“SEKOLAH itu penting, Nak, biar kau bisa bedakan mana yang sonar, mana yang cuma suara,”- (Petuah Ibu di dapur, sambil goreng ikan asin)
Di sebuah ruangan tak jauh dari bibir pantai Ancol, Jakarta, sekelompok mahasiswa pascasarjana tampak khusyuk menatap layar monitor, bukan main TikTok, bukan juga nonton drama Korea, mereka tengah mengutak-atik Multibeam Echo Sounder (MBES), teknologi pemetaan dasar laut tiga dimensi yang lebih canggih dari imajinasi emak-emak arisan RT kalau ngomongin tetangga baru.
40 mahasiswa pilihan dari lima kampus ternama ditambah 8 perwakilan BPPSDM lagi magang serius, bukan main-main, bukan pelatihan biasa, ini adalah proyek kolaborasi resmi antara Indonesia dan Korea Selatan lewat program Official Development Assistance – Korea-Indonesia Integrated Ocean and Fisheries Technology Training Center (ODA KIOTEC). Wah, panjangnya aja udah kayak nama gado-gado di warung ujung jalan, tapi isinya bukan kerupuk-melainkan ilmu yang gurihnya tahan lama.
Teknologi MBES ini semacam sonar super yang bisa ‘melihat’ dasar laut dengan akurasi sekelas mantan pacar yang bisa tahu kamu bohong cuma dari nada suara. Tapi bedanya, MBES ini tidak sakit hati. Ia menghasilkan peta dasar laut tiga dimensi yang digunakan untuk survei hidrografi, model ekosistem, sampai rencana tata ruang laut.
Pelatihan selama 4 hari itu digarap serius teori ada, praktik ada, bahkan pengambilan data langsung ke laut juga ada. Pesertanya? Calon ilmuwan kelautan yang suatu hari bisa jadi penentu arah pembangunan pesisir dan ekonomi biru.
Sebagaimana pepatah bijak berbunyi, “Beri aku peta laut, dan akan kutata ruang hidupku dari dasar hingga pantai,” atau kalau versi ngelantur “Lebih baik punya MBES di kapal daripada banyak MBES masih bisa eksis sementara di feed Instagram”.
Acara ini bukan asal-asalan, ada nama-nama berat yang hadir Wiwin Windupranata dari ITB, Mochamad Riam Badriana, dan tim teknis MTCRC, mereka enggak sekadar ngajar, tapi juga meramu pengetahuan akademik dengan kebutuhan industri.
Menurut Rudi Alek Wahyudin dari BPPSDM KP, keterlibatan lembaganya dalam pelatihan ini bukan sekadar ngumpulin absensi, tapi ini adalah langkah strategis untuk mentransformasikan pendidikan vokasi, dari sekadar hafalan di kelas, jadi singkatnya dari yang biasanya nulis laut itu asin di ujian, sekarang mereka tahu betul koordinat mana yang airnya paling asin dan kenapa.
Park Hansan, Direktur Marine Technology Cooperation Research Center (MTCRC), bilang program ini jadi kontribusi nyata buat memperkuat kerja sama bilateral, tapi lebih dari itu, ini bagian dari aksi global dalam UN Decade of Ocean Science for Sustainable Development, Intinya, kalau anak muda kita jago survei laut, Indonesia bisa punya peran penting di pentas internasional.
Sebagaimana dikatakan Nelson Mandela, “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world”. “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk mengubah dunia.”, sumber : Nelson Mandela By Himself: The Authorised Book of Quotations (Edisi resmi kutipan Mandela, diterbitkan oleh Nelson Mandela Foundation).
Dan dalam konteks ini, weapon-nya ya MBES tadi, kalau boleh bercermin dari negara lain, Korea Selatan sendiri sudah lama memprioritaskan riset laut sebagai bagian dari strategi ekonomi dan pertahanan.
Jepang juga punya sistem pendidikan kelautan yang terintegrasi dengan teknologi tinggi, bahkan sejak jenjang sekolah menengah. Artinya? Kita tidak kalah, cuma perlu mengejar dengan gaya jangan lari terburu-buru, nanti jatuh ke lubang kebijakan yang cuma wacana.
Kembali ke kampus dan pelatihan, kita patut bertanya siapa yang akan melanjutkan estafet pembangunan kelautan ke depan kalau bukan generasi yang sekarang sedang sibuk belajar MBES? Jangan sampai anak muda kita cuma jago bikin konten #HealingDiPantai, tapi buta soal kondisi dasar laut tempat mereka healing.
Program KIOTEC ini bukan cuma soal transfer teknologi, tapi soal menanam benih mimpi. Bahwa di masa depan, Indonesia tidak hanya jadi negara yang lautnya luas, tapi juga yang paling memahami lautnya.
Kalau negara ini serius ingin mewujudkan ekonomi biru yang berbasis sains, maka penguasaan teknologi seperti MBES adalah kompasnya, dan generasi muda, terutama yang sekarang dilatih lewat ODA KIOTEC, adalah nahkodanya.
Karena seperti kata pepatah lama yang dimodifikasi “di laut yang dalam, bukan cuma ikan yang berenang. Tapi juga harapan, ilmu, dan masa depan bangsa”. Dan seperti yang sering dikatakan Pak RT kami, “Lebih baik tenggelam dalam data laut, daripada hanyut dalam kebijakan tanpa dasar”.
Jadi, kapan terakhir kali kamu lihat laut, dan bukan cuma untuk selfie?. Mungkin sudah saatnya kita lihat lebih dalam dengan sonar, bukan sekadar pandangan mata. Ditulis sambil membayangkan jadi nelayan digital di masa depan, pakai drone dan MBES sambil minum kopi kapal api. [***]