu sesi penyuluhan sambil mengangkat selembar daun bayam sebagai simbol perjuangan.
Jangan salah. Investasi gizi selama hamil itu bukan pengeluaran, tapi tabungan masa depan. Seperti nyicil rumah tanpa bunga, asupan sehat selama sembilan bulan itu efeknya bisa seumur hidup. Anak tumbuh tinggi, cerdas, dan minim risiko penyakit metabolik. Bayangkan kalau semua ibu di Palembang dapat asupan gizi tepat, bukan cuma nasi uduk plus gorengan dua ribu. Bisa-bisa, 10 tahun lagi Palembang punya ilmuwan, atlet, dan content creator yang bukan cuma viral tapi juga bergizi.
Data terbaru menunjukkan penurunan angka stunting dari 170 ke 167 kasus. Mungkin di mata statistik itu cuma angka kecil, tapi dalam dunia kesehatan masyarakat, itu seperti berhasil bikin bayi tertawa di tengah badai. Dan semoga, ini bukan angka turun karena salah input Excel, tapi benar-benar dampak dari kerja keras para kader PKK, nakes, dan tentunya para ibu hamil yang mau makan tempe meski godaan cilok merajalela.
Bayangkan ini jadi film. Judulnya “Gizi Warriors: Rise of the Tempe Nation”. Dalam kisah itu, Bu Dewi jadi pemimpin pasukan elite anti-stunting, dengan helm dari kulit telur dan tameng dari tutup panci. Mereka keliling kecamatan, menyelamatkan ibu hamil yang sedang dikelilingi makanan ultra-proses. Lalu dengan kekuatan satu suapan sayur bayam, janin dalam kandungan langsung menendang-nendang seperti Bruce Lee junior.
Seringkali penyuluhan kesehatan dikemas kayak seminar akuntansi banyak angka, tapi bikin ngantuk. Tapi program ini beda. TP PKK dan tim di lapangan bikin penyuluhan jadi ajang ngobrol santai, tukar resep, bahkan lomba masak bergizi. Bayangkan, di tengah penyuluhan, ada ibu yang berdiri dan berseru, “Bu, saya baru tahu kalau telur itu sumber kolin. Saya kira cuma sumber bau!” Disambut tawa, tapi ilmunya nyangkut.
Melawan stunting itu bukan kerja semalam. Ini kerja kolektif. Dari dapur ibu-ibu, dari kader posyandu yang rela hujan-hujanan, dari camat yang mau turun tangan, dan dari setiap telur yang direbus dengan penuh harapan. Stunting bukan kutukan, tapi bisa dicegah. Caranya? Ya, dari piring makan. Jadi jangan tunggu menteri datang atau nunggu viral dulu baru heboh. Mulailah dari semangkuk sayur dan sebutir telur hari ini.
Stunting bukan sekadar soal tubuh pendek, tapi tentang generasi yang lemah secara struktur dan mental. Maka dari itu, program PMT Kota Palembang ini seperti sinetron Ramadhan hadir di setiap rumah, menguatkan iman dan imun. Jadi, buat para ibu hamil di Palembang, jangan cuma update status IG, tapi juga update gizi. Karena anakmu bukan cuma penumpang di rahim, dia adalah masa depan yang kamu bentuk dari sekarang.
Dan buat tempe, telur, serta sayur-sayuran teruslah berjaya. Dunia ini mungkin dipenuhi drama, tapi kalian tetap jadi aktor utama dalam panggung hidup bernama “Cegah Stunting demi Masa Depan”.[**]