Kebijakan

Go-Export Sumsel, Sudah Digital, Siapkah Kita Naik Kapal?

ist

PERNAHKAH lihat orang beli kapal pesiar, tapi dermaganya masih papan kayu? Kapalnya mengkilat, licin dan mulus bisa untuk berkaca,  benderanya pun berkibar, tapi begitu mau sandar… krek. Nah, kira-kira begitu rasa hati melihat peluncuran Aplikasi Go-Export Sumsel kemarin.

Jangan salah paham dulu, ini bukan tulisan nyinyir sambil nyeruput kopi dingin. Ini tepuk tangan yang disertai anggukan sambil bilang, “Bagus nian idenya, tapi ayo kita cek mesin sebelum berlayar jauh”.

Launching Go-Export oleh Gubernur Herman Deru jelas peristiwa penting, sebab Sumsel resmi mengumumkan diri, “Kami tak mau lagi jualan pakai cara lama”. pastinya keren…karena kopi, santan, hingga paha kodok kini punya KTP digital berupa barcode.

Tinggal scan, dan asal-usul jelas, langsung rantai pasok kebuka. Secara konsep, ini efisien, modern bahkan kekinian di era sekarang ini. Bahkan kalau Go-Export manusia, dia sudah pakai jas slim fit.

Tapi di Sumsel, kita tahu satu hal yang bikin repot bukan jasnya, melainkan apakah pemakainya bisa lari saat hujan.

Apalagi di atas kertas, Go-Export terlihat canggih, web ada, android ada, data real-time hingga statistik rapi, namun  masalahnya, ekspor itu bukan cuma urusan kantor ber-AC.  Ada petani kopi di Lahat, pengepul santan di Banyuasin, pelaku hulu yang sinyal HP-nya kadang lebih sering “E” daripada “4G”.

Pertanyaan sederhananya sudah sejauh mana mereka diajak masuk ke kapal ini?. Kalau aplikasinya pintar, tapi penggunanya masih bingung login, ya… jadinya seperti beli rice cooker mahal tapi masih masak nasi pakai tungku.

Solusinya bukan memarahi, tapi mendampingi, pelatihan berulang, pendampingan lapangan, bukan sekali sosialisasi lalu foto bersama.

Barcode itu ibarat label baju, dari jauh terlihat merek terkenal. Tapi kalau jahitannya miring dan bahannya tipis, pembeli dunia langsung ilfeel.

Pasar global itu cerewet, mereka tanya bukan cuma “ini dari mana?”, tapi juga “diproduksi bagaimana?”, “ramah lingkungan atau tidak?”, “berkelanjutan atau cuma kejar kuantitas?”.  Oleh sebab itu,  Go-Export harus diikuti disiplin di lapangan. Standar kualitas jangan cuma gagah di aplikasi, tapi tegas di gudang dan kebun.

Di sinilah peran pemprov bukan hanya sebagai pembuat sistem, tapi penjaga konsistensi, pasalnya jangan sampai aplikasi jadi etalase, sementara isinya masih campur-campur seperti es buah pas buka puasa.

Paha kodok misalnya, memang unik? iya, apalagi pasarnya ada? Tapi isu yang mengikutinya juga ada, mulai dari keberlanjutan sampai etika.

Oleh karena itu, Go-Export perlu lebih dari sekadar menjual barang, ia harus menjual cerita yang benar. Cerita bahwa Sumsel tahu batas, tahu aturan, dan tahu tanggung jawab. Kalau tidak, kita bukan sedang ekspor, tapi mengundang debat.

 

Jangan disimpan di Notulen

Gubernur HD jujur mengakui keterbatasan Pelabuhan Boom Baru, ini pengakuan penting karena digitalisasi tanpa infrastruktur fisik itu ibarat  aplikasi ojek online berada di jalan berlubang, driver siap, aplikasinya lancar, tapi motor oleng di tiap tikungan.

Pembangunan pelabuhan samudra bukan sekadar proyek besar, tapi syarat logis. Kalau Go-Export ingin benar-benar efisien, kapal besar harus bisa sandar tanpa drama antre dan pindah-pindah pelabuhan.

Pepatah bilang, sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang. Tapi layar saja tak cukup kalau anginnya tak dijaga dan kapalnya bocor.

Jadi, Go-Export juga jangan berhenti di seremoni, ia harus hidup, dievaluasi, dikritik, dan diperbaiki. Data dipakai, bukan dipajang. Masukan pelaku usaha didengar, bukan disimpan di notulen.

Untuk sebenarnya Sumsel sudah melangkah benar, digitalisasi ekspor adalah keniscayaan, bukan pilihan. Tapi teknologi hanyalah alat. Yang menentukan sampai tidaknya ke tujuan adalah manusia, kebijakan yang konsisten, pendampingan yang sabar, dan keberanian mengakui kekurangan.

Go-Export adalah kapal yang bagus, sebab desainnya juga modern, mesinnya canggih,  sekarang tinggal tugas Pemprov memastikan dermaganya kuat, awaknya terlatih, dan rutenya jelas.

Kalau itu semua dijalankan, bukan mustahil Sumsel benar-benar berlayar jauh bukan sekadar berfoto di pelabuhan. Dan saat kapal itu benar-benar berangkat, kita tak hanya bisa bilang “Sumsel go global”, tapi juga yakin, yang naik kapal bukan cuma aplikasinya, tapi seluruh ekosistemnya.[***]

Terpopuler

To Top